EKBIS POLITIK

HGB Ternyata Sudah Terbit, Masih Percaya Laut Tangerang Dipagari Nelayan Bukan Konglomerat?

DEMOCRAZY.ID
Januari 20, 2025
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
HGB Ternyata Sudah Terbit, Masih Percaya Laut Tangerang Dipagari Nelayan Bukan Konglomerat?



DEMOCRAZY.ID - Di tengah upaya pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten mencuat kabar tak kalah mengejutkan. 


Disebut, bahwa wilayah laut yang dipagari itu sudah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Disinyalir terkait pengembangan PIK 2, proyek Agung Sedayu Group.


Menengok situs Bhumi ATR/BPN, terlihat kalving-kavling yang berdekatan dengan sebuah perumahan telah berstatus dan pecah sertifikat HGB. 


Kavling berada di koordinat 5.999935°LS dan 106.636838°BT, menunjukkan bidang tanah tersebut berada jauh dari daratan, tepatnya di wilayah perairan dekat garis pantai atau tengah laut.


Padalah diketahui bahwa bagian dalam pagar laut tersebut masih merupakan lautan dan belum daratan yang bisa mendapatkan status HGB bahkan lengkap dengan nomornya. 


Total luas area dengan status HGB tersebut lebih dari 537,5 hektar atau 5.375.000 meter persegi. 


Masing-masing kavling memiliki luas bervariasi mulai dari 3.458 meter persegi, hingga terluas 60.387 meter persegi.


Fakta ini tentu mematahkan narasi bahwa pagar laut ini merupakan swadaya nelayan untuk mencegah abrasi, sebagaiman ramai digaungkan seiring mencuatnya dugaan adanya orkestrasi narasi ini demi membersihkan nama Agung Sedayu.



Anggota Komisi II DPR RI menyatakan sudah jelas ada kepentingan ekonomi di balik pemagaran laut. 


Tak heran jika dugaan dalangnya mengerucut pada perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan. 


Indra menilai pembangunan pagar itu tidak mungkin dibiayai oleh masyarakat umum atau pengusaha kecil. Ia meminta pemerintah tidak menutup-nutupi. 


"Ini kan sebenarnya perkara mudah. Pagar lautnya kelihatan. Masyarakat juga tahu proses pembangunannya. Tidak mungkin instansi terkait tidak mengetahuinya. Tolong jangan ditutup-tutupi.  Pagar laut itu jelas-jelas patok untuk menguasai lahan. Mereka ingin menguasai lahan di laut untuk kepentingan tertentu. Buat apa dipagar kalau nggak ada kepentingan ekonomi?” kata Indra dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (18/1/2025).


Dia menegaskan, pemerintah harus membuka ke publik siapa yang membiayai dan untuk apa pagar laut itu dibangun, sehingga tidak ada dugaan negatif terhadap pemerintah. Ia mendesak agar pelaku dan dalang di balik pagar laut itu ditindak. 


“Jangan sampai ada upaya penguasaan lahan untuk proyek reklamasi laut secara diam-diam,” ujarnya menambahkan.


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang melakukan penelitian di wilayah ini, mengungkapkan bahwa terdapat tiga sertifikat yang terbit di atas laut seluas kurang lebih 9 hektar, yang mencakup Desa Karang Serang di Kecamatan Sukadiri. 


Sertifikat tersebut tercatat dengan nomor induk bidang (NIB) yang mencakup 260 bidang tanah di tiga desa.


Menanggapi ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menjelaskan bahwa situs Bhumi ATR/BPN merupakan platform terbuka yang mengandalkan partisipasi masyarakat. 


"Peta yang ada di aplikasi ini bukan peta real time dan validitasnya harus diverifikasi di kantor pertanahan setempat," ujarnya.


Harison menambahkan bahwa masyarakat dapat memperbarui peta tersebut, termasuk menambahkan informasi mengenai tanah dan bangunan mereka. 


"Beberapa wilayah di sepanjang 30 kilometer laut Tangerang sebenarnya sudah berstatus daratan," jelasnya.



👇👇



Kekisruhan pagar laut ini sudah berlangsung sejak Selasa (7/1/2025) lalu. Diduga dalang pemagaran ini adalah Agung Sedayu, pengembang PSN PIK 2. 


Dugaan ini sempat dibantah oleh pihak kuasa hukum, Muannas Alaidid. 


Dia mengklaim perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan tak pernah melakukan tindakan yang menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut.


"Tidak ada keterlibatan Agung Sedayu Group dalam pemasangan pagar laut. Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti maupun fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut," ujar dia dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis (9/1/2025).


Klaim Muannas bertolak belakang dengan kesaksian warga sekaligus nelayan Desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca. 


Saat ditemui awak media, Kamis (9/1/2025), pria berusia 47 tahun ini mengaku pernah bertemu dengan pelaku pemasangan pagar laut.


Dia menuturkan, pemasangan dilakukan pada malam hari. Kala itu, dia melihat lima unit mobil truk sedang konvoi membawa muatan bambu menuju Pulau Cangkir. 


Karena penasaran Heru mengecek ke lokasi pada keesokan harinya, dia kaget ada sejumlah tukang yang sedang sibuk memilah bambu.


Dia menambahkan, para tukang misterius itu berjumlah 10 orang. Dalam melancarakan aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. 


"Oh banyak, 10 orang (tukang). 3 perahu kalau enggak salah. Hebat pemborongnya laut saja diuruk, dipager-pager gitu," ujarnya sambil terkekeh.


Heru pun bertanya kepada salah satu tukang dan akhirnya dia mengetahui bahwa pagar laut tersebut merupakan proyek garapan Agung Sedayu. 


Dia menambahkan, para tukang misterius itu berjumlah 10 orang. Aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. 


"Mang ini bambu buat apa?" tanya Heru kepada tukang tersebut yang dijawab, "Mau buat pagar di laut."


"Ini proyek siapa?" tanya Heru lagi, kemudian dijawab si tukang, "Agung Sedayu."


Sumber: Inilah

Penulis blog