POLITIK

Deskripsi Para Tokoh Seragam: 'Kebijakan Jokowi dari Sisi Moralitas Buruk Rupa'

DEMOCRAZY.ID
Februari 29, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Deskripsi Para Tokoh Seragam: 'Kebijakan Jokowi dari Sisi Moralitas Buruk Rupa'
Deskripsi Para Tokoh Seragam: 'Kebijakan Jokowi dari Sisi Moralitas Buruk Rupa'


Deskripsi Para Tokoh Seragam: 'Kebijakan Jokowi dari Sisi Moralitas Buruk Rupa'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Poltik Mujahid 212


Pemantauan terhadap respons publik secara umum, didasarkan pada konsumsi konten video YouTube dan narasi dari beragam diskusi publik yang terdapat dalam berbagai sumber bacaan, baik media konvensional, media utama, maupun media online (termasuk aktivitas di dalam ruang WhatsApp). 


Rata-rata pernyataan yang muncul terkait dengan hukum, sosial ekonomi, dan sikap politik sesuai dengan temuan dari berbagai pernyataan atau tanggapan dari tokoh masyarakat bangsa, yang meliputi para tokoh pergerakan, akademisi, rohaniawan lintas agama, jurnalis, aktivis, dan purnawirawan TNI. 


Dalam keseluruhan, kesimpulan yang diambil oleh para tokoh adalah bahwa Jokowi tidaklah menjadi figur negarawan yang berdiri di atas kepentingan semua golongan, melainkan berperilaku khusus terhadap golongan tertentu. 


Oleh karena itu, menurut mereka, Jokowi sebagai kepala negara merupakan representasi dari “wajah kepemimpinan yang kurang memuaskan” karena banyak kebijakan yang diambilnya, baik dalam politik, ekonomi, maupun hukum, dinilai tidak tepat atau tumpang tindih.


Berikut ini adalah daftar nama dan fokus konsentrasi dari individu-individu dan kelompok yang secara konsisten terlibat dalam perlawanan, yang menyampaikan kritik, protes keras, serta berbagai pernyataan terhadap ketidakselarasan dan realitas dari kebijakan para pemimpin publik. 


Daftar ini diklasifikasikan berdasarkan bidang keahlian dan paparan ilmiah yang mereka sampaikan dalam berbagai forum diskusi, serta ulasan dan pernyataan mereka yang tersebar di media publik.


Kategori Hukum & Sosbud/ Sosial-Budaya- Politik:

  • Eggi Sudjana dengan identitas TPUA / Tim Pembela Ulama & Aktivis serta komponen juang linear lainnya.
  • Marwan Batubara melalui kelompok Petisi 100
  • Ahmad Yani, Syahganda Nainggolan, M. Hatta Taliwang, Herman Kadir, Isra (Presidium 1000 Tim Relawan) dan kawan-kawan.


Akademisi:

  • Rocky Gerung
  • Refly Harun
  • Prof. Dr. Suteki
  • Dr. M. Choir
  • Dr. Muhammad Taufik


Gerakan Suara Buruh dan Aktivis Demonstran:

  • Mohammad Jumhur Hidayat
  • F.G.Nicholas Silalahi
  • Para Sahabat Praktisi lapangan dan Aktivis Medsos.


Ulama dan Rohaniawan:

  • Ulama Besar Asset Muslim Dunia, Imam Besar Tanah Air, Dr. Habib M.Rizieq Shihab, DPMSS. Berikut Para Ulama Pengikut dan Simpatisannya serta sayap juangnya.
  • Dr. Amin Rais dan para Cendikiawan PB. Muhammadiyah
  • Dr. Shamsi Ali ( Ulama Besar di USA ) asal Tanah Air.
  • Romo Frans Magnis Suseno.


Pakar dan Praktisi Politik Ekonomi:

  • Ichsanuddin Noorsy 
  • Faisal Basri.


Jurnalis & Kritikus Sosial dan Kebijakan Publik (Sosial Politik):

  • Najwa Shihab, Faizal Assegaf
  • Harsubeno Arief
  • Edy Mulyadi
  • Rahma Sarita
  • Saeful Zaman.


