HEALTH POLITIK

Miris! 10 Tahun Jokowi Memimpin, Kesehatan Rakyat Indonesia Jauh dari Kata Sejahtera

DEMOCRAZY.ID
Agustus 18, 2024
0 Komentar
Beranda
HEALTH
POLITIK
Miris! 10 Tahun Jokowi Memimpin, Kesehatan Rakyat Indonesia Jauh dari Kata Sejahtera


Miris! 10 Tahun Jokowi Memimpin, Kesehatan Rakyat Indonesia Jauh dari Kata Sejahtera


Sebuah bangsa yang sehat adalah tiap-tiap individunya memiliki kesejahteraan kesehatan. Kalimat itu seakan menjadi angan-angan belaka untuk Indonesia. 


Masa jabatan 10 tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia akan segera berakhir. Meski 10 tahun menjabat, ternyata kesehatan rakyat Indonesia jauh dari kata sejahtara. 


Tepat pada Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia kali ini perlu disampaikan harus tercapainya kemerdekaan kesehatan bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan kesehatan apalagi kesejahteraan rakyat Indonesia jauh dari harapan. 


Stunting tak Kunjung Rampung

Masalah stunting masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus tuntas diselesaikan oleh pemerintah. 


Presiden Jokowi dalam pidato Kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR RI menyebut terjadinya penurunan prevalensi stunting dari 37 persen pada 2014 menjadi 21,5 persen di tahun 2023.


“Sayangnya prevalensi stunting 2022 – 2023 hanya turun 0,1 persen,” katanya, Jumat, (16/08/2024)


Pencapaian tersebut dinilai sangat minim hanya 0,1 persen. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher mengatakan,  penurunan stunting masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 14 persen di tahun 2024.


“Janganlah berbangga dengan capaian tersebut karena masih jauh dari target. Justru harus dilakukan evaluasi menyeluruh mengapa pemerintah gagal mencapai targetnya,” terangnya.


Pemerintah harusnya ngotot dan lebih fokus untuk mengatasi masalah stunting ini agar terus menguatkan program penurunan prevalensi stunting yang difokuskan kepada keluarga pra-sejahtera.


“Intervensi terhadap keluarga pra-sejahtera ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Para remaja, calon pengantin, ibu hamil dan keluarganya harus mendapat perhatian serius. Bahkan, perlu disiapkan insentif finansial untuk memeriksa dan memenuhi kebutuhan makanan bergizi mereka,” katanya.


Masalah stunting memang tidak main-main. Ini menjadi tonggak keberhasilan sebuah negara membangun bangsanya lewat Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, cerdas, dan memiliki daya saing yang baik.


Jika melihat angggara untuk upacara HUT RI ke-79 di IKN pada 17 Agustus yang sangat megah itu mencapai Rp87 miliar, rasanya sangat miris, sebuah negara bisa mengadakan upacara yang begitu megah namun masyarakatnya masih banyak yang mengalami stunting.


Jaminan Kesehatan Penting untuk Masyarakat

Selain soal prevalensi stunting, Netty juga memberikan catatan soal capaian kesehatan yang disampaikan presiden.


“Kita masih punya PR yang besar pada sistem kesehatan nasional, terutama terkait implementasi jaminan kesehatan nasional. Masih banyak rakyat Indonesia yang menunggak iuran BPJS sehingga terkendala dalam layanan jaminan kesehatan,” katanya.


Selain itu, menurutnya, fasilitas kesehatan kita terutama di daerah 3T masih sangat kurang dan kondisinya tidak layak.


“Harus ada political will dari pemerintah untuk menyiapkan tenaga medis, obat-obatan, alat-alat kesehatan dan fasilitas lain, termasuk dukungan infrastruktur di daerah tersebut,” katanya.


“79 tahun kita sudah merdeka, tapi masih banyak warga negara Indonesia yang kalau sakit dan mau berobat harus ditandu secara tradisional ke fasilitas kesehatan yang kondisinya juga mengenaskan,” tambahnya.


Tenaga Medis Dokter Asing Bikin Pusing

Masalah dokter asing juga menjadi salah satu persoalan yang krusial bagi dunia kesehatan di Indonesia saat ini. 


Dalam UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memang diatur pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing. 


