HUKUM POLITIK

Penerbitan HGB Pagar Laut 'Sepaket' dengan PP 26 Tahun 2023 Tekenan Jokowi

DEMOCRAZY.ID
Januari 29, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Penerbitan HGB Pagar Laut 'Sepaket' dengan PP 26 Tahun 2023 Tekenan Jokowi



DEMOCRAZY.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan Pagar laut tidak bisa dipisahnya dengan ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut oleh Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya.


Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Zenzi Suhadi mengatakan, orkestrasi  ini sudah terlihat sejak tahun 2011.


PP ini menghalalkan pengurukan pasir yang diduga kuat untuk kepentingan reklamasi.


Keterkaitannya kedua regulasi ini sangat jelas, satu wilayah bisa diperluas daratannya dengan penerbitan SHGB,  wilayah lainnya dikurangi pulaunya dengan pengurukan pantai melalui peraturan pemerintah.


“Jadi bukan hanya pembangunan pagar laut yang perlu dikritisi, namun pengurukan yang dilegalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 Tahun 2023 juga harus dibatalkan,” kata Zenzi seperti dikutip dari dialog Kompas TV, Kamis 23 Januari 2025 .


Menurut Zenzi, penyelesaian kasus ini, tidak bisa diselesaikan secara parsial hanya dengan mencabut setifikat HGB dan SHM seperti di Tangerang. Kedua aturan ini yakni aturan pemagaran laut dan PP no 26 tahun 2023 harus dicabut.


Pemagaran laut, pastinya adanya regulasi yang mendukung. Pasalnya kegiatan ini  tidak ada  di Teluk Jakarta saja, namun terjadi beberapa wilayah lain seperti Bali dan Sulawesi.


“Pengusaha tidak akan berani memagari laut sepanjang 30 km, kalau tidak ada lampu hijau dari pemerintah sebelumnya,” kata Zenzi.


Zenzi juga menyitir, Presiden saat itu yang menandatangani PP  tersebut.


Walhi  menduga, adanya jaringan yang terorganisir di balik proyek-proyek semacam ini yang melibatkan berbagai pihak dari pemerintah hingga pengusaha.


Itu sebabnya Zensi menyarankan perlu dibentuk satgas yang melibatkan semua pihak mulai dari Kementerian KKP, Kemenhut, TNI, Kejaksaan dan penegak hukum lainnya.


Menurut Zenzi,pembentukan satgas penting untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan bisa menuntut pihak-pihak yang bertanggung jawab.


"Tidak bisa misalnya KKP menuntut diri sendiri, Begitu juga Kemenhut. Karena itu idealnya pelu dibentuk satgas," kata Zenzi.


Jokowo Teken PP Kontroversial


Kurang dari dua bulan sebelum mengakhiri jabatan, Presiden Joko Widodo sempat meneken kebijakan kontroversial yang cenderung merugikan rakyat.


Kebijakan tersebut terkait izin ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.


Kebijakan tersebut sangat bertolak belakang dengan kebijakan Pemerintahan Presiden Megawati sebelumnya yaitu kebijakan melarang ekspor pasir laut sejak 2003 melalui Surat


Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.


Presiden Jokowi berdalih dan mengatakan jika yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimen laut, yang bentuknya sama berupa campuran tanah dan air.


Pengamat Ekonomi dan Energi UGM Fahmy Radhi berpendapat, pengerukan pasir laut bagaimanapun memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut.


Bahkan memicu tenggelamnya pulau yang tentunya akan membahayakan bagi rakyat di pesisir pantai.


Dengan kebijakan tersebut bisa meminggirkan nelayan karena tidak dapat melaut lagi.


Kalaupun kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara, hal tersebut, dinilainya tidak tepat.


“Kementerian Keuangan mengaku selama ini penerimaan negara kecil dari hasil ekspor laut, termasuk pasir laut. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar,” kata Fahmy Radhi Senin 19 September 2024 seperti dikutip dari situs resmi UGM ugm.ac.id.


Kebijakan ekspor pasir laut yang tidak seimbang dengan pendapatan yang diperoleh, kata Fahmy Radhi, tidak layak untuk diteruskan.


Perlu untuk diperhitungkan kerugian biaya kerugian akibat kerusakan lingkungan dan ekologi yang ditimbulkan.


“Belum lagi persoalan dan potensi ancaman akan tenggelamnya sejumlah pulau yang merugikan rakyat di sekitar pesisir laut, termasuk nelayan yang tidak lagi dapat melaut,” jelasnya.


Fahmy menuturkan satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura untuk reklamasi memperluas daratannya.


Menurutnya, sangat ironis jika akibat pengerukan pasir laut menjadikan tenggelamnya sejumlah pulau dan mengerutkan daratan wilayah Indonesia.


Sedangkan wilayah daratan Singapura akan semakin meluas sebagai hasil reklamasi yang ditimbun dari pasir laut Indonesia.


“Kalau ini terjadi, tidak bisa dihindari akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” ucapnya.


Untuk itu, Fahmy Radhi mendesak agar pemerintah segera menghentikan ekspor sedimen laut. 


Meski Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menjual negara dengan mengekspor pasir laut.


“Tapi faktanya ekspor pasir laut sebenarnya menjual tanah-air, yang secara normatif merepresentasikan negara. Untuk itu hentikan kebijakan ini,” kata Fahmy Radhi.


Sumber: Sawitku

Penulis blog