Tokoh Purnawirawan:

  • Jend.Gatot Nurmantyo (Purn. TNI)
  • MayJen. Sunarko  (Purn.TNI) dan lain-lainya.


Kesimpulan yang diambil dari narasi-narasi ini, yang diinterpretasikan sebagai representasi dari “wajah kepemimpinan yang buruk,” merupakan hasil dari pendapat para tokoh publik, terutama yang terfokus pada Jokowi dan perannya dalam konteks Pemilu Pilpres 2024. 


Isu ini disikapi secara serius karena terungkapnya banyak kecurangan yang terjadi, yang mencakup perspektif hukum dan politik, dengan menggunakan data empiris (fakta dan data) daripada hanya asumsi semata. 


Temuan publik ini mencerminkan realitas dari pola praktek oligarkis (politik, moralitas, hukum, dan ekonomi) yang dipraktikkan oleh Joko Widodo sebagai Presiden RI.


Sebagai hasilnya, beberapa gelar yang disematkan kepada Jokowi oleh individu atau kelompok publik, disampaikan dengan semantik yang sarat akan sarkasme, atau dengan penggunaan majas yang tegas, yang secara deskriptif menyatakan bahwa perilaku Jokowi dianggap sebagai anomali dalam konteks kepemimpinan atau sikap kepemimpinan (status sikap atau pola kepemimpinan yang negatif), atau bahkan dianggap bertentangan dengan karakter ideal seorang kepala negara. 


Menurut para tokoh, Jokowi dianggap tidak memiliki prestasi yang berarti, bahkan perilaku dan gaya kepemimpinannya cenderung “abnormal” dari perspektif sistem hukum yang seharusnya berlaku.


Semua hal buruk ini adalah hasil dari serangkaian perilaku seorang presiden yang oleh publik dianggap bermasalah atau memiliki catatan prestasi yang buruk, termasuk ketidakmampuannya untuk memenuhi puluhan kontrak politik yang telah dia janjikan. 


Bahkan, pola kepemimpinannya yang abnormal telah menciptakan “degradasi moral” di kalangan pejabat publik di bawahnya, yang ditandai dengan banyaknya temuan yang menunjukkan gejala “korupsi pemikiran” dengan cara menghalangi atau menghambat nalar sehat masyarakat.


Terhadap Jokowi, sekelompok mahasiswa memberinya gelar “The King of Lip Service,” dan gelar negatif tersebut tampaknya merupakan representasi signifikan dari penilaian banyak tokoh publik dan masyarakat. 


Dengan kata lain, “Jokowi is King of Lip Service” adalah bahasa sarkas yang mencerminkan “wajah kepemimpinan yang buruk” atau bahwa Jokowi sudah diakui oleh publik sebagai Presiden RI yang gagal dan suka berbohong.


Selanjutnya, dengan perkembangan politik yang dinamis, terjadi inisiasi Hak Angket oleh Ganjar sebagai Capres 03 yang menuduh adanya kecurangan sistematis, terstruktur, dan masif (TSM). 


Dugaan ini mengarah pada konspirasi antara Jokowi sebagai penyelenggara negara tertinggi bersama KPU RI, BAWASLU RI, dan beberapa pejabat publik lainnya yang diduga melanggar prinsip keadilan yang diatur oleh Undang-Undang Tentang Pemilu, serta melanggar berbagai aspek hukum lainnya. 


Respons terhadap inisiasi ini disambut oleh Capres 01, relawan, dan kelompok simpatisan dari kedua kubu (01 dan 03) yang bersiap memberikan dukungan moral penuh terhadap penegakan konstitusi melalui proses Hak Angket di parlemen.


Harapannya, dengan proses ini, sinar terang akan segera menyinari bangsa dan negara kita, sehingga kita dapat meninggalkan model politik yang buruk dan diskursus politik kontemporer yang dipertontonkan oleh Jokowi dan kroninya. 


Di dalam benak rakyat dan bangsa ini, mayoritas berharap agar sosok yang tampaknya berkuasa secara tidak adil akan segera tersingkir dan keadilan dapat terwujud. ***

Penulis blog