Pasal 248 ayat (1) menyebutkan bahwa tenaga dokter asing bisa berpraktik di Indonesia setelah mengikuti evaluasi kompetensi.


Lalu Pasal 284 ayat (3) mengatakan kompetensi yang dimaksud adalah penilaian kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan praktik. 


Namun jika dilihat dari aturan tersebut belum komprehensif. Sementara itu, regulasi dibutuhkan untuk melindungi dokter di dalam negeri.


Jika dokter asing dianggap sangat perlu didatangkan ke Indonesia, Pemerintah harus bertanggung jawab dan memastikan screening yang tepat lewat evaluasi kompetensi. 


Bukan tidak mungkin akan ada gesekan dengan dokter Indonesia yang juga memiliki kompetensi yang sama atau bahkan lebih baik.


Harga Obat-obatan Jadi Beban Rakyat

Pembangunan ekosistem sektor kesehatan belum menjadi prioritas utama pemerintah. Hal itu tercermin dari ranking kesehatan Indonesia yang tertinggal jauh di posisi ke-58 secara global, mengacu pada data Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness. 


Data lain menyebut, Indonesia ada pada urutan 114 dari 192 negara, sebagaimana tertulis dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2022.


Persoalan di sektor kesehatan dalam negeri memang rumit untuk urusan obat-obatan saja pemerintah tak mampu hadirkan harga yang ramah kantong. Ini juga menjadi catatan buruk pada kinerja 10 tahun pemerintahan Jokowi. 


Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mendorong pemerintah melakukan reformasi industri farmasi. 


Menurutnya, salah satu faktor harga obat di pasaran mahal dikarenakan 90 persen lebih bahan baku obat itu impor. 


Ia menjelaskan, sekitar 20-25 persen dari harga obat yang ada di pasaran memang diperuntukkan membeli bahan baku, ada pula ongkos kemasan sekitar 10 persen, sisa-sisanya yang lain untuk biaya marketing, promosi, dan keuntungan perusahaan, termasuk juga biaya distribusi obat.


Aspek Penting Pemerintah Genjot Kesejahteraan Kesehatan untuk Rakyat

Untuk itu hal yang paling penting adalah mengacu pada definisi dan pengertian pelayanan kesehatan universal, atau Universal Health Care (UHC).


Artinya, semua orang harus dapat mempunyai akses pada pelayanan kesehatan yang bermutu yang diperlukannya tanpa membebani perekonomian rakyat.


“Pelayanan kesehatan adalah untuk siapapun juga di negara kita, entah tinggal di pelosok nusantara manapun, tanpa kecuali sama sekali,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Tjandra Yoga Aditama kepada Inilah.com, Sabtu (17/08/2024).


Kesejateraan kesehatan harus mempunyai akses. Pentingnya fasilitas kesehatan yang terjangkau masyarakat menjadi tonggak kesejahteraan kesehatan bagi rakyat.


Hal ini bukan hanya pelayanan untuk pengobatan saja, tetapi harus lengkap, yaitu pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.


“Jadi kalau semua rakyat harus dapat informasi kesehatan yang benar, juga misalnya dapat berkonsultasi dan mendapatkan makanan bergizi, atau berbagai kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan masalah kesehatan lainnya,” paparnya.


Tidak tepat jika yang disebutkan pelayanan kesehatan hanya untuk orang sakit saja.


“Hal yang juga amat perlu adalah menjaga yang sehat tetap sehat, produktif dan berguna bagi diri, keluarga dan lingkungannya,” tegasnya.


Pelayanan yang didapatkan masyarakat haruslah yang bermutu, sesuai kaidah ilmu pengetahuan kesehatan dan kedokteran yang tepat.


“Jadi, jangan asal tersedia pelayanan saja, harus dijamin bermutu, dilakukan oleh petugas kesehatan yang mumpuni dan terjamin kehidupannya yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang baik untuk menjamin kerjanya,” tambahnya.


Saat ini masyarakat jauh dari kata nyaman. Dalam artian, orang yang tengah sakit harus menunggu lama membuang waktu untuk berobat ke dokter. 


Meski menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rakyat harus meratapi nasib seharian rela menunggu bertemu dokter untuk berobat. 


Ini harusnya menjadi perhatian khusus agar masyakat tidak lagi membuat waktu, seakan sedang sakit tambah dibuat sakit.


Sumber: Inilah

Penulis blog