HUKUM KRIMINAL POLITIK

Terungkap! Modus 'Pencatutan' Surat Tanah Dibongkar, Warga Desa Kohod: Orangnya Masih Hidup Dibilang Sudah Mati

DEMOCRAZY.ID
Januari 28, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
KRIMINAL
POLITIK
Terungkap! Modus 'Pencatutan' Surat Tanah Dibongkar, Warga Desa Kohod: Orangnya Masih Hidup Dibilang Sudah Mati



DEMOCRAZY.ID - Salah seorang warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, membongkar modus pencatutan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SGHB) dan Sertikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Pantai Alar Jiban.


Polemiknya, penerbitan sertifikat tanah itu diduga tidak berdasarkan izin dari orang yang bersangkutan. Bahkan nama yang ada di surat tanah itu orangnya masih hidup, namun dibilang sudah meninggal (ahli waris).


"Kami ini masyarakat kampung Alar Jiban, Desa Kohod itu sudah melapor ke ATR waktu itu. Kemudian ATR dan KPK pada tanggal 10, September 2024, kami sudah melapor masalah ini apa, patok laut sama sertifikat laut," ujar seorang berinisial K, dikutip Senin, 27 Desember 2025.


Dia mengatakan, saat melaporkan kasus tersebut juga sempat melakukan audiensi dengan staf Kementerian ATR/BPN. Namun mereka tidak tahu menahu soal pagar laut dan sertifikat laut


"Bahkan mereka pun mengatakan 'tidak tahu, tidak tahu, tidak tahu'. Padahal kami sudah bawa bukti. Itu ada pagar laut, kami bawa fotonya, kemudian sertifikat juga saya bawa," imbuhnya.


"Sertifikat itu atas nama Nasrullah. Nasrullah itu masih mempunyai seorang ayah, tetapi di sertifikat itu dikatakan bahwa beliau itu sudah meninggal, ahli waris," sambungnya.


Saat melaporkan perkara tersebut, kata dia, pihaknya bersama pengacara sudah membawa bukti-bukti nyata. 


Namun karena mereka dianggap rakyat kecil, laporannya tersendat.


"Sertifikatnya ada di kami, bukti-buktinya sudah ada di kami, sudah dilaporkan juga. Pokoknya sudah semua kami itu upayakan masalah hukum, tetapi berhubung kami ini rakyat kecil, memang kami ini nelayan," urainya.


Pria itu menegaskan, pihaknya sangat berani dan terbuka untuk membuktikan bahwa yang melapor ini adalah benar-benar nelayan asli.


"Kalau tidak percaya, kalau kami nelayan, kami punya semua. Dari KTP kami sampai kartu nelayan kami punya. Kami benar-benar nelayan," tukasnya.


Sebelumnya diberitakan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid resmi membatalkan sejumlah sertifikat di wilayah pagar laut yang berada di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang,  Banten.


Proses pembatalan itu dilakukan dengan memeriksa tiga hal utama. Yaitu dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah.


"Hari ini kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertipikat, baik itu SHM maupun HGB. Tata caranya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis. Langkah kedua adalah mengecek prosedur," ujar Menteri Nusron kepada awak media, Jumat, 25 Januari 2025.


"Kami bisa melihatnya melalui komputer untuk memastikan apakah prosesnya sudah benar atau belum. Namun, karena ini menyangkut pembatalan, langkah terakhir adalah mengecek fisik materialnya. Tadi kami sudah datang dan melihat kondisi fisiknya," sambungnya.


Menteri Nusron mengatakan, pihaknya memastikan proses pembatalan dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur yang berlaku.


"Kami harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sah dan sesuai dengan aturan yang ada. Jadi, jangan sampai kita membatalkan sesuatu yang kita anggap cacat hukum maupun cacat material, proses pembatalannya cacat juga," jelasnya.


Dalam kesempatan itu, Menteri Nusron didampingi Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Harison Mocodompis,


Menyaksikan Penandatanganan Permohonan Pembatalan SK Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang langsung disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten.


Lebih lanjut Menteri Nusron mengaku bahwa proses verifikasi sertifikat tanah sendiri memerlukan waktu, dan hingga saat ini, sekitar 50 bidang tanah telah diperiksa.


"Kami akan terus memeriksa satu per satu, karena setiap dokumen dan material tanah harus dicek dengan cermat," katanya.


Selain itu, terkait sanksi dalam penerbitan sertifkat, Nusron menjelaskan jika hal tersebut merupakan tindak pidana, tentu terdapat sanksi.


"Namun, bagi pejabat kami, itu disebut maladministrasi, karena dianggap tidak prudent dan tidak cermat. Inspektorat kami sudah memeriksa selama empat hari, dan semua pihak terkait sudah diperiksa," ujarnya.


Dalam upaya meningkatkan pengawasan, Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk meningkatkan manajemen risiko serta ketelitian petugas dalam proses verifikasi.


"Dengan adanya aplikasi Bhumi ATR/BPN, kesalahan apapun tidak bisa disembunyikan. Semua orang bisa mengakses data dan menjadi kontrol sosial," tukasnya.


Sumber: Disway

Penulis blog