DEMOCRAZY.ID - Polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten yang membentang sepanjang 30,16 kilometer mulai menemukan titik terang setelah dihujani kritik dan sorotan publik akibat ketidakjelasan kepemilikan pagar-pagar bambu tersebut.
Sempat viral di media sosial, akhirnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN mengakui ternyata kawasan-kawasan yang ada pagar laut tersebut telah mengantongi sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
Hal yang muskil di dalam hukum Indonesia ketika kawasan laut bisa mendapat dokumen HGB.
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyatakan 263 SHGB di pagar laut Tangerang itu tidak sesuai dengan hukum atau bersifat ilegal.
"Kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi itu sudah jelas ilegal juga," ujar Trenggono di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/1).
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan SHGB terkait pagar laut itu mencapai 263 bidang yang dimiliki ragam pemilik. Mayoritas pemilik HGB berasal dari perusahaan.
Belakangan, dalam konferensi pers pada Rabu (22/1), Nusron menyatakan pemerintah mencabut SHGB di kawasan laut Tangerang tersebut.
Sudah mendapatkan penegasan dari menteri terkait soal keberadaan pagar laut dan SHGB yang ilegal itu, sejauh ini belum ada pihak yang diselidiki dugaan tindak pidana oleh aparat hukum.
Padahal sejak pagar laut itu mencuat dua pekan lalu, LBHAP PP Muhammadiyah dan organisasi sipil lain mengadukannya ke Bareskrim Polri, Jumat (17/1).
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah Gufroni meminta Bareskrim Polri untuk memanggil tujuh pihak yang disebut dalam aduan mereka.
"Saya kira kepolisian atau Mabes Polri untuk serius menindaklanjuti pengaduan yang sudah kami sampaikan pada hari Jumat kemarin dengan melakukan upaya-upaya penyelidikan, pemanggilan terhadap nama-nama yang sudah kami sampaikan di dalam surat pengaduan kami," kata Gufroni saat dihubungi, Sabtu (18/1).
"Sementara tujuh nama tapi nanti tergantung pihak penyidik apakah ada perkembangan selanjutnya. Itu kewenangan dari penyidik," imbuhnya.
Pengamat kepolisian dari ISSES Bambang Rukminto menilai terdapat banyak pihak yang layak untuk diperiksa kepolisian untuk membawa kasus pemasangan pagar laut ini ke pidana.
"Banyak pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, mulai dari otak pelaku baik dari korporasi maupun instansi pemberi izin, operator maupun pelaksana di lapangan. Alat buktinya sudah jelas, ada HGB yang dikeluarkan BPN," kata Bambang saat dihubungi, Rabu (22/1).
Selain itu, dia menyoroti adanya kejanggalan dari aparat penegak hukum dan keamanan yang baru mengetahui adanya pagar laut tersebut.
Ia menduga ada potensi aparat penegak hukum melakukan pembiaran saat proses awal pembangunan pagar laut itu dilakukan bertahun-tahun lalu.
"Kepolisian seharusnya sudah tahu sejak awal ada potensi pelanggaran hukum terkait pembangunan pagar laut tersebut tetapi melakukan pembiaran," kata Bambang
"Ada banyak personel Bhabinkamtibmas kepolisian yang berada di wilayah sepanjang 30km yang terdiri dari beberapa desa selain satuan Polairud yang juga melakukan patroli berkala di sepanjang pesisir," sambungnya.
Lebih lanjut, Bambang mempertanyakan tindak tanduk pihak kepolisian yang tak kunjung melakukan penegakan hukum terhadap pemasang pagar laut itu walau sudah diadukan koalisi sipil ke Bareskrim Polri.
Ia menilai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pemasang pagar laut dan pihak yang terlibat dalam pemasangan itu sudah sangat jelas dan melanggar sejumlah hukum.
"Ada tindak pidana lingkungan dalam pembangunan pagar tersebut, ada tindak pidana pemalsuan izin, ada dugaan korupsi yang melibatkan aparat terkait keluarnya izin, perubahan tata ruang, maupun penerbitan SHGB dan sebagainya," ujar Bambang.
