DEMOCRAZY.ID - Permintaan kenaikan anggaran dari tujuh Menteri Koordinator (Menko) di kabinet Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan publik.
Dengan APBN yang dinilai terbatas, tuntutan ini memunculkan pertanyaan besar: Duitnya dari mana?
Pengamat politik Rocky Gerung menilai langkah ini sebagai sinyal awal potensi konflik anggaran yang dapat menjalar menjadi krisis politik.
Ia menyebut situasi ini menjadi tantangan besar bagi kabinet baru yang dipimpin Prabowo, yang kini dihadapkan pada ekspektasi tinggi masyarakat namun terjebak dalam keterbatasan fiskal.
Permintaan tambahan anggaran dari tujuh Menko, termasuk Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra, mengemuka di tengah ketatnya kondisi fiskal negara.
Dengan pagu anggaran yang terbatas, para menteri merasa tidak dapat menjalankan program-program prioritas mereka.
Bahkan, Yusril disebut memerlukan tambahan hingga Rp300 miliar agar kementerian yang dipimpinnya dapat bekerja secara optimal.
Namun, Rocky Gerung menyebut permintaan fantastis ini sebagai hal yang sulit diwujudkan mengingat indikator ekonomi nasional yang terus memburuk.
"Nilai tukar rupiah turun, pertumbuhan ekonomi melambat, dan proyeksi pendapatan negara tidak tercapai. Semua ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di ambang takflasi," ujarnya dikutip dari channel Youtubenya, Selasa 3 Desember 2024.
Menurut Rocky, permasalahan anggaran ini tidak hanya menjadi isu teknis, tetapi juga politis.
Dengan PDIP menguasai parlemen, segala upaya kabinet Prabowo untuk melobi Badan Anggaran (Banggar) DPR diprediksi tidak akan berjalan mulus.
"Banggar yang didominasi PDIP akan menjadi medan konflik baru, terutama karena perbedaan kepentingan politik," ujarnya.
PDIP, meski tidak masuk dalam koalisi pemerintah, tetap memiliki pengaruh besar di parlemen.
Hal ini membuat langkah Prabowo dan kabinetnya dalam memenuhi tuntutan tambahan anggaran berpotensi terhambat oleh dinamika politik antarpartai.
Rocky juga menyoroti dilema besar yang dihadapi Presiden Prabowo, antara prioritas pembangunan infrastruktur atau penguatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Dalam kampanyenya, Prabowo berkomitmen untuk meningkatkan gizi generasi muda melalui penyediaan makan siang gratis bagi pelajar.
Namun, penghematan di sektor lain diperlukan untuk mewujudkan program ini.
"Trade-off ini adalah batas dari ambisi politik. Dengan anggaran terbatas, tidak mungkin pemerintah membangun SDM sekaligus infrastruktur dalam skala besar," jelasnya.
Rocky memprediksi, konflik anggaran ini bisa memicu krisis politik di awal 2025.
Dengan tekanan dari parlemen, ekspektasi masyarakat, serta tantangan ekonomi global, kabinet Prabowo akan menghadapi ujian berat.
Selain itu, legitimasi politik Prabowo masih dipertanyakan pasca Pemilu 2024, terutama terkait pengangkatan Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden yang menuai kontroversi.
"Faktor psikologis ini, ditambah kritik internasional terhadap kapasitas Prabowo, akan semakin membebani pemerintahannya," kata Rocky.
Untuk menghindari krisis yang lebih dalam, Rocky menyarankan agar Prabowo segera mengambil langkah tegas untuk membedakan pemerintahannya dari rezim Jokowi.
"Harus ada paradigma baru yang jelas dan komitmen untuk membenahi masalah-masalah yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya," tegasnya.
Dengan semua tantangan ini, langkah kabinet Prabowo dalam menyusun strategi anggaran dan mengelola dinamika politik akan menjadi penentu stabilitas pemerintahan dan arah pembangunan Indonesia ke depan.
Sumber: PorosJakarta