HUKUM POLITIK

Pembatalan Sertifikat Tanah di Desa Kohod: 'Mengurai Pelanggaran Hukum dan Tanggung Jawab Jokowi'

DEMOCRAZY.ID
Januari 23, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pembatalan Sertifikat Tanah di Desa Kohod: 'Mengurai Pelanggaran Hukum dan Tanggung Jawab Jokowi'


Pembatalan Sertifikat Tanah di Desa Kohod: 'Mengurai Pelanggaran Hukum dan Tanggung Jawab Jokowi'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Pembatalan sertifikat tanah di kawasan pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, membuka babak baru dalam sejarah pengelolaan ruang laut di Indonesia. 


Keputusan ini menjadi alarm keras bahwa ada pelanggaran hukum serius yang tidak bisa dianggap remeh. 


Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang semula dianggap sah, ternyata diterbitkan di atas ruang laut—sebuah wilayah yang jelas-jelas tidak dapat dimiliki secara privat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.


Langkah Kementerian ATR/BPN yang membatalkan sertifikat tersebut patut diapresiasi, namun tidak cukup berhenti pada tindakan administratif. 


Pertanyaan yang muncul adalah: siapa yang bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat ilegal ini? 


Dan mengapa pelanggaran seperti ini bisa terjadi dalam sistem yang seharusnya diawasi dengan ketat?


Akar Permasalahan: Dugaan Pembiaran Sistemik

Pembatalan sertifikat ini menunjukkan ada celah serius dalam sistem pengawasan dan pelaksanaan hukum di era sebelumnya. 


Penerbitan sertifikat yang melanggar garis pantai adalah bukti nyata adanya pelanggaran prosedural, yang kemungkinan besar tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan pihak-pihak berpengaruh. 


Apakah ini murni kelalaian, atau ada indikasi korupsi dan kolusi di balik prosesnya?


Tidak dapat dipungkiri, era kepemimpinan Jokowi telah diwarnai berbagai kebijakan yang mengutamakan investasi dan pembangunan infrastruktur, bahkan dengan mengabaikan dampak ekologis dan hukum yang berlaku. 


Dalam konteks ini, muncul dugaan bahwa penerbitan sertifikat di Desa Kohod adalah bagian dari praktik yang mengorbankan tata kelola lahan demi kepentingan tertentu.


Tanggung Jawab Jokowi: Mengurai Keterlibatan Pemimpin Utama

Sebagai kepala pemerintahan pada periode terjadinya pelanggaran ini, Jokowi tidak bisa lepas dari tanggung jawab. 


Dalam sistem tata kelola negara, seorang pemimpin tertinggi memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan setiap kebijakan berjalan sesuai aturan. 


Jika praktik penerbitan sertifikat ilegal ini berlangsung di bawah pengawasannya, publik berhak menuntut penjelasan dan akuntabilitas langsung darinya.


Keberanian untuk menuntut pertanggungjawaban Jokowi adalah langkah penting untuk memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk pemimpin yang pernah menduduki jabatan tertinggi. 


Jokowi harus diminta untuk menjelaskan bagaimana mekanisme pengawasan di masa kepemimpinannya bisa gagal total hingga menyebabkan sertifikat ilegal diterbitkan di ruang laut.


Tindak Lanjut: Menuntut Penanggung Jawab Hingga Akarnya

Proses hukum tidak boleh berhenti hanya pada oknum pelaksana teknis yang terlibat dalam penerbitan sertifikat ini. 


Penelusuran harus dilakukan hingga ke tingkat tertinggi, termasuk menteri yang berwenang, pejabat daerah, dan bahkan korporasi yang menikmati keuntungan dari sertifikat tersebut. 


Namun, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memanggil Jokowi sebagai pemimpin utama saat itu.


Tindakan hukum terhadap pemimpin terdahulu bukan hanya tentang menuntut keadilan, tetapi juga memberi sinyal kuat bahwa Indonesia adalah negara hukum, di mana semua orang—tanpa kecuali—harus bertanggung jawab atas tindakannya. 


Langkah ini juga akan menjadi pelajaran penting bagi generasi pemimpin selanjutnya bahwa pelanggaran hukum, sekecil apa pun, tidak akan dibiarkan berlalu tanpa konsekuensi.


Penutup: Membangun Sistem yang Lebih Bersih

Kasus Desa Kohod harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki tata kelola ruang laut. 


Regulasi yang ada sudah cukup jelas, tetapi implementasi dan pengawasan sering menjadi titik lemah. 


Selain itu, keberanian untuk menindak pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk pemimpin tertinggi, adalah kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.


Masyarakat menunggu langkah tegas penegak hukum. Bukan hanya sekadar pembatalan sertifikat, tetapi juga penyelidikan menyeluruh yang menuntaskan pelanggaran ini hingga ke akarnya. 


Karena di balik setiap pelanggaran hukum, selalu ada pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban. 


Apakah Jokowi akan menjadi simbol keberanian dalam menghadapi hukum, atau malah menjadi contoh buruk pemimpin yang kebal hukum? Jawabannya kini ada di tangan para penegak keadilan.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog