DEMOCRAZY.ID - Bagi ulama ahli Al-Qur'an KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, ada atau tidaknya surga atau neraka tidak ada masalah, persoalan ibadah bukan karena hal tersebut. Ibadah yang dilakukan motivasinya hanya disandarkan kepada Allah SWT.
Motivasi untuk beribadah dan menjalankan ajaran agama bisa sangat bervariasi antara individu. Beberapa orang mungkin termotivasi oleh keinginan untuk mencapai surga atau menghindari neraka.
Konsep surga dan neraka sering menjadi bagian penting dari keyakinan, dan bagi beberapa orang, harapan untuk mendapatkan pahala dan menghindari hukuman dapat menjadi pendorong untuk beribadah dan hidup sesuai dengan ajaran agama mereka.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa motivasi ibadah bisa sangat personal dan kompleks.
Selain harapan untuk mendapatkan imbalan di akhirat, banyak orang juga terdorong oleh kasih sayang kepada Tuhan, rasa keterikatan dengan komunitas keagamaan, kebutuhan akan bimbingan moral, atau pencarian makna dalam hidup.
Selain itu, ada juga yang mempraktikkan agama mereka dengan motivasi untuk mencapai kedamaian batin, meningkatkan kualitas hidup, atau memperdalam hubungan dengan Tuhan.
Jadi, sementara harapan surga dan takut akan neraka bisa menjadi faktor motivasi bagi beberapa orang, itu mungkin tidaklah menjadi satu-satunya atau bahkan faktor utama bagi semua individu yang beribadah.
Tiga Tipe Orang Beribadah
Menukil Islami.co, ditempatkannya seorang hamba di surga itu karena tidak karena amalnya semata, sebab rahmat Allah lah yang sebenarnya lebih berperan atas kenikmatan yang diperolehnya.
Berdasar penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwasanya surga maupun neraka merupakan ciptaan Allah yang dipersiapkan sebagai ganjaran bagi hamba-hamba-Nya. Lantas bagaimana jika seorang hamba beribadah kepada Allah demi mendapatkan surga dan karena takut neraka?
Terkait pertanyaan tersebut, Gus Baha pernah membahasnya secara jelas, sembari mengingatkan supaya belajar ikhlas dalam menyembah Allah SWT.
Gus Baha menjelaskan pendapat para ahli ilmu yang menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe ibadah seorang hamba. Pertama, beribadah layaknya seorang pedagang (‘ibadatut tujjar).
Orang yang demikian jika beribadah selalu memperhitungkan laba dan rugi. Misalnya ialah beribadah karena akan mendapatkan surga atau karena takut neraka.
Kedua, beribadah layaknya seorang budak (‘ibadatul ‘abid). Karena mentalnya budak, karena mentalnya buruh, maka disuruh ibadah apa pun ia akan mengikuti karena takut kepada majikannya.
Sedangkan ketiga, beribadah sebagai orang yang bebas (‘ibadatul ahrar). Orang yang merdeka ketika beribadah maka sesuai dengan kebenaran yang ada, ia juga mampu melihat adanya kebenaran pada Tuhan yang ia sembah. Sehingga ibadahnya bukan karena adanya tekanan semata, tetapi lebih sebagai bentuk pengakuan kelemahannya dan pengakuan atas kekuasaan Allah Swt.
Penjelasan Gus Baha Terkait Motivasi Ibadah
Selaras dengan uraian di atas, terdapat pernyataan Ibn Hazm yang menyatakan bahwa beliau merasa malu jika menyembah Allah layaknya seorang budak ataupun pekerja. Pernyataan tersebut diabadikan juga oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin.
إِنِّى لَأَسْتَحْيِي أَنْ أَعْبُدَهُ لِلثَّوَابِ وَالْعِقَابِ، فَأَكُوْن كَالْعَبْدِ السّوْءِ إِنْ لَمْ يَخَفْ لَمْ يَعْمَلْ وَكَالْأَجِيْرِ السّوْءِ إِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَعْمَلْ
“Sesungguhnya aku malu kala menyembah-Nya hanya karena pahala dan siksa. Sehingga aku layaknya budak yang buruk, yang jika tidak karena rasa takut maka ia tidak bekerja, dan layaknya pekerja yang buruk, yang jika tidak diberikan bayaran maka ia tidak bekerja.”
Selanjutnya Gus Baha memberikan penjelasan tentang ikhlas beribadah kepada Allah. Ia mengungkapkan bahwa ikhlas dalam beribadah ialah beribadah hanya karena Allah SWT. Artinya, baik Allah menjanjikan ganjaran surga ataupun tidak, maka seseorang tetap menjalankan ibadah, karena ibadah adalah perintah Allah SWT.
Meskipun hati manusia terkadang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan belum ikhlas dalam menyatakan kebenaran, tetapi ilmu manusia pemberian Allah akan senantiasa ikhlas dalam menyatakan kebenaran.
Gus Baha kemudian mencontohkan bahwa ketika seorang hamba mengatakan bahwa kertas putih itu putih, juga menyatakan bahwa kertas hitam itu hitam, tanpa diberi upah pun ia akan tetap mengatakan sesuai faktanya.
Menggaparai Ridha Allah
Lantas mengapa perlu menunggu diberikan surga untuk mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang berhak disembah oleh seluruh alam? Padahal Allah sebagai Tuhan itu merupakan fakta yang tak dapat diingkari.
Untuk lebih menguatkan argumentasi tersebut, Gus Baha menyebutkan firman Allah dalam kitab Zabur yang sangat masyhur dan sering dikutip ulama untuk mengingatkan supaya ikhlas dalam menyembah Allah SWT.
مَن أَظلَمُ مِمَّن عَبَدَنِي لِجَنَّةٍ أَو نَارٍ، لَوْ لَمْ أَخْلُقْ جَنَّةً وَلاَ نَارًا أَمَا كُنْتُ أَهْلاً أَنْ أُطَاعَ أُعْبَد؟
“Orang yang zalim dari orang-orang yang menyembahku ialah seorang yang menyembah-Ku hanya karena (berharap) surga dan (takut) neraka. Sekiranya Aku tak menciptakan surga dan neraka, bukankah Aku tetap layak sebagai Dzat yang ditaati dan disembah?”
Memang sudah selayaknya jika seorang hamba itu lebih takut Allah, ketimbang takut neraka-Nya. Karena neraka dan surga hanyalah media, sedangkan tujuannya ialah menggapai rida Allah SWT. Gus Baha pun mengutip pendapat para ahli tafsir yang menyatakan bahwa ayat Al-Qur’an yang mengimbau untuk takut pada neraka (fattaqunnar) ialah untuk posisi orang biasa, sedangkan untuk orang khusus ialah imbauan untuk takut kepada Allah (fattaqullah). Wallahu a’lam.
Sumber: Liputan6