Beranda
EKBIS
HOT NEWS
POLITIK
TRENDING
Ambisi Jokowi di 2024: Tak Ada Kemiskinan Ekstrem di RI!


DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berambisi untuk bisa menghilangkan atau menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2024.


Ambisi Jokowi untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem di Indonesia tersebut tertuang di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2024.


Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan tema RKP Tahun 2024 di masa terakhir jabatan Presiden Jokowi adalah 'Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan'.


Percepatan transformasi ekonomi, kata Suharso akan dilakukan dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, serta penguatan daya saing usaha.


"Pembangunan inklusif berupaya menurunkan kemiskinan, terutama menghapus kemiskinan ekstrem pada 2024," jelas Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023).


"Tahun 2024 adalah akhir dari RPJMN kita yang 2019-2024. Dia akan jadi pondasi untuk keberlanjutan pembangunan berikutnya," kata Suharso lagi.


Suharso merinci, target dan sasaran ekonomi pembangunan dalam RKP 2024 yakni pertumbuhan ekonomi ditargetkan dapat mecapai 5,3% sampai 5,7%.


Kemudian, tingkat kemiskinan bisa diturunkan dengan persentase 6,5% hingga 7,5%. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga ditargetkan hanya akan mencapai 5% hingga 5,7%.


Angka Rasio Gini pada 2024 ditargetkan mencapai 0,374 - 0,377, Indeks Pembangunan Manusia/IPM mencapai 73,99 hingga 74,02. 


Serta penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) ditargetkan akan mencapai 27,27%.


Adapun nilai tukar nelayan (NTN) pada 2024 juga ditargetkan bisa mencapai 107-110, serta nilai tukar petani (NTP) juga ditargetkan dapat mencapai 105 - 108.


Target Kemiskinan Ekstrem 0%, Ini Strategi Jitu Sri Mulyani


Menekan kemiskinan ekstrem hingga 0% di Indonesia menjadi salah satu visi dari Indonesia Emas 2045 yang ditargetkan tercapai pada 2024.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut target besar ini memerlukan extra effort atau usaha ekstra.


"Untuk kemiskinan ekstrem tahun 2024 yang akan diturunkan ke 0%, maka kita melakukan berbagai upaya extra effort," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (31/5/2023).


Sri Mulyani menyebut akan menyasar individu - individu yang berada pada desil 1. Tercatat, jumlah masyarakat miskin di desil 1 sebanyak 27,4 juta jiwa.


"Terutama menyasar pada individu yang berada pada 10% terbawah atau desil 1 (27,4 juta jiwa) dan tadi disebutkan kalau jumlahnya itu 5 juta, tetapi kita mengcover yang near extreme poor," jelas Sri Mulyani.


Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah merumuskan tiga langkah strategis. Pertama yaitu pengurangan beban pengeluaran RT miskin dan rentan. 


Ini dilakukan dengan memperbaiki ketepatan sasaran desil 1, meningkatkan indeks PKH dan sembako, serta optimalisasi BLT desa.


Kemudian, pemerintah juga akan mencoba meningkatkan pendapatan RT miskin dan rentan. Proyek padat karya K/L akan ditambah, serta dilakukan optimalisasi Padat Karya Tunai Desa (PKTD).


Langkah terakhir yaitu dengan meningkatkan akses infrastruktur dasar di desa. Ini mencangkup sanitasi, air minum dan puskesmas.


"Dalam hal ini instrumen APBN adalah sangat vital, dari mulai memberikan transfer langsung kepada rumah tangga miskin dan rentan, dalam bentuk PKH maupun sembako dan BLT desa kemudian meningkatkan pendapatan dengan penciptaan kesempatan kerja, termasuk proyek padat karya dan penyediaan infrastruktur dasar," ujar Sri Mulyani.


Gawat! 6,7 Juta Warga RI Bisa Jatuh Miskin Ekstrem di 2024


Pemerintah memperkirakan kemiskinan ekstrem bisa melonjak drastis pada penghujung tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni tahun 2024. 


Ini karena basis perhitungan penduduk miskin yang digunakan secara global berbeda dengan yang digunakan pemerintah selama ini.


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari.


"Satu PR (pekerjaan rumah yang sedang kita hadapi adalah mengenai metode penghitungan kemiskinan ekstrem dan sekarang pemerintah masih menggunakan angka US$ 1,9 PPP," kata Suharso saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/6/2023).


Suharso menjelaskan, dengan basis perhitungan itu saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya.


Sementara itu, bila basis perhitungan orang yang bisa disebut sebagai miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya.


"Kalau menggunakan angka SDGs (Sustainable Development Goals) di angka US$ 2,15 PPP dan kalau ini kita gunakan maka kemiskinan ekstrim naik ke 6,7 juta sehingga setiap tahun mulai tahun ini kita harus turunkan kemiskinan 3,35 juta," ujarnya.


Kendati begitu, Suharso memastikan, pemerintah akan terus konsisten mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 2024, caranya dengan memperbaiki pemberian bantuan sosial secara lebih tepat sasaran untuk mengurangi beban pengeluaran, pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan jaminan peningkatan pendapatan, serta memperluas akses pelayanan dasar.


"Memang sudah didekati cara pengurangannya dengan multi dimensi yang luar biasa dan sudah ada yang sukses dan sebagian besar masih punya persoalan di penerima manfaat yang semestinya kita telah kembangkan Regsosek," ucap Suharso. [Democrazy/cnbc]

Penulis blog