POLITIK

Waketum PKB Ajak Generasi Muda Pilih Presiden Yang Sehat, Tidak Pernah Stroke dan Tidak Emosian

DEMOCRAZY.ID
Desember 15, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Waketum PKB Ajak Generasi Muda Pilih Presiden Yang Sehat, Tidak Pernah Stroke dan Tidak Emosian

Waketum PKB Ajak Generasi Muda Pilih Presiden Yang Sehat, Tidak Pernah Stroke dan Tidak Emosian


DEMOCRAZY.ID - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid memberikan sambutan di acara kampanye Anies Baswedan di Jambi pada Kamis, 14 Desember 2023.


Dalam sambutannya itu, Jazilul mengajak generasi muda untuk memilih presiden yang masih sehat dan tidak emosional.


Mulanya, Jazilul bertanya kepada sejumlah anak muda di Jambi apakah mereka ingin memiliki Presiden yang rekam jejak dan pemikirannya jelas.


"Pingin ga ada presiden indonesia yg rekam jejak pemikirannya jelas? Kalau nyari jodoh kita juga harus jelas kan ya kalau di Islam cari jodoh yang cantik, ganteng, kaya imannya kuat," kata Jazilul.


Ia kemudian mengumpamakan memilih pemimpin sama seperti memilih jodoh.


"Kalau nyari presiden sama. Nyari yang jelas, yang badannya sehat. Tidak pernah stroke dan tidak emosian. Cari rekam jejaknya dari apa karirnya, rekam gagasannya, pernah tersangkut masalah atau tidak, itu penting," ujar Jazilul.


Tak hanya itu, dia juga mengajak generasi muda khususnya mahasiswa untuk melek sejarah dan menolak pemerintahan penuh dengan kolusi, korupsi, dan nepotisme.


"Anak-anak muda hari ini harus baca sejarah, bahwa reformasi lahir untuk menolak agar pemerintah dan kepemimpinan di Indonesia bebas dan bersih dari KKN, agar Indonesia bebas dari kolusi, korupsi, nepotisme," jelasnya.


"Nah kalo nyari pemimpin, carilah pemimpin yang menerapkan sistem yang adil, yang jauh dari KKN," ucapnya.


“Dan hari ini, pada 2024 pastikan bahwa orang-orang, bahwa calon pemimpin yang memiliki nilai perjuangan seperti Pak Anies Baswedan layak untuk mengoreksi dan melakukan perubahan di negeri ini,” ujar Jazilul. 


Dinilai Sering Joget Tak Sesuai Situasi, Pakar Psikologi Risaukan Kondisi Psikis Prabowo


Dinilai Sering Joget Tak Sesuai Situasi, Pakar Psikologi Risaukan Kondisi Psikis Prabowo


DEMOCRAZY.ID - Pakar psikologi forensik Reza Indrari Amriel merisaukan joget "gemoy" secara berulang yang dilakukan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto, yang dilakukan tanpa memperhatikan konteks dari acara.


"Sekarang bukan kondisi fisik Prabowo yang saya risaukan. Toh dia sudah menjalani pemeriksaan di rumah sakit. (Tapi) Joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara," kata Reza kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/12/2023).


Sebagai orang yang mendukung Prabowo pada dua kali Pilpres, Reza mengaku terpukau oleh kegesitan Prabowo di tahun 2014 dan 2019.


Menurut dia, joget "gemoy" Prabowo menjadi strategi branding dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat.


Hal serupa pernah dilakukan oleh Donald Trump (Presiden Amerika Serikat ke-45) pada tahun 2019 setelah dinyatakan lolos dari serangan COVID-19.

 

Selanjutnya, Boris Yeltsin (Perdana Menteri Rusia era 90-an), yang dikenal mempunyai riwayat penyakit jantung juga melakukan hal serupa pada tahun 1996.


Kedua tokoh itu, kata Reza, berjoget dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat. 


Karena sehat, target Trump dan Yeltsin, masyarakat tidak ragu akan kesanggupan mereka memimpin Amerika Serikat dan Rusia.


Dari dua pendekatan itu, menurut Reza, masuk akal jika Prabowo, dengan usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatannya yang jauh dari prima, melakukan pendekatan serupa guna mempengaruhi persepsi publik.


"No problem. Setiap kontestan Pilpres boleh bikin siasatnya masing-masing," ujar sarjana Psikologi itu.


Namun, lanjut dia, Trump dan Yeltsin bergoyang asyik cuma di saat berada di panggung dan ketika musik mengalun. Itu pun hanya satu-dua kali.


Keduanya tidak menjadikan joget sebagai strategi branding yang dipertontonkan terus menerus.


Reza berpandangan pada titik tersebut joget gemoy Prabowo tampak bermasalah.


"Prabowo joget terlalu sering. Tanpa musik pula dan seperti tak kenal situasi. Saat ditanya hal serius, tanpa jawaban tuntas, Prabowo justru "menggenapi" jawabannya dengan berjoget," paparnya.


Reza menyampaikan, joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara, ditambah pernyataan-pernyataan Prabowo yang serba mengambang dan terputus, itulah yang membuatnya waswas akan satu hal, yaitu executive functioning Prabowo.


Ia menjelaskan, executive functioning bersangkut-paut dengan kesanggupan manusia mengelola informasi lalu membuat keputusan yang solid.


Joget Prabowo terkesan sebagai bentuk kompensasi, sekaligus pengalihan perhatian audiens, atas menurun jauhnya kemampuan Prabowo berpikir strategis dan tuntas di level tertinggi pejabat negara.


Dia mengingatkan strategi branding lewat joget juga berpotensi menjadi senjata makan tuan. 


Ketika orang-orang di sekitar Prabowo terus mengarahkan Prabowo untuk berjoget, itu berarti mereka bukan melatih Prabowo untuk memulihkan executive functioning-nya, melainkan justru mempertumpul kapasitas kognitif Prabowo.


"Sudah hampir dua jam debat berlangsung. Executive functioning Prabowo tertakar, dan saya berempati pada beliau," ujar Reza.



[Democrazy/DW]

Penulis blog