HUKUM POLITIK

Ahli Hukum Sebut 'Tidak Ada' Unsur Pidana Dalam Kisruh Pagar Laut, Kenapa?

DEMOCRAZY.ID
Januari 21, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Ahli Hukum Sebut 'Tidak Ada' Unsur Pidana Dalam Kisruh Pagar Laut, Kenapa?



DEMOCRAZY.ID - Kasus pemasangan pagar laut di sejumlah perairan Tangerang dan Bekasi terus menjadi perhatian publik. 


Polri, melalui Kakorpolairud Baharkam Polri Irjen Mohammad Yassin, menyatakan bahwa belum ditemukan unsur tindak pidana dalam kasus ini. 


Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel beberapa pagar laut yang terdeteksi melanggar aturan. 


Namun, apakah pemasangan pagar laut ini termasuk tindak pidana atau hanya pelanggaran administratif? Hal ini menjadi perdebatan penting dalam penegakan hukum.


Apa Kata Ahli Pidana?


Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Profesor Agus Surono, menyebutkan bahwa untuk menentukan sifat hukum dari kasus pagar laut ini, diperlukan analisis terhadap dua konsep hukum, yaitu mens rea dan actus reus.


Mens Rea: Niat atau kehendak untuk melakukan tindakan melawan hukum. Dalam kasus ini, apakah pemasangan pagar laut dilakukan dengan motif jahat?


Actus Reus: Perbuatan nyata yang dapat dipidana, misalnya jika pemasangan pagar laut melanggar aturan hukum atau menyebabkan kerugian besar.


"Untuk menentukan sifat hukum dari peristiwa pagar laut, perlu dilakukan analisis terhadap mens rea (niat jahat) dan actus reus (tindakan nyata). Mens rea mengacu pada niat jahat yang mendasari tindakan, sedangkan actus reus adalah perbuatan yang nyata dan bersifat strafbaar karena menyimpang dari asas doelmatigheid," kata Profesor Agus seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Senin, 20 Januari 2025.


Menurutnya, merujuk pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan jo Pasal 16 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dapat dimaknai bahwa "Setiap orang baik individu ataupun korporasi (swasta, koperasi ataupun lainnya) dapat melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil dengan terlebih dahulu mempunyai izin lokasi dan izin pengelolaan."


Kemudian, ia mengungkapkan bahwa untuk dapat memanfaatkan ruang laut, maka dalam pelaksanaannya pemberian izin pemanfaatannya harus sesuai ketentuan Pasal 101 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yaitu: "Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan: rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang wilayah provinsi, RTR KSN, RZ KSNT, RZ KAW, RTR pulau/kepulauan; dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional."


Terkait sanksi yang diberikan, Profesor Agus menegaskan, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan harus dipastikan terlebih dahulu sehingga apabila terdapat pelanggaran administratif maka bentuk sanksi administratif bagi mereka yang melakukan pelanggaran administratif dapat diberikan sanksi yang tepat agar penyelesaiannya komprehensif.


"Sehingga dengan demikian tujuan akhirnya bahwa dalam pemanfaatan/pengelolaan ruang laut agar memberikan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat di sekitar kawasan ruang laut tersebut yaitu di sekitar perairan Tangerang dan Bekasi, serta wilayah lainnya sebagaimana tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang laut," katanya.


Ia menambahkan bahwa belum ditemukan adanya actus reus yang bersifat pidana dalam kasus ini.


"Kasus pagar laut di wilayah Tangerang dan Bekasi lebih tepat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, karena belum ditemukan adanya actus reus yang bersifat strafbaar atau melanggar asas doelmatigheid dalam pemberian izin pemanfaatan ruang laut," tandasnya.


Sumber: VIVA

Penulis blog