DEMOCRAZY.ID - Di tengah sorotan publik terhadap keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo serta gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Jaksa Agung ST Burhanuddin kini turut menjadi perhatian.
Indonesian Audit Watch (IAW) secara resmi melaporkan dugaan ketidaksesuaian data pendidikan Burhanuddin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta tujuh lembaga negara lainnya.
Kasus ini dinilai memiliki pola serupa dengan kontroversi pendidikan Bahlil Lahadalia.
Dalam pencarian data akademik, nama Bahlil hanya tercatat sebagai mahasiswa program doktoral di Universitas Indonesia sejak 13 Februari 2023, sementara tidak ditemukan riwayat pendidikan S1 dan S2 atas namanya dalam sistem data pendidikan nasional.
Adapun mengenai Jaksa Agung ST Burhanuddin, riwayat pendidikannya telah menjadi bahan sorotan sejak 2021 karena perbedaan keterangan antara berbagai dokumen resmi.
Perbedaan mencolok terlihat pada informasi gelar sarjana dan magister yang dimuat dalam buku pengukuhan profesornya serta di situs resmi Kejaksaan Agung.
Dalam naskah pengukuhan gelar profesor, Burhanuddin disebut lulus dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang pada tahun 1983.
Namun, laman Kejaksaan Agung mencatat dirinya sebagai lulusan Universitas Diponegoro, Semarang, pada tahun 1980.
Perbedaan serupa ditemukan dalam keterangan gelar magister.
Situs Kejaksaan Agung mencatat Burhanuddin menyelesaikan program Magister Manajemen di Universitas Indonesia pada tahun 2001.
Sedangkan dalam dokumen pengukuhan profesornya, ia disebut sebagai lulusan Sekolah Tinggi Manajemen Labora, Jakarta, di tahun yang sama.
Perbedaan data tersebut menjadi dasar pelaporan kami.
"Kami meminta Ombudsman Republik Indonesia untuk menyelidiki kemungkinan adanya maladministrasi dalam penerbitan ijazah Jaksa Agung,” ujar Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri IAW, dalam keterangan tertulisnya, Senin 14 April 2025.
IAW juga menyoroti gelar doktor Burhanuddin yang disebut diperoleh dari Universitas Satyagama, Jakarta.
Dalam data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) milik Kementerian Pendidikan, Burhanuddin tercatat sebagai dosen Program Studi Ilmu Hukum di universitas tersebut, namun tercantum sebagai pemegang gelar doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan serius, mengingat yang bersangkutan tercatat mengajar mata kuliah hukum meskipun memiliki gelar doktor di bidang ekonomi,” tambah Iskandar.
Iskandar menekankan bahwa persoalan ini menyangkut kredibilitas pejabat publik serta integritas institusi pendidikan.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar proses verifikasi dilakukan secara terbuka dan menyeluruh.
Sumber: Sawitku