Cara Maruarar Sirait Mempermalukan Prabowo: 'Sebuah Potret Kebohongan Publik'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Dalam salah satu kesempatan yang seharusnya menjadi ajang transparansi dan akuntabilitas, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara malah melontarkan klaim bombastis yang mengundang tawa sinis.
Ara melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa selama masa jabatannya, sebanyak 40.000 unit rumah telah berhasil dibangun. Namun, pernyataan ini justru menjadi bahan kritik pedas, bahkan dianggap sebagai kebohongan nyata.
APBN yang Baru Berlaku, Tapi Rumah Sudah Jadi?
Klaim Ara menjadi kontroversial karena bertabrakan dengan fakta dasar tata kelola anggaran negara. APBN 2025, yang menjadi landasan pendanaan, baru disahkan pada 1 Januari 2025 dan efektif cair pada April 2025.
Dalam kondisi ini, mustahil pembangunan skala besar seperti 40.000 unit rumah dapat rampung dalam waktu singkat.
Bahkan, sebagian besar proses pengadaan dan perencanaan biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Lantas, bagaimana Ara menjelaskan “keajaiban” ini? Ara berdalih bahwa pembangunan rumah tidak sepenuhnya berasal dari pemerintah, melainkan kontribusi pengembang (developer) dan masyarakat.
Sebagai contoh, ia menyebutkan pembangunan rumah di Kota Tangerang yang mayoritas dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.
Pemerintah, dalam hal ini, hanya memfasilitasi kebijakan agar masyarakat bisa membangun rumah sendiri.
Namun, dengan angka kontribusi pemerintah yang disebutkan hanya sekitar 8 persen, klaim 40.000 unit rumah jelas menjadi sulit diterima akal sehat.
Klaim Bombastis yang Mengundang Tawa
Presiden Prabowo Subianto, yang dikenal dengan gaya bicara tegas dan logis, tentu tidak akan terjebak dalam narasi kosong semacam ini.
Sebaliknya, klaim Ara justru memberikan bahan hiburan sekaligus sindiran pedas atas praktik manipulasi pencitraan.
Betapa tidak, klaim yang dibuat dengan mengatasnamakan “keberhasilan pemerintah” ini sejatinya malah menegaskan lemahnya akuntabilitas dan transparansi dalam penyampaian kinerja.
Penolakan Jabat Tangan Hasyim: Simbol Ketidaksukaan Publik
Lebih jauh, insiden lain yang menjadi sorotan adalah penolakan Hasyim Djoyohadikusumo-adik Presiden Prabowo, tokoh kuat di Gerindra, untuk berjabat tangan dengan Ara.
Tindakan ini bisa dimaknai sebagai simbol ketidaksukaan publik terhadap klaim-klaim kosong yang tidak memiliki dasar. Dalam budaya politik yang sehat, kepercayaan masyarakat adalah modal utama seorang pejabat publik.
Namun, dengan narasi seperti ini, Ara tampaknya hanya memperburuk citranya di mata publik dan di hadapan pemimpin negara.
Potret Kinerja yang Dipertanyakan
Laporan Ara tentang 40.000 unit rumah bukan hanya mempermalukan dirinya sendiri, tetapi juga mencerminkan kelemahan dalam pengelolaan kebijakan perumahan.
Jika angka ini benar, mengapa tidak ada rincian konkret mengenai lokasi, spesifikasi, atau dampaknya terhadap masyarakat? Jika angka ini salah, mengapa data manipulatif semacam ini dipublikasikan?
Pada akhirnya, laporan seperti ini hanya mempertegas bahwa transparansi dan akuntabilitas masih menjadi pekerjaan rumah besar di negeri ini. Klaim bombastis tanpa dasar tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan kepada institusi pemerintah.
Presiden Prabowo Subianto tentu memiliki tugas berat untuk memastikan bahwa era manipulasi data semacam ini tidak terus berlanjut. Sebuah kebijakan yang dirancang untuk rakyat seharusnya berakar pada kebenaran, bukan kebohongan.
Kesimpulan
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bahwa kredibilitas seorang pejabat publik tidak dibangun dengan klaim bombastis, melainkan dengan kerja nyata yang bisa dipertanggungjawabkan. Muarar Sirait telah memberikan contoh buruk dalam hal ini.
Dan jika klaim-klaim semacam ini terus dibiarkan, maka yang menjadi korban adalah kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Pantas saja, Prabowo hanya bisa menertawakan laporan semacam ini—karena yang menjadi korban sebenarnya bukan hanya Ara, tetapi seluruh kredibilitas birokrasi yang ia wakili. ***
NGERI! Maruarar Sirait 'Dikuliti Abis' Oleh Panda Nababan
DEMOCRAZY.ID - NGERIIHH ... Ara dikuliti abis sama Panda Nababan
Maruarar Sirait (Ara) dulu politikus PDIP, lalu mendukung Prabowo-Gibran, sekarang jadi Menteri Perumahan. Dekat dengan 9 Naga.
