DEMOCRAZY.ID - Menko Polhukam Mahfud Md membeberkan total jumlah koruptor di Indonesia. Paling banyak di antaranya disebut Mahfud adalah lulusan S1 atau sarjana.
"Berapa jumlah koruptor di Indonesia? 1.200 orang. Jadi banyak kejahatan jumlah koruptornya itu 1.200, dan 87% itu artinya 1.044 orang koruptor itu adalah sarjana," kata Mahfud dalam acara dies natalis ke-54 Universitas Malikussaleh, Aceh, yang dilihat dari YouTube Kemenkopolhukam, Senin (12/6/2023).
Jumlah itu disebut Mahfud tidak lebih dari 1 persen dari total lulusan S1 di Indonesia. Menurutnya, total sarjana di Indonesia sekitar 17,6 juta.
"Yang koruptor hanya 1.044, berarti itu 0,00006, 1 persen aja masih pecah lagi," kata Mahfud.
Hal itu disampaikan Mahfud karena menurutnya saat ini di Indonesia sedang dilanda penyakit korupsi.
"Indonesia saat ini sedang dilanda oleh penyakit yang sangat berbahaya yaitu penyakit korupsi," ujarnya.
Mahfud MD : Korupsi Semakin Menjadi-Jadi!
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan praktik korupsi di Indonesia semakin menjadi-jadi.
Hal itu sebagaimana tercatat dimana indeks persepsi korupsi Indonesia turun peringkat pada tahun 2022 dengan skor 34.
"Di tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita terjun dari 38 ke 34, itu membuat kita kaget, korupsinya semakin menjadi-jadi berarti," kata Mahfud MD dalam acara hari ulang tahun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Minggu (11/6/2023).
Melihat fakta tersebut, Mahfud lantas mengundang lembaga internasional serta nasional untuk mencari tahu sektor-sektor mana terjadinya korupsi. Dalam pertemuan itu disimpulkan bahwa konflik kepentingan menjadi penyebabnya.
"Kesimpulannya itu memang terjadi conflict of interest di dalam jabatan politik," ungkap Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu lantas menyinggung adanya transaksi baik itu lembaga legislatif, yudikatif bahkan legislatif di Indonesia.
Ia pun menyinggung soal transaksi di balik meja di DPR dan jual-beli perkara di Mahkamah Agung dan Pengadilan.
"Di DPR terjadi transaksi-transaksi di balik meja, Mahkamah Agung, pengadilan bisa membeli perkara, di pemerintah di birokrasi sama, itu temuannya (conflict of interest)," ujar dia.
Temuan tersebut, jelas Mahfud, didapatkan dari sejumlah pihak yang pernah berurusan di Indonesia. Ia pun kembali menegaskan conflict of interest menjadi penyebabnya.
"Itu yang melihat dunia internasional, bertanya ke orang-orang yang pernah punya urusan di Indonesia itu apa masalahnya? Di DPR ada conflict of interest. Jadi anggota DPR, tapi punya konsultan hukum. Nanti kalau ada masalah, 'tolong dibantu ini, itu'. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya korupsi lagi. Sampai akhirnya hakim ditangkap, jaksa ditangkap yang polisi ditangkap dan seterusnya," tutup dia. [Democrazy/detik]