'Patung Garuda dan Desain IKN: Gagal Total atau Kelalaian?'
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Pada 16 Agustus 2024, artikel saya yang berjudul _"Gagal Total, Patung Garuda IKN: Kado 79 Tahun RI?"_ viral di berbagai platform media.
Artikel tersebut mengungkap ketidakakuratan atau bahkan kesalahan fatal dalam desain Patung Garuda yang dibanggakan sebagai ikon Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Patung ini dilaporkan menghabiskan biaya sebesar Rp Rp. 2 Trilyun (= 2000 Milyar rupiah) karya seniman NN yg sempat digembar-gemborkan diharapkan akan menjadi ikon kebanggaan IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara di Kalimantan Timur, namun justru menimbulkan kontroversi besar.
Mengapa patung ini dikatakan gagal total? Sebagai lambang negara Indonesia, Burung Garuda Pancasila harus mengikuti aturan baku yang sudah diatur sejak 10 Januari 1950 oleh Panitia Lambang Negara.
Desain Garuda yang benar harus mencerminkan jumlah helai bulu pada sayap, ekor, dan leher yang sesuai dengan simbol 17-8-45, yaitu jumlah bulu sayap 17 helai, bulu ekor 8 helai, dan bulu leher 45 helai.
Hal ini telah diatur dalam UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Namun, hasil patung yang ada di IKN saat ini sama sekali tidak mencerminkan aturan tersebut.
Masyarakat yang memperhatikan dengan cermat akan melihat bahwa patung ini hanya memiliki empat sudut lancip pada setiap sayapnya, jauh dari simbol 17-8-45 yang seharusnya diwujudkan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah seniman yang merancang patung ini lupa atau sengaja mengabaikan aturan baku tersebut?
Selain itu, warna hitam gelap dari baja yang digunakan dalam patung ini juga menambah kesan suram.
Banyak netizen yang menyamakan patung ini dengan spesies kelelawar, bukan burung Garuda yang gagah.
Bahkan, ada yang menyebutnya mirip dengan rumah si penyihir jahat Lord Voldemort dari serial Harry Potter.
Namun, masalah pada patung Garuda ini hanyalah puncak dari gunung es.
Lebih prinsipil lagi adalah kenyataan bahwa desain utama IKN, yang telah melalui proses sayembara dan dimenangkan oleh konsep "Nagara Rimba Nusa," kini tampaknya diabaikan.
Desain tersebut yang seharusnya menjadi dasar pembangunan IKN, kini digantikan oleh konsep dari seniman yang sama yang merancang patung Garuda yang kontroversial tersebut.
Konsep "Nagara Rimba Nusa" sendiri memiliki filosofi yang kuat, menggabungkan elemen pemerintahan (Nagara), hutan (Rimba), dan pulau (Nusa).
Desain ini mencakup elemen-elemen seperti Danau Pancasila, Plaza Bhinneka Tunggal Ika, dan berbagai elemen lingkungan yang menggambarkan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Sayangnya, desain yang sudah memenangkan sayembara ini kini tak lagi dipakai dan digantikan oleh konsep lain yang lebih sederhana.
Ironisnya, bahkan jumlah pilar di depan Istana Garuda yang baru dibangun di IKN juga kurang dari yang seharusnya.
Pilar-pilar ini dirancang untuk melambangkan jumlah provinsi di Indonesia, namun hanya ada 34 pilar, sementara Indonesia kini memiliki 38 provinsi.
Kekeliruan ini semakin menunjukkan ketidakakuratan dalam perencanaan dan eksekusi desain IKN.
Meskipun banyak yang merasa kecewa dengan perkembangan ini, saya tetap ingin mengucapkan _Dirgahayu 79 tahun Republik Indonesia_ (1945-2024).
Semoga semangat kebangsaan kita tetap terjaga.
Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Jakarta, 17 Agustus 2024
Tambahan Catatan:
Setelah Upacara Bendera, pagi hari ini, Sabtu 17/08/24 jam 10.00 WIB akan berziarah di Makam salahsatu Proklamator Mohammad Hatta di TPU Tanah Kusir bersama PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia).
Sesudahnya siangnya jam 14.00 WIB berziarah ke makam salahsatu Putri Proklamator Ir Soekarno, yakni Rachmawati Soekarnoputri di TPU Karet Bivak bersama rekan2 Aktivis Pro-Demokrasi. ***