[ANALISIS] Mengapa POLRI Tidak Menemukan 'Unsur Pidana' Dalam Kasus Pemagaran Laut?
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Kasus pemagaran laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dan Bekasi telah menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat.
Tindakan pemasangan pagar di wilayah laut ini tidak hanya memengaruhi aktivitas nelayan lokal, tetapi juga mencuatkan isu pelanggaran hukum dan peraturan tata ruang laut.
Namun, Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Polri, Irjen Mohammad Yassin, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan unsur pidana dalam kasus tersebut. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi, terutama terkait alasan di balik keputusan itu.
Dasar Pernyataan POLRI
Irjen Mohammad Yassin menyebutkan bahwa pihak Polairud Polri masih menunggu keputusan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menentukan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam pemasangan pagar laut tersebut.
Pernyataan ini mencerminkan bahwa proses penegakan hukum masih berada dalam tahap koordinasi antarlembaga.
Namun, argumen bahwa belum ada unsur pidana yang ditemukan menimbulkan dugaan bahwa pemasangan pagar tersebut mungkin telah mengantongi izin dari pihak berwenang.
Jika benar, izin tersebut bisa menjadi tameng hukum bagi pihak yang memasang pagar laut, sekaligus alasan mengapa Polri belum bisa menindak lebih jauh.
Apakah Ada Pelanggaran?
Dari sudut pandang hukum, pemasangan pagar di wilayah laut bisa dianggap melanggar beberapa aturan jika tidak sesuai dengan:
1. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Daerah atau zonasi wilayah laut yang mengatur pemanfaatan ruang laut untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Jika pemasangan pagar laut ini merugikan masyarakat nelayan, menghalangi jalur navigasi, atau merusak ekosistem laut, unsur pelanggaran sebenarnya cukup jelas.
Namun, jika pemasangan pagar ini dilakukan atas dasar izin resmi, maka unsur pidana sulit untuk dibuktikan kecuali ada pelanggaran dalam proses penerbitan izin itu sendiri, seperti praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
Dampak Sosial dan Ekologis
Di luar perdebatan hukum, dampak dari pemasangan pagar laut ini nyata dirasakan oleh masyarakat nelayan.
Mereka kehilangan akses terhadap area tangkapan ikan yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.
Hal ini dapat memicu konflik sosial dan menambah beban ekonomi di tingkat lokal.
elain itu, jika pagar-pagar tersebut mengganggu aliran air atau habitat laut, kerusakan ekologis jangka panjang juga menjadi ancaman yang perlu dipertimbangkan.
Kritik terhadap Penanganan Kasus
Keputusan untuk menunggu arahan dari KKP dianggap oleh sebagian pihak sebagai bentuk lambannya penegakan hukum.
Padahal, Polri seharusnya dapat mengambil langkah proaktif, seperti penyelidikan awal untuk memastikan legalitas pemasangan pagar tersebut dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
etergantungan pada keputusan kementerian dapat mencerminkan kurangnya keberanian atau independensi dalam menangani kasus yang berpotensi menimbulkan dampak besar.
Apa Selanjutnya?
Pernyataan bahwa “belum ada tindak pidana” dalam kasus ini sebenarnya adalah cerminan dari proses hukum yang belum tuntas, bukan sebuah kesimpulan akhir. Untuk memastikan keadilan, perlu ada investigasi yang mendalam, termasuk:
- Peninjauan ulang izin pemasangan pagar laut.
- Penilaian dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan.
- Transparansi proses hukum dan koordinasi lintas sektor.
Penutup
Kasus pemagaran laut ini menyoroti persoalan yang lebih luas tentang tata kelola ruang laut di Indonesia.
Pemerintah, bersama aparat penegak hukum, harus memastikan bahwa setiap tindakan di wilayah perairan sesuai dengan prinsip keberlanjutan, keadilan, dan hukum yang berlaku.
Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dan pemerintah akan terus menurun.
Sumber: FusilatNews