HOT NEWS POLITIK TRENDING

Ini Kata Media Asing Soal Capres Prabowo, Ganjar & Anies

Democrazy News Indonesia
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
TRENDING
Ini Kata Media Asing Soal Capres Prabowo, Ganjar & Anies


DEMOCRAZY.ID - Gerak-gerik sosok politik yang digadang menjadi calon presiden 2024 tak lepas jadi sorotan, tak terkecuali media asing. Diketahui, Pemilihan Presiden akan dilaksanakan Februari 2024 mendatang.


Sejauh ini, ada tiga nama capres yang sudah muncul. Yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.


Dalam artikel berjudul 'In Jakarta, Political Kingmaking Starts Now' misalnya, Foreign Policy menyoroti persoalan para capres tersebut. 


Dilaporkan masih terlalu dini untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi pada pemilu 2024, tetapi pola yang sama dengan Pilpres sebelumnya kemungkinan akan tetap terjadi.


"Ganjar secara luas dipandang sebagai calon kandidat yang akan dikalahkan. Sampai baru-baru ini, dia memimpin jajak pendapat," muat media tersebut.


"Dia dibandingkan dengan Jokowi karena asal-usulnya yang relatif sederhana," tambahnya.


Prabowo sendiri dimuat sebagai lawan kuat Ganjar. Ia disebut "melambangkan generasi politik Indonesia yang lebih tua".


"Dia adalah mantan letnan jenderal dan mantan menantu Suharto dan pernah dianggap sebagai pewaris diktator," tulis media itu seraya menyinggung pendudukan Indonesia di Timor Timur dan aktivis pro-demokrasi Indonesia selama dia di militer.


"Meski berada dalam masa pengasingan, tuduhan-tuduhan ini tidak menghalangi Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014 dan 2019, atau menjadi menteri pertahanan ketika Jokowi berkompromi dengannya setelah pemilu 2019," tambah artikel itu.


"Sejak kembali ke layanan publik, Prabowo telah menunjukkan ketidakpuasan dengan jalur pengaturan politik Indonesia saat ini, menunjukkan bahwa apa yang disebut demokrasi gaya Barat mungkin tidak cocok untuk Indonesia dan reformasi mengambang yang akan mengakhiri pemilihan langsung presiden dan pejabat lokal," muat media global itu lagi.


Anies sendiri dikaitkan dengan hubungan ke gerakan Islam radikal di Indonesia. Ini, tulis analisisnya, menimbulkan kekhawatiran di kalangan minoritas.


"Selama kampanye pemilihan gubernur tahun 2017, Anies meninggalkan reputasinya yang moderat -sebagai seorang sarjana Fulbright yang nyaman dalam pengaturan kosmopolitan- untuk bersekutu dengan Islam garis keras yang menuduh gubernur petahana ... melakukan penistaan agama," papar media tersebut.


"Jika Anies memenangkan kursi kepresidenan, hal itu dapat semakin memperkuat kekuatan sosial konservatif yang telah berkontribusi pada pengesahan undang-undang yang meresahkan baru-baru ini seperti larangan gagasan tentang seks di luar nikah," muat media tersebut.


Seorang pengamat juga dihadirikan. Namun kritikan muncul.


"Pemilu di Indonesia hampir tidak ada kebijakan sama sekali," kata Direktur program Asia-Pasifik Chatham House, Ben Bland.


"Ini tentang kelompok oligarki dan bos partai mana yang akan mendukung siapa. Dan kemudian itu semacam kontes popularitas yang diperpanjang," tambah pengamatnya.


Bland pun menyebut setelah pemilihan berakhir, masyarakat akan menyaksikan semacam koalisi besar. Menurutnya akan ada kesepakatan bisnis seperti biasa di Indonesia.


Sorotan Lain


Di sisi lain, politik identitas juga diprediksi akan menjadi strategi guna menggalang suara publik. Hal ini ditulis setidaknya disorot Lowy Institute.


"Sementara masalah ekonomi diperkirakan akan mendominasi kampanye Pilpres Indonesia, ada tanda-tanda bahwa elit politik negara itu tidak segan-segan mengeksploitasi prasangka lama terhadap komunitas etnis Tionghoa minoritas untuk mendapatkan poin politik," tulisnya.


"Seperti pemilu sebelumnya dalam satu dekade terakhir, media sosial -yang sekarang digunakan oleh 79,5% masyarakat Indonesia- akan menjadi medan pertempuran politik yang penting untuk mengeksploitasi prasangka masyarakat," tambahnya. [Democrazy/cnbc]