DEMOCRAZY.ID - Konsultan hukum proyek pembangunan PIK2 dan PSN, Muannas Alaidid, kembali memberikan komentar terkait polemik mengenai pagar bambu sepanjang 30 km yang mengundang perhatian publik.
Muannas menanggapi dengan nada sinis dan menyarankan agar orang-orang yang mempermasalahkan pagar bertanya langsung pada nelayan yang memasangnya serta pihak yang menghitung biaya pembangunan.
"Tanya sama nelayan yang pasang dan tanya sama yang ribut ngitung biayanya," ujar Muannas dalam keterangannya di X @muannas_alaidid (13/1/2025).
Dia juga menilai bahwa PIK sebagai perusahaan estate nasional seharusnya lebih fokus pada pekerjaan lain yang lebih relevan ketimbang mengurusi proyek yang dipermasalahkan, entah itu pagar atau tanggul.
"PIK perusahaan estate nasional, kurang kerjaan urusin, entah namanya pager apa tanggul," sebutnya.
Muannas bahkan menyinggung agar pihak-pihak yang terlibat lebih baik menyerahkan isu tersebut kepada Didu, yang dikenal dengan usaha fitnahnya.
"Kasih Didu aja namanya usaha dia lagi buat fitnah," tandasnya.
👇👇
Tanya sama nelayan yg pasang dan tanya sama yang ribut ngitung biayanya, PIK perusahaan estate nasional, kurang kerjaan urusin, entah namanya pager apa tanggul. kasih didu aja namanya usaha dia lg buat fitnah 😄
— Muannas Alaidid, sh, mh, ctl (@muannas_alaidid) January 13, 2025
Muanas Tegaskan Pembangunan Tanggul Laut Menggunakan Bambu Tak… pic.twitter.com/1mNDUdLQ3S
Sebelumnya diberitakan, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, kembali komentar terkait keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer di wilayah Banten.
Ia menduga keberadaan pagar tersebut melibatkan pengembang besar, PIK 2, yang didukung oleh kekuatan pemerintahan dan aparat penegak hukum.
"Kenapa (agar 30 km) tidak bisa dibuka, kenapa aparat takut membuka? Dan kenapa tidak bisa diketahui siapa yang melakukan pemagaran?," ujar Said Didu dalam keterangannya di X @msaid_didu (13/1/2025).
"Saya menduga ada tiga hal yang terjadi, pengembang PIK 2 yang mengendalikan wilayah tersebut betul-betul sudah mengendalikan kekuasaan dan penegak hukum," tambahnya.
Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa aparat telah menjadi bagian dari mekanisme penggusuran yang tidak adil terhadap rakyat kecil.
"Ataukah negara atau pejabat sudah hidup dari preman ataukah aparat sudah jadi bagian dari preman?," tandasnya.
Said Didu menilai ada tiga hal yang menyebabkan keberadaan pagar itu sulit diungkap.
Pertama, ia menduga pengembang PIK 2 telah mengendalikan wilayah tersebut, termasuk pengaruhnya terhadap kekuasaan dan penegak hukum.
"Ketika Pak Prabowo memberikan instruksi, baru bisa goyang. Artinya pengembang PIK 2 sudah menguasai pemerintahan," cetusnya.
Dikatakan Said Didu, hal ini mengindikasikan pengembang PIK 2 telah menguasai pemerintahan.
Ia juga menduga adanya praktik kongkalikong sistematis dalam proses penjualan pantai.
"Saya punya keyakinan terjadi kongkalikong secara sistematis penjualan pantai yang pasti diketahui aparat desa. Pagar-pagar itu memang disiapkan untuk reklamasi dengan alasan sudah membeli tanah," imbuhnya.
Lebih lanjut, Said Didu menyoroti dugaan keterlibatan mafia dan premanisme dalam pelaksanaan pemagaran dan transaksi jual beli tanah.
"Pelaksanaan semua tersebut memakai sistem mafia, preman, sehingga selalu menyatakan PT Agung Sedayu tidak terlibat," Said Didu menuturkan.
Said Didu bilang, sistem tersebut digunakan agar mereka yang bermain di belakang layar tidak tersentuh oleh kasat mata.
"Karena memang mereka bekerja di bawah melakukan pemagaran, jual beli, itu adalah memakai sistem preman tingkat bawah sehingga tidak tersentuh ke atas," tandasnya.
Said Didu mendesak penyelidikan serius terhadap kasus ini. Menurutnya, pihak yang memberi perintah pemagaran harus diusut untuk mengungkap dalang sebenarnya di balik aksi tersebut.
"Ini harus diselidiki oleh penyidik. Sebenarnya perintah pemagaran ini harus diusut," kuncinya.
Ringkasan kasus pagar laut PIK-2 :
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) January 13, 2025
1) Presiden Prabowo ditelikung Menteri Jokowi
2) terjadi pidana besar jual-beli laut
3) untuk menutupi kasus besar tsb - rakyat dan tokoh dipecah belah
4) intimidasi, kriminalisasi, dan sogok dilanjutkan dan ditingkatkan oleh pengembang pic.twitter.com/8Su0OzaYby
Sumber: Fajar