Sementara itu, Bambang menilai kasus pemasangan pagar laut ini dapat menjadi ajang uji kemampuan bagi Satgas Tipikor Polri yang baru saja dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Keberanian aparat menegakkan hukum
Bambang mengakui sejumlah kendala akan muncul ketika aparat kepolisian berusaha menyeret pelaku pemasang pagar ke ranah pidana.
Salah satu kendala itu, kata dia, adalah intervensi kepentingan dari sejumlah pihak yang terlibat dalam upaya pemasangan pagar laut itu.
"Sudah menjadi rahasia umum, kepolisian seringkali gagap bila melakukan penegakan hukum menyangkut korporasi besar," ujar dia.
"Karena ini kasus yang tak sederhana, Kapolri harusnya turun tangan sendiri untuk memimpin tim investigasi. Bila Kapolri tidak mampu, memang sebaiknya Presiden segera mengambil alih tongkat komandonya," sambungnya.
Kendati demikian, Bambang enggan berspekulasi lebih jauh terkait siapa pihak yang utamanya harus ditindak lebih dahulu dalam kasus ini.
"Teknis investigasi biarlah Polri yang menentukan," ujar dia.
Senada, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai tindak pidana dalam pemasangan pagar laut itu juga sudah nampak jelas.
Ia menilai salah satu bukti konkret tindak pidana dilakukan dalam pemasangan pagar laut itu adalah terbitnya SHGB yang dilakukan Kementerian ATR/BPN.
"Sejak diterbitkannya sertifikasi tersebut sudah batal demi hukum, karena diberikan pada objek yang tidak ada, yaitu lautan bukan tanah. Ini Error In Objecto," kata Abdul saat dihubungi, Rabu.
"Dengan adanya sertifikat ini bodong, maka baik pemohonnya maupun penerimanya itu sudah melakukan tindak pidana menyerobot ruang publik," sambungnya.
Ia menilai Menteri ATR/BPN yang menerbitkan HGB terkait pagar laut itu layak untuk dipidanakan karena melanggar sejumlah aturan hukum.
Beberapa aturan hukum yang dilanggar menteri tersebut menurutnya adalah penyerobotan ruang, penipuan dan korupsi penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara.
"Kalau ada kemauan politik penegakan hukum tidak ada kendala, sikat saja siapapun oknumnya baik yang mematok maupun dari pihak agraria badan pertanahannya," ujar dia.
Di sisi lain, Abdul menilai terdapat setidaknya tiga pihak yang dapat menjadi fokus utama aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan tindak pidana dalam pemasangan pagar laut.
"Sudah jelas Menteri Agraria yang sudah menjabat waktu sertifikat keluar, BPN Tangerang, pengusaha yang memasang pagar," katanya.
Sementara ini, kepolisian belum terlalu bergerak untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum di balik keberadaan pagar laut dan HGB laut misterius di Tangerang.
Dalam keterangan tertulis pada 16 Januari lalu, Kepala Korps Polairud Polri Irjen Mohammad Yassin menyatakan pihaknya belum menemukan ada unsur pidana dalam kasus pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Selain itu, pihaknya masih menunggu keputusan KKP untuk mengusut pihak yang bertanggung jawab dalam pemasangan pagar laut itu.
Senada, Ditpolairud Polda Metro Jaya menyatakan masih menunggu dari KKP untuk memulai penyelidikan kasus pagar laut misterius di Tangerang.
Direktur Polairud Polda Metro Jaya Kombes Joko Sadono pada 20 Juni lalu kepada wartawan memastikan pihaknya siap memberikan bantuan dalam proses penyelidikan pelaku pemasangan pagar laut itu.
Hanya saja, ia mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta langsung turun tangan tanpa ada permintaan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasalnya hal tersebut masuk dalam ranah dan tanggung jawab dari KKP.
Dia mengatakan sejauh itu pihaknya hanya bisa melakukan patroli di sekitar lokasi untuk mencegah terjadinya potensi tindak pidana atau konflik antar warga.
Sumber: CNN