HOT NEWS PERISTIWA POLITIK TRENDING

TERKUAK! Kepala Desa Kohod 'Nyogok' Warga Rp 15 Juta per KK Untuk 'Tutup Mulut' Soal Pagar Laut, Ini Buktinya

DEMOCRAZY.ID
Januari 27, 2025
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
PERISTIWA
POLITIK
TRENDING
TERKUAK! Kepala Desa Kohod 'Nyogok' Warga Rp 15 Juta per KK Untuk 'Tutup Mulut' Soal Pagar Laut, Ini Buktinya



DEMOCRAZY.ID - Sosok Arsin, Kepala Desa (Kades) Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, yang kini menjadi perhatian karena terseret kasus pagar laut Tangerang.


Nama Kades Kohod ini mulai masuk dalam pemberitaan setelah menolak pembongkaran pagar laut Tangerang.


Pasalnya, ia sama saja tak mengindahkan perintah Presiden Prabowo Subianto yang meminta dilakukan pembongkaran pagar laut Tangerang.


Kades Kohod ngotot Kawasan Pagar Laut dulunya lahan kosong yang dijadikan Empang.


Di depan Manteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, Kades Kohod Kabupaten Tangerang ngotot bahwa kawasan pagar laut dulunya lahan kosong, bukan laut.


Publik pun bertanya-tanya siapa sosok yang menentang perintah seorang Presiden itu?


Bahkan harta kekayaan Kades Kohod pun dikuliti warganet.


Terbaru akun TikTok Bang Oblak memposting video kemarin, Sabtu (25/1/2025).


Dia bilang Kepala Desa Kohod nyogok warga 15 juta per KK agar tutup mulut soal pagar laut.


"Dapat info lagi nih gaes, bahwa Kepala Desa Kohod nyogok warga, per KK 15 juta tuh. Hari ini (Sabtu), tadi siang. Dikit-dikit nyogok, dikit-dikit nyogok. Kacau! Kacau!" ujar Bang Oblak.


"Dia nyogok agar warga tutup mulut masalah pager bambu, laut yang dipager," lanjut Bang Oblak.


👇👇


[VIDEO



@bang.oblak budaya sogok mulai berjalan#banten #bangoblak #pik2 #fyp ♬ suara asli - Bang Oblak





Gelagat Kades Kohod: Ngotot Sebut Pagar Laut Dulunya Empang, tapi Terus Kabur Saat Ditanya Wartawan




Kepala Desa (Kades) Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Arsin mengeklaim bahwa lahan pagar laut yang berada di wilayahnya dulunya adalah daratan yang dijadikan sebagai empang.


Hal itu disampaikan Arsin kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, yang tengah mengunjungi area lahan pagar laut yang sudah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM), Jumat (24/1/2025).


"Pak Lurah ngotot bahwa itu (wilayah pagar laut Tangerang) dulunya empang. Ya, Pak Lurah. Katanya ada abrasi," ujar Nusron kepada wartawan, Jumat.


Nusron mengaku tak mau memperdebatkan klaim yang disampaikan Arsin mengenai sejarah lahan tersebut.


Ia menjelaskan, jika suatu lahan telah hilang secara fisik, itu membuat status tanah tersebut berubah menjadi tanah musnah.


"Karena sudah enggak ada tanahnya, saya enggak mau debat masalah garis pantai, itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sana tadi karena sudah enggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah. Kalau masuk kategori tanah musnah, otomatis hak apa pun di situ hilang," kata Nusron.


Terus Kabur Sambil 'Dikawal Ketat' Saat Ditanya Wartawan



Arsin terus-menerus menolak memberikan keterangan kepada awak media usai menemui Nusron. Setidaknya dia tiga kali menghindari kejaran wartawan.


Insiden pertama terjadi usai Nusron melakukan sesi tanya jawab dengan awak media.


Ketika hendak dimintai keterangan soal pernyataannya yang menyebut lahan pagar laut dulunya empang, Arsin langsung menghindar dengan alasan sedang buru-buru untuk melaksanakan Salat Jumat.


Saat itu Arsin yang mengenakan batik berwarna ungu dan kopiah hitam dikawal ketat oleh sekelompok pria yang diduga pengawal pribadinya.


Awak media mencoba mengikuti Arsin hingga ke area parkir, tetapi diadang oleh lima pria yang mendampingi sang kepala desa.


"Setop-setop saya mau jumatan," ujar Arsin yang kemudian pergi dengan dibonceng sepeda motor, sementara para pengawalnya mengikuti dari belakang dengan berjalan kaki.


Momen serupa juga terjadi usai Arsin melaksanakan Salat Jumat di Masjid Abdul Mu'in, Pakuhaji.


Sejumlah awak media yang sudah menunggu Arsin selesai ibadah kembali tidak mendapatkan kesempatan wawancara.


Arsin menghindar dan meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan apa pun kepada para pencari berita.


Ketika beberapa wartawan mencoba mengejarnya, sejumlah pengawal Arsin lagi-lagi melakukan pengadangan sehingga membuat kades pergi dengan leluasa.


Sikap ini memunculkan kelakar dari awak media yang menyebut Arsin sebagai "kepala desa rasa presiden," sementara pengawalnya dijuluki "paspamdes" atau pasukan pengawal kepala desa.


Sumber: Kompas

Penulis blog