DEMOCRAZY.ID - Sejumlah aktivis demokrasi di Yogyakarta memberikan dukungan moral kepada Mahkamah Konstitusi (MK) berani mengadili sengketa Pilpres 2024 secara bijakasana dan seadil-adilnya. Salah satunya punya nyali memutuskan diskualifikasi paslon 02 Prabowo-Gibran.
Damaira Pakpahan mengatakan, saat ini rakyat Indonesia sedang menunggu keputusan MK perihal sengketa Pilpres 2024.
Rakyat Indonesia masih menaruh harapan kepada MK sebagai benteng penjaga konsitusi, terutama setelah Anwar Usman dinonaktifkan sebagai ketua akibat pelanggaran etik berat karena putusan nomor 90/2023.
Aktivis Kamisan ini mengungkapkan, latar belakang dari paslon 02 juga jauh dari kultur demokratis. Sebagai aktivis 98, merasakan betul pedihnya menjadi korban pada masa Reformasi.
“Saya masih menganggap Prabowo adalah pelanggar HAM saat Reformasi,” katanya kepada KBA News, Senin, 8 April 2024.
Dia mengakui beberapa temannya ada yang mendekat bahkan menjadi pendukung Prabowo pada kontestasi Pilpres 2024 ini.
“Tapi itu tidak menghapus jejak sejarah. Masih banyak korban lain yang menuntut Prabowo diadili,” ungkap Damai, sapaan akrab Damaira Pakpahan.
Damai juga menyebut pencalonan Gibran Rakabuming Raka, pasangan cawapres Prabowo sebagai produk dari nepotisme yang jauh kultur demokrasi.
“Kami menolak Nepoboy. Anda tahu Nepoboy? Anak hasil nepotisme sebagai cawapres lewat paman,” ungkapnya.
Menurut dia, sosok Nepoboy ini tidak layak menjadi pemimpin negeri yang berpenduduk lebih 200 juta orang ini.
“Posisinya dibandingkan Jusuf Kalla, Boediono, atau Moh Hatta? Ah, yang benar saja. Nepoboy tidak layak. Lebih layak didiskualifikasi,” tegasnya.
Senada diungkapkan oleh Afnan Malay. Aktivis 98 ini mengaku kecewa sudah menjadi bagian dari pendukung Jokowi.
“Dulu saya pendukungnya, dua tahun terakhir masih banyak yang mendukung karena bapaknya Gibran itu dianggap New Hope,” ungkapnya.
Salah satu pendiri Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi ini mengungkapkan, lolosnya Gibran sebagai cawapres Pilpres 2024 menjadi titik balik para pendukung berbalik arah.
“Dulu yang memuji-muji Jokowi, yang sudah sadar akhir akhirnya bilang prek. Jokowi tidak menghargai demokrasi,” tegasnya.
“Gibran jadi cawapres, Bobby jadi Wali Kota Medan, dan Kaesang belum seminggu langsung jadi ketua umum partai. Itu rakyat sudah dikecewakan oleh Presiden,” jelasnya.
Menurut Afnan, ke depan membahayakan jika pemimpin yang lahir bukan dari proses demokrasi yang sehat memimpin negeri ini.
"Untuk mengamputasinya, maka jawabnya harus didiskualifikasi,” tegasnya.
Sumber: KBANews