EKBIS POLITIK

IRONI! Orang Miskin Makin Sengsara Dijerat PPN 12 Persen, Konglomerat Semakin Kaya Diberi Tax Amnesty

DEMOCRAZY.ID
November 19, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
IRONI! Orang Miskin Makin Sengsara Dijerat PPN 12 Persen, Konglomerat Semakin Kaya Diberi Tax Amnesty



DEMOCRAZY.ID - Tahun depan, beban hidup rakyat menengah ke bawah semakin berat karena semakin mahalnya harga barang. 


Gara-gara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menetapkan kenaikan PPN 12 persen.


Di sisi lain, Sri Mulyani membuka program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid 3, membuat kelompok kaya semakin sejahtera.


Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengaku kaget sekali mendengar informasi Sri Mulyani membuka kembali program tax amnesty jilid 3.


"Tax amnesty ini, merupakan kebijakan blunder untuk menaikkan penerimaan pajak. Rasio pajak kan sudah terbukti tidak naik pasca tax amnesty jilid I dan II. Apa pengaruhnya tax amnesty? Jelas tidak ada," kata Bhima, Jakarta, Selasa (19/11/2024).


Kata Bhima, berulang-ulangnya program tax amnesty justru membuat kepatuhan wajib pajak tajir dan korporasi kakap, untuk membayar pajak, semakin kendor. 


"Pastinya pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III pasti akan ada lagi," imbuhnya.


Selain itu, lanjut Bhima, potensi moral hazard dalam pelaksanaan program pengampunan pajak, sangatlah terbuka. 


Dari berbagai alasan itu, keputusan Sri Mulyani membuka kembali program tax amnesty, mencurigakan. 


Bukannya mengejar kepatuhan pajak dan pencocokan data aset dari hasil tax amnesty sebelumnya.


"Saya gagal paham dengan logika pajak pemerintah. Toh, pengusaha kan sudah menikmati tarif PPh badan yang terus menurun. Tahun depan, tarif PPh badan turun dari 22 persen menjadi 20 persen," kata Bhima.


Lebih celaka lagi, lanjut Bhima, Sri Mulyani nekat mengerek naik PPN menjadi 12 persen. Kebijakan ini jelas berdampak kepada semakin lemahnya daya beli kelas menengah ke bawah. 


Nasib pelaku usaha juga terpukul karena kenaikan biaya produksi. Hal ini bisa memicu pemutusan hubungan kerja massal di bisnis ritel dan industri pengolahan.


"Kalau dikaitkan dengan tax amnesty yang menguntungkan orang kaya, kebijakan PPN 12 persen menyengsarakan kelompok miskin. lalu di mana letak keadilan pajaknya," pungkas Bhima.


Rencana pemberlakuan tax manesty jilid 3 terungkap dari hasil Rapat Panja Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025 yang dilaksanakan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Jakarta, Senin (18/11/2024) .


Di mana, program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid 3 masuk Draf Usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025. 


Dinyatakan, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam daftar draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025. RUU tersebut masuk prioritas nomor 14.


Antara pemerintah dengan DPR sepakat bahwa naskah akademik dan naskah RUU disiapkan Komisi XI DPR. 


Nantinya, RUU Pengampunan Pajak ini diusulkan lewat Baleg DPR.


Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (14/11/2024), Sri Mulyani mengatakan, kenaikan tarif PPN 12 persen tetap berjalan sesuai mandat UU 7/ 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Artinya, berlakunya kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025.


"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," kata Sri Mulyani.  


Sumber: Inilah

Penulis blog