DEMOCRAZY.ID - Program Mata Najwa bekerja sama dengan @HukumOnline melakukan kunjungan langsung ke Gedung DPR RI untuk menggelar dialog terbuka bersama Komisi III DPR.
Dalam forum yang membedah proses legislasi dan isi substansi Revisi RUU KUHAP tersebut, perdebatan hangat pun tak terhindarkan, terutama menyangkut isu hak asasi warga negara dan mekanisme penahanan dalam sistem peradilan pidana.
Salah satu momen yang menyita perhatian publik adalah adu argumen antara pembawa acara Najwa Shihab dan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Perdebatan dimulai saat Najwa menyoroti perbedaan prosedur hukum antara penyitaan barang dan penahanan terhadap seseorang.
“Untuk menyita barang perlu izin pengadilan, tapi untuk menahan dirasa tidak perlu izin pengadilan. Jadi berarti barang jauh lebih berharga daripada nyawa manusia,” tegas Najwa, dikutip YouTube Najwa Shihab pada Sabtu (19/4/2025).
Pernyataan itu langsung ditanggapi oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, yang menyebut logika tersebut bersifat fatalistik dan manipulatif.
“Nah itu logika fatalistik, itu logika yang dibangun secara fatalistik untuk memanipulasi, ya kan. Anda ingin memanipulasi, ya kan,” balas Habiburokhman.
Najwa tak tinggal diam. Ia membalas dengan sindiran halus soal siapa yang kerap memanipulasi fakta di ruang publik.
“Biasanya yang memanipulasi politisi sih,” jawab Najwa.
Respons itu kembali dibalas oleh Habiburokhman yang menyebut Najwa juga bisa saja menjadi seorang politisi.
“Ohh nggak, anda juga bisa jadi politisi. Kan nggak tahu siapa yang politisi di sini,” katanya.
Najwa lantas menegaskan, “Ohh yang jelas yang pakai lambang garuda sih.”
Diskusi makin tajam dan memanas ketika Najwa meminta penjelasan konkret dari Habiburokhman mengenai apa yang dianggapnya sebagai “analogi keliru” dalam argumentasi sebelumnya.
“Kelirunya gimana, tolong luruskan kalau keliru,” tantang Najwa.
Habiburokhman menjelaskan bahwa prosedur hukum terkait penyitaan dan penahanan memang diatur secara berbeda.
Menurutnya, penahanan tidak dimaksudkan untuk dilakukan semena-mena, dan telah disusun dengan kriteria yang jelas untuk mencegah kesewenang-wenangan.
“Kita punya cara lain untuk tidak mudah orang ditahan. Kita bikin kriterianya. Intinya adalah kekhawatiran soal kejelasan kriteria penahanan. Jangan orang ditahan sewenang-wenang tanpa kriteria yang jelas,” paparnya.
Namun, Najwa tetap mempertanyakan keadilan logis di balik regulasi tersebut.
“Dan tampaknya pengaturan barang lebih ketat dibandingkan pengaturan manusia. Buktinya, soal barang harus diuji di pengadilan, soal manusia tidak perlu diuji di pengadilan. Cuma perlu ada tambahan kriterianya, seperti itu kan,” ujar Najwa.
Habiburokhman pun menampik anggapan tersebut dan membuat suasana menjadi tegang.
“Ohh nggak, dan kriterianya nggak gampang. Caranya harus diuji atau dengan kriteria. Bukan berarti yang ini lebih penting dan ini nggak lebih penting, Boss.”
Najwa lalu menyoroti pentingnya adanya pengawasan eksternal agar proses penahanan tidak sekadar mengikuti prosedur di atas kertas.
“Kalau kriteria itu kan di atas kertas harus mengikuti ini ini ini. Tapi kalau kemudian itu diperiksa terbuka, bisa dapat dua-duanya, Bang. Bisa dinilai apakah kriterianya masuk, kemudian bisa juga ada lembaga yang kita harapkan independen, yang bisa saling mengkroscek kewenangan,” jelasnya.
Namun, perdebatan belum berakhir. Habiburokhman kembali menegaskan bahwa pengaturan antara penyitaan dan penahanan memang berbeda secara sistemik dan tidak bisa disamakan begitu saja.
“Ngga, udah. Jadi bolak-balik, anda ini membangun konstruksi pikiran anda. Itu sama sekali nggak bener, nggak sesederhana itu. Kita bikin pengaturannya masing-masing ya. Karena pengaturan berbeda, caranya berbeda. Memproteksi orang dan memproteksi barang berbeda,” ujarnya.
Najwa menutup pernyataannya dengan sebuah simpulan tajam dan tegas.
“Yang jelas memproteksi barang lebih penting dibandingkan memproteksi orang, seperti itu.”
Habiburokhman merespons dengan mengakhiri perdebatan tersebut.
“Silakan anda berpendapat. Saya punya pendapat yang lain. Saya punya hak untuk berpendapat yang lain,” tutupnya.
👇👇
[VIDEO]
Sumber: Fajar