DEMOCRAZY.ID - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan mengenai adanya wacana impeachment atau pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Adapun isu tersebut muncul lantaran Gibran diduga sebagai pemilik dari akun Kaskus Fufufafa yang vira di media sosial.
Unggahan di akun tersebut berisi kritik terhadap Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto, serta beberapa tokoh politik dan figur publik, yang memicu spekulasi ketegangan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo.
Mahfud MD mengungkapkan, di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dijelaskan bahwa hal tersebut bisa dilakukan.
Ia menjelaskan, jika Presiden dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap secara bersama-sama, maka nanti penggantinya akan dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Nama penggantinya diajukan oleh partai politik yang mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden tersebut.
“Misalnya Pak Prabowo dan Gibran sama-sama berhalangan gitu, nanti yang mengajukan ya Gerindra, Demokrat dan Golkar gitu sama-sama. Calonnya dari mereka oleh DPR,” ujar Mahfud dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, Jumat, 4/10/2024.
Mahfud juga memaparkan, jika Presiden saja yang berhalangan, maka Wakil Presiden akan naik menjadi Presiden.
Pada saat itu, Wakil Presiden yang telah menjadi Presiden akan menunjuk dua orang untuk diangkat menjadi calon Wakil Presiden-nya.
MPR kemudian akan memilih salah satu dari dua nama yang ditunjuk oleh Presiden.
Kemudian, jika yang mengalami impeachment adalah sang Wakil Presiden, maka secara otomatis akan terjadi kekosongan jabatan.
Dengan demikian, Presiden akan memilih dua orang untuk salah satunya dipilih oleh MPR.
“Gitu aja simple kok. Jadi jalan konstitusionalnya ada. Ini soal politiknya, apakah kita sepakat untuk melakukan itu atau tidak. Prosedur hukum itu kan harus dimulai dari keputusan politik,” lanjut dia.
Di samping itu, Mahfud MD juga menegaskan bahwa impeachment tidak bisa dilakukan jika memang tidak ada alasan untuk melakukannya.
Mahfud menuturkan, impeachment bisa dilakukan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum yang jenisnya korupsi, pengkhianatan atas negara, penyuapan, dan kejahatan yang diancam pidana lima tahun ke atas.
Tetapi, jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum lain, ia tidak akan bisa dimakzulkan.
“Misalnya pelecehan seksual, ndak bisa, ndak bisa. Misalnya menaikkan tarif Telkom. Ndak bisa. Hanya 4 ini, korupsi, penyuapan, pengkhianatan, sama melakukan tindak pidana yang diancam 5 tahun ke atas,” jelas dia.
Walaupun demikian, ada satu pelanggaran lagi yang Mahfud sebutkan, yaitu pelanggaran etika.
Kata Mahfud, jika Presiden atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran etika, maka tinggal menunggu masyarakat yang mendesak adanya pemakzulan.
Setelah itu, perilaku tersebut akan dinilai oleh sebuah tim yang kemudian disepakati apakah sang Presiden atau Wakil Presiden benar-benar melakukan pelanggaaran etika atau tidak.
Sumber: ForumKeadilan