CATATAN EKBIS POLITIK

GAS MELON: 'Kebijakan Menyengsarakan Rakyat Untuk Pengalihan Isu PIK-2 PSN'

DEMOCRAZY.ID
Februari 04, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
EKBIS
POLITIK
GAS MELON: 'Kebijakan Menyengsarakan Rakyat Untuk Pengalihan Isu PIK-2 PSN'


GAS MELON: 'Kebijakan Menyengsarakan Rakyat Untuk Pengalihan Isu PIK-2 PSN'


Polemik mengenai kejahatan terkait PIK2 PSN yang mulai terbongkar kini coba ditutupi dengan pengalihan isu soal Gas Melon. 


Memang, menertibkan harga Gas Melon bisa diterima, namun bukan dengan cara yang drastis dan tiba-tiba. 


Kebijakan semacam ini justru berisiko menyengsarakan rakyat kecil, yang mana dengan mempersulit perizinan Gas Melon, akibatnya adalah hilangnya pasokan di pasaran.


Gas Melon merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, terutama untuk memasak. Bagi banyak rakyat kecil dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bergerak di sektor makanan, kebijakan ini sangat merugikan karena mengancam keberlangsungan usaha mereka.


Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengungkapkan bahwa harga gas di pusat adalah Rp 12.750, dan terkejut dengan harga Gas Melon yang dijual di warung mencapai Rp 20.000. 


Namun, jika dilacak dari harga di pangkalan pengisian Rp 15.000, masuk agen Rp 18.000, dan pengecer menjualnya di warung Rp 20.000, rakyat tidak protes karena yang penting mereka bisa mendapatkan gas tersebut. 


Ini adalah kebutuhan vital, dan harga yang sedikit lebih mahal bisa dimaklumi daripada kesulitan dalam mendapatkannya.


Namun, jika kebijakan ini mematok harga seragam Rp 12.750 atau Rp 18.000, pengecer menjadi bingung. Tidak semua pengecer memiliki modal besar atau cukup tabung gas kosong untuk menjadi agen. 


Menjadi agen memerlukan modal besar, yakni membeli minimal 60 tabung gas kosong yang harganya Rp 150.000 per tabung. 


Jika dihitung, biaya modal untuk menjadi agen bisa mencapai Rp 9.000.000, jumlah yang tidak sedikit bagi pengecer kecil.


Apakah Menteri Bahlil Lahadalia sudah memahami realita kehidupan rakyat kecil di lapangan? 


Kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha besar akan menyebabkan pengecer kecil, yang sebenarnya sangat dekat dengan rakyat, terpuruk. Kebijakan seperti ini jelas menunjukkan ketidakpahaman terhadap realita ekonomi rakyat.


Jika kebijakan ini dipusatkan pada pengusaha pangkalan, maka yang bisa menjadi agen hanyalah mereka yang memiliki modal besar. 


Ini hanya akan memperparah ketimpangan ekonomi dan semakin menguntungkan pengusaha besar. 


Sementara itu, rakyat kecil, yang sangat bergantung pada Gas Melon untuk bertahan hidup, menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.


Kebijakan yang merugikan rakyat banyak ini, terutama yang menyangkut hajat hidup mereka, sejatinya adalah sebuah kejahatan. 


Gas Melon bagi rakyat kecil adalah soal hidup dan mati, karena pemerintah tidak memberikan alternatif bahan bakar lain yang lebih terjangkau untuk memasak. 


Apakah dengan kebijakan seperti ini, pemerintah bisa mendapatkan simpati rakyat?


Sudah saatnya kita berhenti membodohi rakyat dengan isu-isu kontra-isu yang hanya membuat mereka sengsara. 


Sebagai menteri, seharusnya pemikiran Anda lebih maju dan relevan dengan kebutuhan rakyat, bukan malah kebijakan yang membingungkan dan menambah beban hidup mereka.


Jika saja kekayaan ibu pertiwi ini dikelola dengan baik, dan sepenuhnya diarahkan untuk kemakmuran rakyat, mungkin Gas Melon bisa saja diberikan secara gratis. 


Tidak perlu ada kata “subsidi” yang sebenarnya merupakan kebohongan. Subsidi itu seharusnya diterima rakyat dari kekayaan negara yang mereka bayar melalui pajak.


Bicara soal subsidi, kenapa tidak kita lihat pula bagaimana kebijakan pemerintah terhadap negara lain, seperti subsidi yang diberikan oleh Megawati terhadap RRC dengan Gas Tangguh yang sampai hari ini masih dijual dengan harga 1/3 harga gas dunia. 


Apakah ini yang dimaksud dengan keberpihakan pada wong cilik? Bukankah tanggung jawab pada rakyat kecil lebih penting daripada politik kepentingan?


Dengan isu Gas Melon yang saat ini menjadi polemik, bisa jadi ini adalah cara untuk menutupi permasalahan besar terkait PIK2 PSN yang belum tuntas. 


Pemerintah harus sadar bahwa rakyat tidak boleh terus menerus dijadikan korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. ***


Prihandoyo Kuswanto

Sukolilo, Surabaya

Penulis blog