PKS Serahkan Dukungan buat Bobby Nasution tanpa Rasa Bersalah
Sempat diklarifikasi sebelumnya, akhirnya PKS menyerahkan SK dukungan Pilgub Sumatera Utara kepada Bobby Nasution.
Saat Pilwakot Medan dulu (2020), Bobby Nasution adalah lawan PKS yang paling keras.
Kalau mengingat kembali Pilwakot Medan, maka rasanya mustahil PKS saat ini menyerahkan dukungan kepada Bobby Nasution.
Terlalu banyak kata-kata yang harus ditipe X, sehingga halaman buku itu putih, bukan kembali putih seperti semula, tapi putih karena sudah ditipe X, saking tebal dan banyaknya.
Saat ini Bobby Nasution tidak saja menjadi simbol Jokowi, tapi juga simbol Prabowo. Sebab, belum lama Bobby sudah resmi menjadi kader Partai Gerindra.
Artinya, dengan penyerahan SK dukungan kepada Bobby Nasution, berarti politik PKS juga sudah menyerah kepada Jokowi sekaligus Prabowo.
Tak ada lagi cerita politik dinasti, politik umat dan non-umat, politik pengkhianat atau politik konsistensi, dan segala hal seputar isu-isu yang melingkupi semua itu. Semua sudah cair. Sudah ditelan bulat-bulat tanpa memicingkan mata.
Sumatera Utara, boleh dibilang, salah satu basis PKS, sama seperti Sumatera Barat dan Jawa Barat, termasuk Jakarta, kendati PKS belum pernah mendudukkan kadernya di salah satu pucuk pimpinan eksekutif di Jakarta.
Entah apa yang diperoleh PKS dengan penyerahan SK dukungan buat Bobby Nasution di Sumatera Utara itu.
Masih mendingan kalau dapat posisi wakil gubernur seperti harga mati yang diberikan kepada Anies, kalau ingin dapat dukungan PKS di Jakarta. Kalau tidak dapat posisi Wagub di Sumut, berarti ada sesuatu yang lebih besar dari semua itu.
Keberanian PKS menyerahkan dukungan kepada Bobby Nasution, pantas 'dipuji'. PKS tak mau takluk kepada pendukungnya sendiri. Pendukung memang tak tahu apa-apa, yang dirasakan elit. Elit-lah yang paling tahu.
Tapi giliran hantam-menghantam, pendukung yang paling tahu, paling bisa. Elitnya tak tahu-menahu. Kalau perlu elit menebar bensin tanpa diketahui pendukungnya, agar hantamannya bisa meledak lebih kuat.
Candaan Presiden PKS 'minta diajak gabung Kabinet Prabowo-Gibran', berarti bukan sekadar candaan. Tapi itulah yang diinginkan sesungguhnya.
Jadi kalau di Jakarta nanti PKS gabung dengan Koalisi Indonesia Maju, yang diistilahkan dengan Koalisi Indonesia Maju plus, bukan lagi sesuatu yang aneh. PKS sendiri sudah mengunci Anies dengan mengharuskan agar Sohibul Iman yang menjadi wakilnya.
Kalau tidak, PKS punya alasan untuk hengkang. Partai mana pula yang mau menjadi pelengkap pengusung Anies-Sohibul? PKB ogah, NasDem diam.
Hanya tinggal PDIP? PDIP mau, itu tanda politik kita semakin sulit dimengerti oleh ahli politik manapun. Geleng-geleng kepala saja kita lagi.
(Oleh: Erizal)