POLITIK

Pemikir Kebinekaan Sukidi: Era Jokowi Sistem Demokrasi Indonesia Rusak Parah!

DEMOCRAZY.ID
Juni 20, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pemikir Kebinekaan Sukidi: Era Jokowi Sistem Demokrasi Indonesia Rusak Parah!

Pemikir Kebinekaan Sukidi: Era Jokowi Sistem Demokrasi Indonesia Rusak Parah!


DEMOCRAZY.ID - Sistem demokrasi di Indonesia saat ini disebut mengalami kerusakan yang sedemikian parah.


Hal tersebut diutarakan Pemikir Kebinekaan Sukidi dalam diskusi publik 'Hukum sebagai Senjata Politik' di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).


Dalam diskusi itu, hadir pula Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis-Suseno dan Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto.


"Kenapa? Karena salah satu penjelasannya adalah hukum itu dipakai sebagai senjata politik. Pertama, hukum itu dipakai sebagai senjata politik terutama untuk menekan para pesaing politik," ujar Sukidi.


"Sehingga para pesaing politik tidak memiliki kebebasan untuk berkompetisi secara sehat, secara fair, secara adil dalam pemilu, dalam kehidupan politik," sambung dia.


Atas hal itu, yang terjadi adalah para pesaing politik ditekan dengan menggunakan hukum.


Sementara mereka yang membersamai kekuasaan memperoleh setidaknya proteksi.


"Agar kejahatan korupsi, kejahatan kolusi, dan nepotisme tidak diungkap melalui instrumen hukum," katanya.


"Inilah yang oleh Profesor Harvard, Profesor Stephen Lewitsky, dan Dani Ziblatt disebut sebagai selective enforcement. Penegakan hukum secara selektif," lanjut Sukidi.


Ia juga memberi penegasan bahwa tiran justru memanfaatkan demokrasi untuk naik ke panggung kekuasaan.


Tapi setelah demokrasi dipakai sebagai instrumen untuk meraih kekuasaan, akhirnya seorang tiran memerintah dengan kekuasaan yang tiranik dan brutal.


"Satu diktum yang dipegang oleh tiran populis adalah He is a government only by the law of his self interest. Seorang tiran itu diatur oleh hukum yang menguntungkan dirinya sendiri," ucap dia.


"Itu diktum utamanya. Karena itu hal-hal lain yang tidak menguntungkan dirinya maka harus diubah untuk sesuai kepentingan dirinya. So he is a government only by the law of his self interest," sambungnya.


Sumber: Tribun

Penulis blog