PERISTIWA POLITIK

KISAH Tragis Adik Kartini, Dipermalukan-Diarak Keliling Kota Saat Tua

DEMOCRAZY.ID
April 22, 2025
0 Komentar
Beranda
PERISTIWA
POLITIK
KISAH Tragis Adik Kartini, Dipermalukan-Diarak Keliling Kota Saat Tua



DEMOCRAZY.ID - Kehidupan Raden Ajeng Kartini, bahkan sampai detil-detil terkecilnya, sudah menjadi pengetahuan umum bagi masyarakat Indonesia. 


Namun, tidak demikian halnya dengan Soesalit Djojoadhiningrat, putra satu-satunya RA Kartini yang 'terlupakan'.


Dikutip dari buku Sisi Lain Kartini tulisan Djoko Marihandono dkk, Kartini yang merupakan seorang putri bupati Jepara dinikahi oleh bupati Rembang masa itu, Raden Adipati Djojoadhiningrat. Pernikahan keduanya terjadi pada 8 November 1903.


Kurang lebih 11 bulan kemudian, tepatnya pada 13 September 1904, Kartini dan suami dianugerahi seorang putra bernama Soesalit Djojoadiningrat. 


Bayi tersebut merupakan anak pertama sekaligus terakhir Kartini karena selang empat hari kemudian, ia meninggal.


RA Kartini menghembuskan napas terakhirnya pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun. 


Menurut uraian dalam buku Kartini Masa Kini oleh Nadia Mulya, diduga kuat, Kartini meninggal karena eklampsia, kondisi medis serius yang ditandai dengan kejang-kejang.


Lalu bagaimana nasib Soesalit kecil? Berikut ini kisah hidup putra semata wayang Kartini yang masih belum banyak diketahui bangsa Indonesia.


Masa Kecil dan Pendidikan Soesalit Djojoadhiningrat


Kehilangan sosok ibu, Soesalit kemudian diasuh oleh Mas Ajeng Ngasirah alias Ibu Kartini. 


Soesalit lalu kembali ke dalam dekapan pengasuhan ayahanda, sang bupati Rembang. Nahas, pada usia delapan tahun, Soesalit kembali berduka karena ayahnya berpulang.


Setelah sang ayah mangkat, Soesalit Djojoadhiningrat berada di bawah tanggung jawab Abdulkarnaen Djojoadhiningrat, kakak tirinya. 


Dirujuk dari laman resmi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Qimah dari UIN Sunan Ampel, Soesalit tumbuh sebagai anak yang cerdas dan penuh semangat.


Sama seperti ibunya, Soesalit menempuh pendidikan dasar di Europe Lagere School alias ELS. 


Berdasar informasi dari buku Kartini: Sebuah Biografi karya Sitisoemandari Soeroto, Soesalit lulus dari sekolah yang berlokasi di Rembang tersebut pada tahun 1919.


Ia kemudian meneruskan pendidikan ke Hogere Burgerschool (HBS) Semarang. 


Dulunya, Kartini juga sempat menginginkan bersekolah di tempat tersebut kendati gagal karena tentangan sang ayah. Soesalit lulus dari HBS pada 1925.


Selepas HBS, Soesalit Djojoadhiningrat mengenyam pendidikan lanjutan di Rechtshoogeschool (RHS) Batavia selama setahun. 


Masa studi Soesalit berakhir dan babak baru dalam kehidupannya dimulai, yakni bekerja.


Karier Soesalit Djojoadhiningrat


Usai keluar dari RHS, Soesalit sempat bekerja selama beberapa tahun sebagai seorang pegawai pamong praja kolonial. 


Tanpa diduga, kakak tirinya, Abdulkarnaen, mendaftarkan Soesalit ke Politieke Inlichtingendienst (PID) atau mudahnya, dinas polisi rahasia Hindia Belanda.


Dilihat dari Jurnal Candi berjudul 'Politieke Inlichtingen Dienst (PID) pada Masa Pemerintah Hindia Belanda Tahun 1916-1942' oleh Atik Fajar Kurniawati dkk, PID didirikan dengan tujuan melakukan pengawasan terhadap aktivitas politik penduduk lokal. Pekerjaan ini membuat tekanan tersendiri bagi Soesalit.


Masuknya Jepang ke Indonesia menjadi pintu keluar yang telah dinanti-nanti Soesalit. Ia segera bergabung dengan barisan Pembela Tanah Air (PETA). 


Kariernya melejit di PETA. Hal ini dibuktikan dengan pangkat daidancho atau setara mayor yang diraihnya.


Usai Indonesia merdeka, Soesalit dan pasukannya di PETA dilebur dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR). 


Putra semata wayang Kartini tersebut kemudian aktif dalam beberapa pertempuran pascakemerdekaan. Namanya dihormati di kalangan tentara.


Namun, simpati Soesalit kepada kaum kiri membuatnya terkena nasib sial. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada 18 September 1948 membuat nama Soesalit tercoreng. Pasalnya, ditemukan sebuah dokumen yang diklaim milik pemberontak.


Dokumen tersebut menulis bahwasanya Soesalit termasuk 'orang yang diharapkan' sehingga muncul kecurigaan lebih lanjut. Apa lagi, keponakan Soesalit, Soetanti, menikah dengan gembong PKI, DN Aidit.


Meski tak pernah terbukti, jabatan militer yang sempat diembannya dicopot dan namanya bak tenggelam dalam lautan catatan sejarah setelah itu. 


Selama karier militer, Soesalit pernah menduduki sejumlah jabatan penting, seperti Panglima Divisi III Diponegoro yang bertanggungjawab terhadap wilayah Kedu dan sekitarnya dan Panglima Divisi 1 Diponegoro.


Selepas Tragedi Madiun, Soesalit dijadikan tahanan rumah kendati kemudian dibebaskan. Jabatan panglimanya telah terlepas dan sebagai ganti, Soesalit dijadikan perwira staf AD di Kementerian Pertahanan. 


Sosoknya juga diketahui pernah menjabat sebagai kepala penerbangan sipil Kabinet Ali Sastroamidjojo dan penasihat Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri.


Keturunan dan Akhir Hayat Soesalit Djojoadhiningrat


Berdasar penjelasan dari laman resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Soesalit Djojoadhiningrat sempat menikah dengan seorang wanita Jawa bernama Siti Loewijah. Pernikahannya dikaruniai seorang putra bernama Boedi Setyo Soesalit.


Cucu RA Kartini tersebut di kemudian hari menikah dengan Sri Bidjatini. Keduanya memiliki lima orang anak bernama RA Kartini Setiawati Soesalit, RM Kartono Boediman Soesalit, RA Roekmini Soesalit, RM Samingoen Bawadiman Soesalit, dan RM Rahmat Harjanto Soesalit, dikutip situs resmi SD Negeri 7 Muntok.


Soesalit sendiri wafat pada 17 Maret 1962. Jenazahnya disemayamkan di kompleks makam RA Kartini yang berlokasi di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.


Sumber: Detik

Penulis blog