DEMOCRAZY.ID - Selain Aguan, ada tiga purnawirawan TNI yang namanya ikut mencuat gegara kasus ini. Siapa saja? Simak!
Nono Sampono
Nono Sampono adalah pensiunan TNI, yang menjabat Presiden Direktur Agung Sedayu Group. Letjen TNI Purn Nono Sampono masuk dalam jajaran direksi PT Cahaya Inti Sentosa.
Perusahaan ini menguasai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di pagar laut wilayah perairan Kabupaten Tangerang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan setidaknya terdapat 263 bidang tanah dalam bentuk SHGB dengan rincian 234 bidang tanah dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang dengan kepemilikan tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, serta sembilan bidang tanah atas nama perorangan.
Selain itu terdapat SHM sebanyak 17 bidang. Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum, bahwa PT Cahaya Inti Sentosa merupakan perusahaan yang beroperasi di sektor real estate.
Perusahaan tersebut dimiliki oleh PT Agung Sedayu, PT Tunas Mekar, dan Pantai Indah Kapuk 2, dan sejumlah orang. Letjen TNI Purn Nono Sampono sendiri merupakan seorang tokoh militer Indonesia.
Pria kelahiran 1 Maret 1953 ini, pada tahun 1972 bergabung dengan Akademi Angkatan Laut (AL). Nono pernah menempati sejumlah posisi strategis.
Yakni Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) periode 2001 - 2003, Gubernur AAL dan Komandan Jenderal Akademi TNI.
Nono pernah menjadi anggota pasukan Danpaspampres di era kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Tahun 2010, Nono dilantik oleh Menteri Perhubungan sebagai Kepala Badan Search And Rescue Nasional (Basarnas) menggantikan pejabat sebelumnya Wardjoko, mengutip dpd.go.id.
Nono kini menjabat sebagai Wakil Ketua 1 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, periode 2019-2024 dari Provinsi Maluku dengan perolehan suara 60.934.
Sebelumnya Nono terpilih menjadi anggota DPD RI mewakili Provinsi Maluku periode tahun 2014 -2019 setelah berhasil mendapatkan 65.189 suara.
Freddy Numberi
Kasus pagar laut di Tangerang, Banten menyeret nama Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004-2009 Freddy Numberi.
Purnawirawan TNI Angkatan Laut ini diduga menjadi Komisaris di dua perusahaan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut Tangerang, Banten, yaitu PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Jabatan Freddy ini tercatat dalam Akta Hukum Umum (AHU) kedua perusahaan tersebut. Nama Freddy Numberi mencuat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membeberkan Sertifikat HGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang, Banten tersebut.
Freddy Numberi diketahui merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Freddy Numberi juga pernah menduduki posisi strategis lainnya, seperti Menteri Perhubungan (2009-2011), Gubernur Papua (1998), hingga Duta Besar Indonesia untuk Italia dan Malta.
Laksamana Madya TNI (Purn.) Freddy Numberi, S.IP. lahir 15 Oktober 1947 silam. Dia merupakan mantan tokoh militer dan seorang politikus Indonesia.
Terkait perjalanan kariernya, Freddy Numberi diketahui menyelesaikan Pendidikan AKABRI pada tahun 1968, kemudian masuk pendidikan khusus AAL di Surabaya pada tahun 1969 dan lulus bulan Desember 1971.
Setelah lulus dari AAL ia dipercaya menjadi Komandan KRI Sembilan di kawasan timur Indonesia, Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Parchim, Frosch, dan Kondor periode 1995-1996.
Pangkat tertingginya di Angkatan Laut (TNI AL) adalah Laksamana Madya.
Hadi Tjahjanto
Mantan Panglima TNI Marsekal Purn Hadi Tjahjanto juga terseret polemik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas wilayah yang dipasangi pagar laut di Tangerang, Banten.
Hal tersebut bermula dari keterangan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid tentang kepemilikan pagar laut di Tangerang, Senin (20/1/2025).
Nusron mengatakan, Kementerian ATR/BPN punya kewenangan untuk meninjau ulang HGB dan SHM pagar laut Tangerang karena sertifikat ini terbit pada 2023, Senin (20/1/2025).
Dari situlah, Hadi turut dimintai keterangan oleh awak media karena pernah menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada 2022-2024.
Adapun Hadi menduduki posisi pada Februari 2022-Februari 2024. Hadi sendiri mengaku tidak mengetahui penerbitan sertifikat pagar laut Tangerang.
Hadi mengawali kariernya sebagai Perwira Penerbang Skadron Udara 4 Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh pada tahun 1986.
Dia sempat dipercaya sebagai Komandan Satuan Udara Pertanian Komando Operasi Angkatan Udara I (2001) dan Kepala Departemen Operasi Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (2004).
