Onani Politik 2029: 'Akankah Prabowo Kembali Berduet Dengan Gibran atau Justru Jalan Untuk Dinasti Jokowi?'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Sejak dilantik sebagai Presiden RI 2024-2029, Prabowo Subianto memiliki ruang besar untuk menentukan arah kebijakan nasional, namun tak dapat dipungkiri bahwa pengaruh Presiden Joko Widodo masih cukup kuat.
Keputusan menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dalam Pilpres 2024 mencerminkan betapa eratnya hubungan antara Prabowo dan Jokowi.
Kini, pertanyaan besar muncul: Jika Prabowo mencalonkan diri kembali pada 2029, akankah ia tetap memilih Gibran sebagai pendampingnya?
Atau justru skenario lain tengah disiapkan demi kepentingan politik Jokowi dan keluarganya?
Prabowo-Gibran: Sebuah Duet Berulang atau Sekadar Strategi Politik?
Secara teori, Prabowo masih berpeluang maju untuk periode kedua pada 2029, dengan asumsi stabilitas politik dan elektabilitasnya tetap terjaga.
Jika demikian, maka pilihan pasangan cawapres tentu menjadi perhatian utama.
Gibran, sebagai Wakil Presiden, memiliki keuntungan dalam hal pengalaman dan eksposur politik yang lebih besar selama lima tahun menjabat.
Ia bisa saja menjadi pilihan yang logis untuk mendampingi Prabowo kembali.
Namun, politik selalu bergerak dinamis. Tidak menutup kemungkinan bahwa Prabowo, dengan kekuatan politiknya sendiri, akan memilih figur lain yang lebih menjanjikan, baik dari sisi elektoral maupun kepentingan koalisi.
Apalagi, kehadiran Gibran dalam pemerintahan Prabowo sejauh ini masih dianggap sebagai konsekuensi dari campur tangan Jokowi.
Jika Prabowo ingin menegaskan kemandiriannya, bisa jadi ia akan meninggalkan Gibran dan mencari pasangan lain yang lebih sesuai dengan strategi politiknya.
Agenda Besar Jokowi: Menyiapkan Gibran sebagai Capres 2029?
Jika bukan Prabowo yang mencalonkan diri pada 2029, maka siapa? Di sinilah kemungkinan besar Jokowi sudah menyiapkan rencana cadangan, yakni mendorong Gibran sebagai calon presiden.
Langkah-langkah politik yang dilakukan selama ini menunjukkan indikasi ke arah tersebut.
Mulai dari memuluskan jalannya sebagai cawapres di usia muda, hingga membangun citra Gibran sebagai sosok yang ‘terbiasa’ dengan politik tingkat nasional.
Semua ini dapat dilihat sebagai strategi jangka panjang Jokowi untuk memastikan kelangsungan dinasti politiknya.
Jokowi tampaknya telah belajar dari sejarah politik Indonesia, bahwa keberlangsungan kekuasaan bisa dijaga melalui penguatan jejaring dan regenerasi dalam lingkaran kekuasaan.
Jika Prabowo tidak maju pada 2029, maka Gibran adalah kandidat paling potensial yang bisa diusung oleh kelompok pendukung Jokowi.
Tentu, ini bukan hanya sekadar ambisi personal, tetapi juga kepentingan para oligarki yang telah menikmati keuntungan besar selama era Jokowi.
Apa yang Bisa Dihadapi pada 2029?
Apabila skenario ini terjadi, maka Pilpres 2029 bisa menjadi panggung pertarungan antara dua kubu besar: mereka yang ingin mempertahankan status quo dengan keberlanjutan kepemimpinan ala Jokowi, dan mereka yang ingin membawa perubahan dengan figur baru di luar lingkaran tersebut.
Apakah rakyat akan kembali menerima politik dinasti? Ataukah akan muncul gelombang perlawanan terhadap skenario ini?
Yang jelas, segala manuver politik yang dilakukan hari ini memiliki dampak jangka panjang yang bisa menentukan arah demokrasi Indonesia ke depan.
Satu hal yang pasti, skema politik Jokowi tidak pernah berdiri tanpa kepentingan.
Jika melihat pola permainan yang ada, kepemimpinan nasional bukan sekadar tentang siapa yang paling layak memimpin, tetapi siapa yang paling siap dengan strategi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. ***
Sumber: FusilatNews