DEMOCRAZY.ID - Salah seorang mandor yang enggan disebutkan namanya menceritakan pengalamannya saat mengerjakan proyek pagar laut.
Ia mengaku didapuk langsung oleh salah seorang kepala desa setempat untuk mengerjakan pagar laut sepanjang 20 hektare dari total 30,16 km yang ada.
“Jadi begini, pada 2024 itu saya diperintahkan kerja oleh pimpinan saya, ya saya juga diperintahkan oleh beliau, Pak Lurah,” katanya.
Sebagai mandor, ia membawahi 10 orang. Di mana semua pekerja mendapatkan gaji setiap pekannya dengan nominal sekitar 5 juta rupiah dibagi secara rata.
Ia juga mengaku waktu itu tak tahu menahu terkait perusahaan mana di balik pagar laut yang tengah dikerjakannya.
Ia hanya mendapatkan perintah apabila ada yang protes atau bertanya terkait pagar laut untuk menyebutkan 'itu punya PT'.
“Iya, kalau saya memang kerjanya diperintahkan oleh Pak Lurah, Pak Lurah bilang, ‘apabila ada orang nanya atau ada demo, dibilangnya orang PT gitu’,” katanya.
Nahasnya, ia mengungkapkan tak mendapat upah dari kerjanya sebagai mandor.
Ia pun sempat menagih ke lurah di desanya yang jadi koordinator, namun belum mendapatkan hasil. Akhirnya, ia pun mengundurkan diri dari mandor.
“Setelah selesai pekerjaan saya, saya tidak dibayar tenaga saya selama sebulan 10 hari. Lama-lama saya tanya, katanya sudah tidak ada, ternyata sama orang PT sudah dibayar, lalu saya mengundurkan (diri),” katanya
“Saya mengerjakan nominal dari anak buah saya di kerjaan itu, mau mencapai setengah hektare lah, langsung saya off, saya sudah nggak mau kerja lagi, masalahnya saya juga nanti jadi tumbal juga,” katanya menambahkan.
Mandor yang juga pernah menjabat sebagai RT itu mengaku tak tahu menahu terkait urusan surat sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut ketika ditanya.
“Kalau surat menyurat kan kita nggak tahu. Nanti beritanya jangan sampai hoaks,” katanya.
Disinggung soal PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang disebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid telah memiliki SHM dan SHGB di kawasan pagar laut, ia juga mengaku tak tahu menahu. Ia mengaku takut apabila salah berbicara dan berujung dipersangkakan.
“Kalau PT itu saya tidak tahu, pada intinya saya masih tahunya itu doang. Saya mah yang namanya dia mau jual ke PT, yang mana saya kenal, saya mah intinya saya tidak mau berita hoaks nanti saya juga dilaporkan yang ada, ada kan undang-undangnya?” katanya mengakhiri.
Belakangan, sebuah tayangan video ramai diperbincangkan di jagat media sosial (medsos) terkait dugaan keterlibatan oknum Kepala Desa Kohod, Pakuhaji, Arsin yang sedang meninjau kegiatan pemasangan pagar laut di Kawasan Pesisir Pantai Utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten.
Dalam video berdurasi satu menit itu, menunjukkan diduga Kades Kohod, Arsin sedang berbincang dengan sejumlah pekerja untuk melakukan pemasangan pagar laut dari bambu sepanjang enam meter.
Pada tayangan video itu juga Kades Kohod tengah menunjuk lokasi dan mengarahkan para pekerja dalam pemasangan pagar bambu tersebut.
Atas ramainya kaitan video itu, Arsin selaku Kades Kohod membantah terkait video yang menimbulkan spekulasi polemik pemasangan pagar laut itu.
"Itu saya bantah langsung, bagaimana saya mau mengarahkan, orang saya kenal juga tidak. Saya itu ke sana untuk kasih tahu karena ada RT/RW, saya yang bilang kalau ada pagar," ucapnya di Tangerang, Senin (20/1/2025).
Menurut dia, video yang beredar saat ini merupakan tayangan yang diambil pada tahun lalu.
Yakni saat sebelum pagar bambu yang kini menjadi polemik dibangun di tengah laut kawasan pantura Kabupaten Tangerang.
"Saya nunjuk itu, saya mau tau tanah kamu batas mana. Ditunjuk di sana saya ikutin, oh ke sana. Dia pagar itu sudah punya gambar ukuran dari BPN, sehingga tidak salah, jangan lebih kurang luas tanahnya," ujarnya.
Dia juga menerangkan bila pagar yang membentang sepanjang 30,16 kilometer tersebut, diketahui dipasang oleh pihak lain yang diklaim sebagai membatasi tanah mereka.
"Ini saya luruskan, jadi itu pemagaran yang tadi banyak itu kaitannya sudah lama dan tidak ada satupun nelayan ngeluh. Sampai sekarang nelayan masih berlayar, karena tidak ada pengaduan juga," ungkapnya.
Ia mengaku bila ada pihak ataupun lembaga yang membutuhkan informasi terkait pagar laut melalui Kepala Desa Kohod, dirinya siap memberikan keterangan sesuai yang diketahuinya.
"Ya kalau dipanggil, kalau kita tidak siap, gimana nanti, ya namanya dipanggil kita mah siap-siap aja. Paling ditanya, saya jadi kades kan di wilayah saya harus tau apa yg terjadi," kata dia.
👇👇
Begini cerita yg dibangun kepala desa Kohod ttg beredarnya rekaman keberadaannya saat diduga sedang mengatur para pekerja yg memasang patok. https://t.co/qnVaQz7VuY pic.twitter.com/KDRunY6YQ6
— Abah (@embah72) January 22, 2025
Sumber: Republika