DEMOCRAZY.ID - Tak hanya Kholid, nelayan Heri Amri Fasa juga menjadi sorotan setelah sama-sama vokal membongkar kasus pagar laut Tangerang.
Kedua nelayan dari Banten ini sama-sama tegas membantah proyek pagar laut dibangun secara swadaya oleh nelayan setempat.
Mereka membantah klaim yang disebutkan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP).
Lantas siapakah nelayan Heri?
Diketahui, Heri berasal dari Kabupaten Serang, Banten. Sama seperti Kholid, Heri juga menggantungkan hidup dari hasil melaut.
Dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP pada Kamis (23/1/2025),
Heri mengungkapkan dirinya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut.
"Saya berbudidaya rumput laut," ujar dia.
Heri juga sudah lebih dulu mengurus kasus ini sebelum pagar laut Tangerang ramai diberitakan.
Bersama Kholid, mereka menjadi dua dari sekian nelayan yang mendampingi Ombudsman RI saat melakukan sidak pagar laut di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Desember 2024.
Dua-duanya juga terlibat dalam audiensi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.
"Karena ada pemagaran ini, (nelayan) jadi terganggu," ujarnya saat mendampingi Ombudsman RI sidak.
"Jadilah kita audiensi ke DKP, menanyakan, sebenarnya apa sih ini (pagar laut?)" imbuh Heri.
"Dari DKP bilang, kita tidak punya wewenang untuk menindak."
"Kewenangan kita hanya melaporkan ke pusat," jelas Heri, dikutip dari tayangan di kanal YouTube Ombudsman RI.
Heri dan Kholid juga sama-sama menyebut pagar laut di Tangerang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).
Heri menyinggung soal Agung Sedayu saat hadir dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP bersama Kholid.
Ia mengaku tahu proyek pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu dari para pekerja.
Hal itu diketahui Heri saat ia berusaha mencari informasi mengenai adanya calo-calo tanah di pesisir utara Kabupaten Serang.
"Akhirnya kita mencoba mencari informasi (soal calo tanah), karena yang sudah terjadi itu di Kabupaten Tangerang, kalau saya kan di Kabupaten Serang, kami menemukan ada pagar-pagar."
"Kita tanya ke nelayan-nelayan, ini pagar apa, siapa yang pasang? Ini kata pekerjanya untuk Agung Sedayu," jelas Heri, seperti melansir Tribunnews.com.
Tak hanya itu, Heri dan Kholid juga sama-sama mengatakan, mereka sudah sejak lama berhadapan dengan proyek PIK.
Bahkan, kata keduanya, mereka bersama rekan-rekan nelayan, sempat mengajukan gugatan terhadap PIK 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus penambangan pasir laut.
Gugatan tersebut dikabulkan pada tahun 2016 silam. Tetapi kini mereka kembali menghadapi masalah yang sama.
Nama Aguan disebut nelayan Heri dan Kholid terlibat dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang.
Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group yang memiliki nama asli Sugianto Kusuma.
PT Agung Sedayu Group sendiri merupakan pengembang dari PSN PIK 2.
Namun tudingan dibantah oleh kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid.
Muannas menegaskan, PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.
Ia menyebut, justru pagar laut itu dibuat secara swadaya oleh masyarakat setempat.
Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut tidak termasuk lokasi PSN maupun PIK 2.
"Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian (pagar laut)?" kata dia kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
"Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2," katanya.
Lebih lanjut Muannas menyebut, pagar laut dibangun untuk melindungi lahan milik masyarakat dari abrasi.
Abrasi adalah proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan oleh gelombang, arus, atau pasang surut laut.
Hal itu dikatakan Muannas ketika menjelaskan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ASG di sekitar tempat pagar laut Tangerang dibangun.
Ia menegaskan bahwa SHGB milik kliennya tidak berada di tengah lautan atau perairan seperti yang disangkakan publik.
Muannas menyampaikan, SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.
"Itu 30 kilometer dari enam Kecamatan, paling satu Kecamatan," ujar Muannas dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/1/2025).
"Yang PANI, PIK 2 cuma di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang," imbuhnya.
Muannas menambahkan, ASG membeli lahan di Desa Kohod dari masyarakat, beberapa tahun yang lalu.
Pembelian lahan dilakukan ASG ketika masyarakat mempertahankan harta bendanya dari dampak abrasi.
Karena alasan itulah, Muannas mempertanyakan pihak-pihak yang menyalahkan ASG karena polemik pagar laut Tangerang.
"Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu, pemerintah enggak ada."
"Mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi," beber Muannas.
Mengutip Kompas.com, hingga saat ini, pemerintah baru mengungkap dua nama perusahaan yang berkaitan dengan pagar laut Tangerang, yakni PT IAM dan PT CIS.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid mengatakan, ada 266 SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang.
Jumlah tersebut bertambah tiga SHGB dari jumlah sebelumnya 263 bidang yang menjadi milik PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS 20 bidang, dan perorangan sembilan bidang.
Kementerian ATR/BPN juga menemukan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan di kawasan pagar laut Tangerang.
Meski begitu, Nusron tidak merinci siapa pemilik tiga bidang tambahan atas sertifikat HGB pagar laut.
Termasuk luas area dalam di sertifikat, baik di dalam maupun luar garis pantai.
Ia hanya menyebutkan, dari 266 HGB pagar laut yang sudah ditemukan, sertifikat ini terbit pada 2022-2023.
"Nah, ini kan belum selesai semua. Sebanyak 266 kami baru kerja dua hari. Melototin satu-satu, cocokin peta itu kan butuh waktu," ujar Nusron, dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).
"Akan tetapi, ada beberapa dari 266 itu yang memang terbukti berada di luar garis pantai, dan itu akan ditinjau ulang," tambahnya.
Sumber: Tribun