Hadi tercatat pernah menjadi Kepala Dinas Personel Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh (2006), Kepala Sub Dinas Administrasi Prajurit Dinas Administrasi Persatuan Angkatan Udara (2007), Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo (2010–2011), dan Perwira Bantuan I/Rencana Operasi TNI (2011).
Karier Hadi Tjahjanto makin moncer setelah ia didapuk menjadi Perwira Menengah Sekretaris Militer Kementerian Sekretaris Negara pada tahun 2011. Di tahun yang sama, ia kemudian ditunjuk sebagai Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional.
Pada tahun 2013, Hadi lalu diangkat menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara.
Kemudian, Hadi dimutasi untuk mengisi kursi jabatan sebagai Komandan Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh pada tahun 2015.
Pada tahun 2015, Hadi kembali dimutasi menjadi Sekretariat Militer Presiden.Satu tahun kemudian, ia didapuk untuk menduduki posisi sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan.
Pada tahun 2017, Hadi kemudian diamanahkan untuk menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Barulah setelah itu Marsekal Hadi Tjahjanto diangkat sebagai Panglima TNI.
Diduga dalang
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengungkap tujuh pihak yang diduga dalang pembangunan pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Hal itu telah disertakan dalam laporannya ke Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. Hingga saat ini tak kunjung ada informasi perkembangannya.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni menjelaskan, ketujuh pihak ini diduga memiliki peranan kuat dalam membangun pagar laut yang terbuat dari bambu. Hal itu diketahui setelah pihaknya mendapat informasi kuat yang bersumber dari sosial media.
"Nah tujuh nama ini ya satu swasta yang lainnya adalah individu, walaupun individu ini diduga bagian dari swasta itu juga," kata Gufroni saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025) pagi.
Adapun ketujuh "dalang" pembangunan pagar laut itu yakni, Agung Sedayu Group. Perusahaan yang bergerak dibidang properti ini diduga kuat "dalang" yang membangun pagar laut.
"Pertama tentu yang paling bertanggung jawab ya saya kira adalah Agung Sedayu Group, ya karena di beberapa video itu ada pengakuan-pengakuan dari pekerja-pekerja yang memasang bambu itu di beberapa titik yang di Kronjo itu mengatakan bahwa ini memang proyek Agung Sedayu Grup," kata Gufroni.
"Jadi tidak terbantahkan bahwa ini adalah pagar misterius, tidak jelas siapa pemiliknya Karena pekerja-pekerja bambu itu dengan lengan polosnya mungkin, yang menyebut bahwa ini (proyek) Agung Sedayu Grup, Itu yang pertama ya," timpalnya.
Adapun orang individu yang diduga terlibat dalam pembangunan pagar laut ialah, Ali Hanafi Lijaya.
Dari informasi yang didapat, Gufroni mengatakan, Ali Hanafi merupakan orang kepercayaan Sugianto Kusuma alias Aguan, perintis Agung Sedayu Group.
"Ali Hanafi Wijaya, itu kami dengar adalah tangan-tangannya Aguan. Tapi beliau ini sebenarnya bukan hanya persoalan pagar bambu saja, tapi persoalan pembebasan lahan, soal perampasan tanah di Kabupaten Tangerang, Ali Hanafi lah yang lebih banyak bermain, yang terlibat di lapangan. Jadi dia lah yang diduga yang membiayai tentang pagar bambu ini," kata Gufroni.
Kemudian, kata Gufroni, ada juga nama Encun alias Gojali. Ia berkata, Encun berperan untuk memfasilitas segala kebutuhan.
"Baru yang di lapangan yang mencari pekerja Yang menyiapkan bambu-bambu itu ada namanya Mandor Memet. Jadi beberapa orang di sana sudah tahu Mandor Memet siapa, Encun siapa, apalagi Ali Hanafi, ini satu kesatuan ya," bebernya.
Selain warga sipil, Gufroni menyebut, Kepala Desa Kohot, Arsin juga diduga terlibat salang pembangunan pagar laut itu.
Hal itu diyakini lantaran dari video yang didapat Arsin turun mengatur bambu yang diuganakan sebagai bahan membuat pagar laut.
"Ada video yang viral ya di situ ada Pak Arsin menyuruh orang untuk membawa atau mengatur bambu-bambu di pinggir pantai. Ini kami ketahui bahwa ini ada hubungannya dengan pagar bambu, walaupun dia sudah klarifikasi bahwa ini bukan ini kan untuk mencegah abrasi. Ya tinggal diklarifikasi oleh kepolisian," ungkap Gufroni.
Selain itu, Gufroni juga melaporkan dua anggota dari kelompok yang dinamakan Jaringan Rakyat Pantura (JRP).
"Ada dua nama juga yang kami sampaikan, ada Sandi Martapraja ya yang mengklaim bahwa ini swadaya. Kemudian ada lagi Tarsin yang mengaku-ngaku nelayan Itu kami juga sampaikan nama-nama itu ke Mabes Polri," jelas Gufroni.
Sumber: MonitorIndonesia