CATATAN POLITIK

'KPK Tak Mampu, Jokowi Terjebak Dalam Pengkhianatan ke Sri Sultan?'

DEMOCRAZY.ID
Januari 16, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'KPK Tak Mampu, Jokowi Terjebak Dalam Pengkhianatan ke Sri Sultan?'


'KPK Tak Mampu, Jokowi Terjebak Dalam Pengkhianatan ke Sri Sultan?'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)


Sri Sultan Hamengkubuwono X, Sultan Yogyakarta sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, pernah memperingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mengkhianati Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan. 


Wejangan tersebut, tentu saja, beralasan, mengingat Megawati memiliki peran penting dalam karier Jokowi, baik sebagai figur politik yang membesarkan nama Jokowi, maupun sebagai bagian dari keluarga besar proklamator bangsa, Ir. Soekarno. 


Sebagai pahlawan bangsa, Megawati layak mendapatkan penghormatan, bukan pengkhianatan.


Pesan tersebut disampaikan Sri Sultan dalam pertemuan dengan Jokowi di Kompleks Keraton Yogyakarta pada akhir Januari 2024. 


Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menanyakan alasan mengapa para dosen dan kampus diberi kebebasan untuk bersuara, yang dijawab oleh Sri Sultan dengan bijak: “Itu suara para akademisi, mengapa harus dilarang?”


Dialog ini mengungkapkan ketidaktahuan Jokowi tentang dunia akademisi, yang semakin mempertegas sifat otoriter dalam pola kepemimpinannya. 


Tentu saja, sikap semacam ini patut dipertanyakan, mengingat Jokowi dikenal sebagai sosok yang sering kali tidak jujur, mudah berbohong, dan memiliki moralitas yang minim, seperti yang tercermin dalam sikapnya terkait dugaan penggunaan ijazah palsu.


Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, Jokowi sempat berusaha untuk mencalonkan diri lagi untuk periode ketiga, meskipun ditentang oleh Megawati. 


Tindakan tersebut menunjukkan niatnya untuk mengkhianati Megawati dan PDI Perjuangan. 


Namun, penting untuk dicatat bahwa Jokowi tidak akan meninggalkan PDI Perjuangan karena partai tersebut adalah tempat asalnya, dan ideologi partai tersebut sejalan dengan pemikirannya. 


Ia kemungkinan besar akan berusaha merebut PDI Perjuangan dengan segala pengaruh yang dimilikinya.


Dalam kenyataan sekarang, Jokowi tampaknya sedang menggerakkan figur seperti Gibran Rakabuming Raka, yang menduduki jabatan dengan cara nepotisme yang jelas. 


Hal ini didukung dengan “pernikahan politik” antara Gibran dan Anwar Usman, yang kemudian menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. 


Selain itu, Jokowi juga telah memperpanjang jabatan Anwar Usman selama 11 bulan, meskipun masa jabatannya sudah seharusnya berakhir pada 2025.


Sementara itu, Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan yang setia kepada Megawati, malah menjadi sasaran KPK. 


Penetapan status tersangka terhadap Hasto oleh KPK pada malam Natal 2024, yang disinyalir terkait dengan pengaruh Jokowi, menambah daftar panjang ketegangan politik. 


KPK yang dipilih oleh Jokowi melalui Keputusan Presiden pada 14 Oktober 2024 tampaknya lebih berfokus pada upaya untuk menghancurkan pihak yang tidak disukainya, seperti Hasto, ketimbang mengusut kasus korupsi yang lebih besar.


Ada dua contoh konkret bagaimana Jokowi memperpanjang masa jabatan pejabat negara yang tak sesuai dengan norma. 


Pertama, Jokowi memperpanjang masa jabatan Ketua KPK Firli Bahuri meskipun Firli sudah berstatus tersangka kasus pemerasan pada November 2023. 


Kedua, Anwar Usman, adik ipar Jokowi, mendapatkan perpanjangan masa jabatan selama 11 bulan meskipun jabatannya sudah seharusnya berakhir pada 2025.


Hal ini semakin menunjukkan bahwa Jokowi bersikap manipulatif dalam politik, seolah-olah bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kemajuan negara atau partainya. 


Bagi banyak orang, ini adalah pengkhianatan yang nyata terhadap prinsip-prinsip yang semestinya dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin.


Sebagai penutup, setelah KPK gagal menahan Hasto pada 13 Januari 2025, semakin jelas bahwa Jokowi telah mengelola kekuasaan dengan cara yang penuh manipulasi dan kebohongan.


Jokowi yang pernah dijuluki “the King of Lip Service” kini tampaknya terjebak dalam permaianannya sendiri. 


Jika Megawati bersedia mendekati Prabowo, maka tak diragukan lagi, publik akan lebih mendukung Megawati daripada seorang Jokowi yang telah terbukti gagal dalam menjaga kepercayaan.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog