DAERAH PERISTIWA POLITIK

TERUNGKAP 'Intimidasi' Perampasan Tanah Warga Pesisir Tangerang: Kalau Gak Mau, Gua Lelepin di Empang!

DEMOCRAZY.ID
Januari 23, 2025
0 Komentar
Beranda
DAERAH
PERISTIWA
POLITIK
TERUNGKAP 'Intimidasi' Perampasan Tanah Warga Pesisir Tangerang: Kalau Gak Mau, Gua Lelepin di Empang!



DEMOCRAZY.ID - Meskipun pagar laut Yangerang telah dibongkar oleh pemerintah melalui TNI Angkatan Laut bersama KKP serta warga, Ahmad Khozinudin bongkar sadisnya indtimidasi perampasan tanah warga pesisir Tangerang 


Ahmad Khozinudin yang merupakan Advokat Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat atau TA-MOR PTR dan juga pengacara menyebutkan sosok yang melakukan perampasan tanah yaitu Ali Hafiah Lijaya, di mana dalam aksinya dibantu oleh 3 orang yang menjadi kaki tangannya.


Menurut Khozinudin, 3 orang inilah sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan masyarakat dalam perampasan tanah untuk kepentingan Ali Hafiah Lijaya.


Tidak hanya itu 3 orang ini juga disebut namannya ada dalam sertifikat tanah yang dirampas dari warga.


Dalam poscast bersama Abraham Samad, Khozinudin menjelaskan bahwa dirinya menyebutkan bahwa perampasan tanah adalah tanah yang diambil oleh pihak lain tanpa keridaan pemiliknya, baik dari sisi harga hingga tidak dibayar.


Khozinudin menyebutkan bahwa tanah milik warga yang dilahan PIK 2 tersebut dibeli dengan paksaan hingga indimidasi dari 3 orang kaki tangan Ali Hafiah Lijaya.


Adapun 3 orang kaki tangan Ali Hafiah Lijaya adalah Freddy, Hendri dan Gojali.


“3 nama ini menguasai banyak sertifikat yang dijadikan sarana untuk merampas tanah rakyat,” tegas Khozinudin.


Menurut Khozinudin, warga diwilayah proyek PIK rata-rata melepas tanah mereka dengan harga mulai Rp35 ribut hingga Rp100 ribu.


Warga tersebut akhirnya melapas tanah mereka dengan harga murah karena mereka tak berdaya mendapatkan indimidasi serta ancaman dari 3 orang kaki tangan Ali Hafiah Lijaya.


“Meskipun mereka mengakui bahwa tanah didaerah tersbeut telah dibeli, namun proses transaksi tidaklah adil,” tambahnya.


“Karena jika tidak mau menjual tanah, bahasa mereka ‘kalau gak mau lu, gua lelepin di empang," ungkapnya.


Bahkan penawaran harga tanah yang dilakukan dari penawaran pertama Rp200 ribu menjadi Rp100 ribu dan jika tidak mau menjual warga diancam akan digurus serta lahan mereka langsung diuruk.


“Ali Hanafi Jaya ini di lapangan terkenal monster perampas tanah ini dan memang sudah terlalu kenyang,” paparnya.


Khozinudin megakui jika menyeret Aguan dalam kasus ini akan sulit jika berdasarkan bukti hukum, namun jika dilihat dari sisi kepentingan, adapun pihak yang diuntungkan dengan perampasan tanah ini adalah PIK.


“Karena akhirnya tanah-tanah rampasan ini ujungnya digunakan untuk industri properti PIK,” terangnya.


Menurut Khozinudin, Ali Hafiah Lijaya sendiri merupakan orang Aguan dan juga diduga menjadi dalang pemasangan pagar laut Tangerang.


Tidak hanya pihak swasta, pengacara yang mengakui telah melakukan investigasi terkait lahan di kawasan PIK, menjelaskan jika pegawai pemerintah atau ASN diberikan uang hingga Rp500 juta serta kendaraan untuk memuluskan rencana ini.


“Proses ini berawal dari desa karena dari desa Girik diproses tentu diketahui oleh Kepala Desa, kemudian berlanjut di BPN,” jelasnya.


Khozinudin juga meminta agar pemerintah memeriksa semua pejabat dan pemerintahan yang terlibat dalam kasus ini jika memang mau menegakan keadilan bagi masyarakat.


Sumber: DisWay

Penulis blog