DEMOCRAZY.ID - Anggota komisi IV Firman Subagyo dan anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyoroti rencana perubahan peruntukan hutan lindung mangrove menjadi kawasan properti oleh pengembang properti PT Mutiara Intan Permai (MIP) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten..
Hal itu disampaikan Firman Subagyo dan Guspardi Gaus dalam kesempatan berbeda.
Firman mengakui terkejut adanya pengajuan hutan lindung seluas 1.602 hektare yang lokasinya bersebelahan dengan PIK 2
“Kalau itu (hutan mangrove) bakal dialihkan untuk wisata, bagaimana nasib nelayan disini,” kata Firman Subagyo dalam podcast diskursus yang dilihat Jumat 31 Januari 2025.
Firman berpendapat, mangrove yang ada di kawasan hutan lindung seluas 1.602 hektar seharusnya dipertahankan untuk menahan tidak terjadinya abrasi.
“Mangrove juga punya fungsi penting bagi nelayan karena menjadi tempat berkumpulnya ikan dan kepiting,” kata Firman Subagyo
Jika izin ini diberikan, pemerintah mengesampingkan azas manfaat bagi masyarakat.
Menurut Firman, kekhawatiran ini bermula dari adanya pembatasan akses yang ketat ke wilayah tersebut.
Masyarakat, termasuk wakil rakyat, dilarang untuk melihat kondisi hutan mangrove secara langsung.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa akses ke lahan yang seharusnya dilindungi begitu tertutup,” kata Firman.
"Ini sangat aneh. Kenapa kami sebagai wakil rakyat tidak boleh melihat kondisi di sana? Kami punya tugas untuk menyerap aspirasi masyarakat, dan ini jelas menghalangi kami," ujar Firman.
Guspardi Gaus juga menyoroti rencana perubahan peruntukan hutan lindung mangrove menjadi kawasan properti oleh pengembang properti PT Mutiara Intan Permai (MIP) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten.
Guspardi mengungkapkan pihaknya telah menerima banyak aduan dari masyarakat terkait rencana pengubahan hutan lindung mangrove seluas 1.602 hektar menjadi kawasan properti.
Ia pun mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh pengembang dalam melakukan perubahan tersebut.
"Kami akan meminta penjelasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait hal ini. Kami ingin tahu apakah ada izin yang diberikan untuk perubahan peruntukan hutan lindung mangrove tersebut," kata Guspardi.
Guspardi juga meminta agar pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya untuk tidak tutup mata terhadap persoalan ini
Ia mengingatkan bahwa hutan lindung mangrove memiliki fungsi penting bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
"Hutan lindung mangrove ini adalah aset penting bagi kita. Jangan sampai kita korbankan demi kepentingan bisnis semata," tegasnya.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak pengembang terkait tudingan tersebut.
Namun, rencana perubahan peruntukan hutan lindung mangrove ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan aktivis lingkungan.
Penjelasan Menhut
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan pihaknya sedang mendalami dokumen usulan Pemerintah Provinsi Banten mengenai rencana perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi untuk Pantai Indah Kapuk (PIK 2), Tangerang.
Raja Juli Antoni mengakui terdapat permohonan dari Penjabat (Pj) Gubernur Banten melalui surat B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 tanggal 25 Juli 2024 yang pada pokoknya mengajukan usulan perubahan fungsi kawasan lindung menjadi hutan produksi di Kabupaten Tangerang.
Dia mengatakan bahwa pengajuan tersebut seluas 1.602,79 hektare sebagai dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) sektor pariwisata atau yang dikenal sebagai proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK 2).
"Terhadap hal tersebut, kami sedang mendalami dokumen yang telah diajukan," kata Antoni dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 23 Januari 2025.
Lebih lanjut, Antoni menuturkan bahwa selain mendalami dokumen yang diajukan, pihaknya juga akan segera membentuk tim terpadu dengan melibatkan berbagai pihak.
"Selanjutnya, Kementerian Kehutanan akan membentuk tim terpadu yang beranggotakan Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN," ujarnya.
Dia menuturkan, tim terpadu tersebut dibentuk untuk melihat kondisi faktual di lapangan dan mengidentifikasi data, guna mempertimbangkan kecukupan luasan kawasan hutan, daya dukung dan daya tampung kawasan hutan tersebut.
"Ini sebagai dasar untuk pengambil kebijakan terkait permohonan yang dimintakan oleh Pj Gubernur Banten yang dimaksud," jelasnya.
Kendati demikian, Menhut menegaskan bahwa Kementerian Kehutanan akan melakukan semua proses dengan transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami berjanji akan melaksanakan semua proses ini secara transparan, secara akuntabel dan mengikuti norma-norma peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Menhut.
Sumber: Sawitku