DEMOCRAZY.ID - Anggota Komisi IV Fraksi PDIP, Yohanes Fransiskus Lema menyoroti soal lemahnya sanksi terhadap pelaku usaha pengerukan pasir laut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dalam beleid itu, pengusaha hanya akan dikenakan sanksi administratif apabila terjadi pelanggaran.
"Jika hanya sanksi administratif, kita sebagai negara terlalu lemah," tuturnya dalam Rapat Kerja bersama Menteri Kelautan dan Perikanan di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan pada Senin, 12 Juni 2023.
Adapun pada PP Nomor 26 Tahun 2023, pasal 23 ayat 1, tertulis bahwa pelaku usaha yang melanggar aturan akan dikenai sanksi administratif.
Merujuk pada ayat 2, disebutkan bahwa sanksi administratif itu terdiri dari peringatan tertulis, pencabutan Izin Pemanfaatan Pasir Laut, penghentian kegiatan, dan atau denda administratif.
Jika hanya dikenakan sanksi administratif, Yohanes khawatir pengusaha yang izinnya dicabut, bisa langsung mengurus izin baru.
Padahal, aktivitas penambangan pasir laut ini dikhawatirkan dapat merusak ekosistem laut dan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir.
Pemerintah Indonesia pernah menghentikan pengerukan dan ekspor pasir laut sejak Februari 2022 di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Larangan ekspor pasir laut itu tertuang di Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Saat itu, larangan ekspor pasir laut diterapkan untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil.
Sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir.
Oleh sebab itu, Yohanes mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan secara transparan menjelaskan apa alasan di balik pembukaan kembali ekspor pasir laut ini.
Dia meminta agar pemerintah menunjukan seberapa besar potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kebijakan tersebut.
"Seberapa besar potensi ekonominya jika dibandingkan dengan ancaman kerusakan ekologinya?" kata dia.
Soal lemahnya sanksi juga menjadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin mengatakan kondisi ini dapat memicu terjadinya kejahatan lingkungan.
"Sangat berbahaya karena ini semacam pemutihan kejahatan lingkungan, khususnya di laut. Kalau hanya sanksi administratif, tidak ada pidana, maka pemerintah berarti berperan terhadap kehancuran laut," ujar Parid saat dihubungi Tempo pada Ahad, 28 Mei 2023.
Keputusan pemerintah ini, menurut Parid, bertentangan dengan kampanye Presiden Joko Widodo alias Jokowi di sejumlah forum internasional.
Dia menyebut Jokowi selalu berbicara soal komitmen memulihkan laut dan menjadikan laut Indonesia sehat.
Tetapi kini Jokowi justru mengeluarkan peraturan atau kebijakan yang mempercepat kerusakan laut. [Democrazy/Tempo]