Setelah jadi Menteri... Ara menyerang Anies waktu Pilkada Jakarta, sesumbar Anies telah membangunkan macan tidur alias Jokowi, yang ternyata malah gak bangun-bangun... sampai jagoannya KEOK di Jakarta.
Ara juga yang koar-koar Sayembara Menangkap Harun Masiku dengan hadiah 8 M dari duitnya sendiri.
Koar-koar Ara ini sebetulnya bentuk kepanikan di Pilkada Jakarta. Akhirnya malah nyungsep sendiri.
Bahkan boroknya dikuliti oleh politisi senior PDIP Panda Nababan.
[VIDEO]
NGERIIHH
— ꦩꦸꦂꦠꦝ (@MurtadhaOne1) December 20, 2024
Ara dikuliti abis sama panda nababan
Dari rumahnya yg ratusan eM hingga mengaku sbg orang terkaya di PDIP pic.twitter.com/bJOuaEVZZT
[FLASHBACK] Sifat Matre dan Haus Kekuasaan Maruarar Sirait Sudah Tercium Panda Nababan Sejak Rintis Jadi Politikus PDIP dan Kini Loncat ke Gerindra
Politikus senior Panda Nababan ungkap sifat asli Maruarar Sirat atau Ara.
Dari semenjak dititipkan mendiang bapaknya Sabam Sirat yang juga sama-sama politikus PDIP, Ara "kecil" sudah gila materi.
Dikutip dari kanal YouTube KeadilanTV, yang dipost akun X Anak ogi, pada Selasa (26/11), Panda sudah mencium karakter Ara yang rakus akan materi.
"Terbongkar sappo sifat asli Ara menterinya @prabowo, penjilatnya Mulyono. Gila materi dan kekuasaan. Dan terbukti semua omongan itu benar."
Menurut Panda, Ara sangat kuat kalau soal materi yang dimaksudkan haus akan materi.
Bahkan dengan sombongnya Ara bicara langsung ke Panda bahwa dirinya orang terkaya yang ada di antara kader PDIP.
"Om tahu gak siapa orang PDIP yang terkaya di PDIP, gak ada om yang bisa nandingin aku. Sebut aja si ini, si ini, si ini, gak ada om," ucap Panda menirukan Ara.
Panda pun langsung bertanya ke Ara maksudnya apa dengan membanggakan diri siapa paling kaya di antara kader PDIP.
"Maksud kau apa," kata Panda.
Ara pun jawab, "Gak om biar tahu aja," katanya.
Rupanya seingat Panda saat Ara baru saja masuk sebagai anggota DPR di tahun 2004, sang ayah Sabam Sirait sempat minta ke Panda untuk titip anaknya, Maruarar Sirait.
"Ya dengan bangganya dia pamer paling kaya, jadi saya flashback lagi ke awal 2004 saat dia baru masuk DPR, bapaknya titip ke saya Bang Sabam untuk membimbing dia," ujar Panda.
Akhirnya oleh Panda Nababan ditaruhlah Ara saat itu bersebelahan kamar di DPR agar memudahkan komunikasi.
"Waktu itu dia dah minta ke aku ajarin aku dong om cari uang," kata Panda.
"Maksudnya gimana," ujar Panda.
Ara pun bilang lagi untuk diajarkan cari uang dengan cara gampang.
Panda pun langsung menjawab Ara harus bagaimana caranya.
Rupanya sifat materialistis Ara sudah tercium oleh Panda karena baru juga masuk anggota DPR dia sudah minta dikenalkan dengan Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Pajak.
Dua dirjen ini dianggap Ara lahan basah untuk bisa mudah dapat uang.
"Itu printing mind, memori itu dah tercetak di otak gua, ini manusia materinya penting sekali dan ternyata terbukti sekarang," kata Panda.
Sementara itu pengamat politik dan militer Selamat Ginting sebut politikus Maruarar Sirait bak kacang lupa kulitnya.
"Dia hengkang keluar dari PDIP tapi tidak menunjukkan diri ke Partai Gerindra, lebih dekat dulu ke Jokowi yang orang dekatnya Prabowo, sekarang kok loyalitasnya lebih cepat dari Jokowi ke Prabowo Subianto," kata Selamet.
"Tentu pendukung fanatik Jokowi akan marah dan sebut Ara kacang lupa kulitnya," katanya.
[VIDEO]
Sumber: HukamaNews