CATATAN EKBIS POLITIK

Diam Mu Bangsat: 'Kasus Pagar Laut dan Potret Kerusakan Institusi Negara di Era Jokowi'

DEMOCRAZY.ID
Januari 25, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
EKBIS
POLITIK
Diam Mu Bangsat: 'Kasus Pagar Laut dan Potret Kerusakan Institusi Negara di Era Jokowi'


Diam Mu Bangsat: 'Kasus Pagar Laut dan Potret Kerusakan Institusi Negara di Era Jokowi'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Kasus pagar laut yang mencuat ke publik menjadi potret buram bagaimana institusi negara selama satu dekade terakhir mengalami kerusakan sistemik. 


Skandal yang awalnya hanya menyeret nama-nama pejabat di level teknis kini perlahan mengarah ke puncak piramida kekuasaan. 


Di balik tabir persekongkolan itu, bayang-bayang sosok Presiden Joko Widodo kian nyata terlihat, meski ia tetap bergeming di tengah sorotan tajam publik.


Pagar laut, proyek ambisius yang seharusnya menjadi solusi untuk melindungi wilayah pesisir dari ancaman banjir rob dan erosi, justru menjadi simbol korupsi dan ketidakberesan tata kelola. 


Alih-alih membawa manfaat bagi rakyat, proyek ini menjadi ladang pemborosan anggaran negara, dengan kualitas konstruksi yang jauh dari standar. 


Bahkan, sejumlah laporan investigasi mengungkapkan adanya manipulasi tender, aliran dana mencurigakan, hingga penunjukan kontraktor yang diduga memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan.


Dalam situasi ini, sikap Jokowi menjadi sorotan. Sosok yang selama ini dikenal dengan gaya komunikasinya yang “merakyat” memilih untuk diam seribu bahasa. 


Bukannya memberikan klarifikasi atau menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, Jokowi justru terlihat menghindar dari isu yang kian memanas. 


Pertanyaannya, mengapa Jokowi diam? Apakah ini hanya strategi politik untuk mengulur waktu, ataukah ada sesuatu yang lebih besar yang ia sembunyikan?


Diamnya Jokowi bukan hanya mencerminkan ketidakpedulian, tetapi juga menggambarkan bagaimana ia membiarkan institusi negara dikuasai oleh kepentingan oligarki. 


Ketika berbagai pihak mulai menyebut namanya sebagai sosok yang berada di balik skema besar kejahatan ini, Jokowi tetap tak bergeming. 


Ia seolah percaya bahwa badai kritik akan berlalu dengan sendirinya, seperti yang sering terjadi selama masa pemerintahannya. 


Namun, kasus pagar laut berbeda. Ini bukan hanya tentang proyek yang gagal, tetapi juga tentang rusaknya integritas negara yang mestinya menjadi penjaga keadilan.


Selama satu dekade terakhir, pemerintahan Jokowi telah memperlihatkan bagaimana kekuasaan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kelompok tertentu. Reformasi birokrasi yang dijanjikan tak pernah benar-benar terwujud. 


Sebaliknya, politik transaksional, nepotisme, dan perlindungan terhadap oligarki menjadi wajah baru institusi negara. 


Kasus pagar laut hanyalah puncak gunung es dari berbagai skandal yang selama ini tertutup rapat oleh narasi pembangunan dan keberhasilan yang terus digaungkan.


Bagi masyarakat, kasus ini telah menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang merajalela. Demonstrasi, diskusi publik, dan kritik dari berbagai kalangan mencerminkan keinginan rakyat untuk memulihkan integritas institusi negara. 


Namun, di sisi lain, respons pemerintah yang cenderung mengabaikan tuntutan rakyat menunjukkan betapa jauhnya jarak antara penguasa dan mereka yang dikuasai.


Jokowi mungkin berharap bahwa diam adalah solusi untuk meredam konflik. Namun, ia lupa bahwa dalam demokrasi, diamnya seorang pemimpin di tengah krisis justru akan memperbesar kecurigaan. 


Diamnya Jokowi menjadi bukti nyata bahwa kepemimpinannya tak mampu membawa perubahan yang berarti bagi institusi negara. 


Sebaliknya, ia malah membiarkan institusi itu dirusak oleh oknum-oknum yang berlindung di balik kekuasaan.


Kasus pagar laut ini harus menjadi momentum bagi rakyat untuk mengevaluasi perjalanan bangsa selama satu dekade terakhir. 


Jika tidak ada perubahan mendasar, maka kerusakan institusi negara yang terjadi di era Jokowi bisa menjadi warisan kelam yang sulit diperbaiki oleh generasi mendatang. 


Dan pada akhirnya, sejarah akan mencatat, bahwa diamnya seorang pemimpin di tengah hingar-bingar adalah bentuk kejahatan itu sendiri.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog