DEMOCRAZY.ID - Kebijakan Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang mengizinkan lagi ekspor pasir laut, bikin Singapura gembira.
Negara pulau itu punya masalah keterbatasan lahan yang diatasi dengan reklamasi, sehingga butuh banyak pasir laut.
"Keuntungan bagi Singapura karena Indonesia membatalkan larangan ekspor pasir laut," demikian judul artikel yang ditulis media Singapura, The Business Times, dikutip Rabu (31/5).
"Kebijakan itu dapat membantu proyek perluasan lahan Singapura, meskipun pada sisi lain memicu kekhawatiran di kalangan pecinta lingkungan karena bisa mengganggu habitat laut," - The Business Times-
Masih menurut The Business Times, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019 menempatkan negara kota tersebut sebagai importir pasir laut terbesar di dunia.
Dalam dua dekade terakhir, Singapura telah mengimpor 517 juta ton pasir dari negara tetangganya.
Malaysia merupakan pemasok terbesar pasir laut ke Malaysia, meskipun sejak 2019 negara itu memberlakukan larangan ekspor pasir laut.
Jokowi Ubah Kebijakan Megawati
Presiden Jokowi mengambil kebijakan sebaliknya dengan menerbitkan PP No. 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Pada Pasal 9 PP tersebut, dinyatakan bahwa hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan berupa pasir laut dan atau material sedimen lain berupa lumpur.
Dalam beleid itu disebutkan, pasir laut dapat digunakan untuk empat hal yaitu reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
Kebijakan Presiden Jokowi tersebut mengubah yang sudah diputuskan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, yang pernah menerbitkan Keputusan Presiden RI (Keppres) No. 33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Saat itu Megawati bermaksud mengendalikan dampak negatif pemanfaatan pasir laut terhadap lingkungan, nelayan, dan pembudidaya ikan.
Aturan turunan dari Keppres tersebut, bahkan melarang total ekspor pasir laut yakni melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Kementerian Pembangunan Nasional Singapura, belum menanggapi permintaan komentar dari The Business Times, soal pembatalan larangan ekspor pasir laut oleh Presiden Jokowi itu.
Pasir Laut Dibarter Investasi Singapura di IKN?
Keputusan Presiden Jokowi membuka tambang dan ekspor pasir laut, semakin banyak yang mengkritisi. Termasuk guru besar IPB, Prof Didin S Damanhuri.
Dikutip dari akun facebook @Didin S. Damanhuri, Selasa (30/5/2023), Prof Didin menduga adanya lobi dari Singapura agar Presiden Jokowi meneken PP No 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
“Presiden Jokowi menandatangani PP No26/2023 yang membolehkan kembali mengekspor pasir laut. Tentu mencabut keppres No 33/2002 yang melarangnya. Ini diduga kuat atas lobby Singapura dan oligarki bisnis,” tulisnya.
Ya, Prof Didin betul. Keppres No 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang ditandatangani Presiden Megawati.
Kala itu, Megawati ingin mengendalikan bisnis ekspor pasir laut yang merugikan Indonesia.
Menurut Prof Didin, bisnis pasir laut ini, sangat menggiurkan. Khususnya di kawasan yang berdekatan dengan Singapura. Lantaran, negeri Singa itu, ingin terus memperluas daratannya.
“Karena sangat menggiurkan cuannya bagi pebisnis pasir laut di satu pihak, dan memenuhi ambisi Singapura untuk meluaskan daratannya dengan reklamasi yang sekarang baru bertambah 12 kilometer,” paparnya.
Menariknya, Prof Didin mengaitkan dengan miskinnya investor yang masuk ke IKN Nusantara. Bisa jadi, langkah Jokowi ini bertujuan untuk mengundang investasi dari Singapura.
“Ini diduga untuk supaya Singapura mau jadi investor IKN yang sekarang sepi peminat,” ungkapnya.
Masuk akal. Pada Selasa (30/5/2023), Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo membawa sekitar 130 pengusaha Singapura jalan-jalan ke IKN Nusantara. Arahnya jelaslah, menggiring mereka membangun bisnis di IKN Nusantara.
Tommy, sapaan akrab sang dubes, mengatakan, kunjungan pengusaha Singapura ini, merupakan tindak lanjut dari “Leaders Retreat” antara Presiden Jokowi dengan PM Lee Hsien Loong. Di mana, Singapura menyatakan dukungan atas pembangunan IKN Nusantara.
“Pembangunan IKN Nusantara merupakan proyek terbesar di Asia Tenggara. Nilainya 32 miliar dolar AS. Bagi pengusaha ini tentunya merupakan peluang bisnis yang luar biasa,” paparnya.
Kata Tommy, para pengusaha Singapura yang ‘plesiran’ ke IKN Nusantara itu, banyak yang tertarik untuk berinvestasi.
Apalagi setelah mendengar paparan dari Kementerian PUPR dan Badan Otorita IKN Nusantara.
“Seeing is believing. Dengan melihat langsung dengan mata kepala sendiri, para pengusaha akan tahu bahwa proyek ibu kota Nusantara bukan hanya sekadar harapan, tetapi sudah dimulai pembangunannya,” ujar Tommy.
Selanjutnya dia menjelaskan latar belakang pengusaha Singapura yang dibawanya itu. Ada yang dari perwakilan pemerintah, enterprise singapura.
Adapula yang berasal dari sektor energi, transportasi, logistik, konstruksi, properti, perdagangan, dan keuangan.
Ang Boon Kian dari SPIC, yang ikut dalam rombongan, mengatakan tertarik untuk investasi di bidang energi, khusus energi tenaga surya.
Luhut Ungkap Motif Ekonomi
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menampik penambangan pasir laut akan merusak lingkungan.
Justru menurutnya, penambangan pasir laut akan mengatasi pendangkalan dan sebagai upaya pelestarian laut di Indonesia.
Dibukanya kembali keran ekspor pasir laut, juga diakui akan memberi dampak ekonomi lebih besar. "Sekarang kalau harus diekspor, pasti jauh manfaatnya untuk BUMN, pemerintah," kata Luhut saat ditemui di Hotel Mulia Jakarta, Selasa (30/5).
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi dan Kebijakan Publik, Wahyu Muryadi, menegaskan pemanfaatan sedimentasi di laut bukan memprioritaskan untuk aktivitas ekspor pasir laut, melainkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri seperti reklamasi dan infrastruktur di laut.
"Ekspor bukan tujuan utama. Pemanfaatan sedimentasi di laut lebih menekankan pemenuhan kebutuhan dalam negeri seperti reklamasi, infrastruktur di laut dan lain sebagainya," - Wahyu Muryadi, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan-
"PP ini bukan rezim penambangan, tapi pembersihan sedimentasi dengan mengedepankan aspek ekologi," pungkasnya. [Democrazy/kumparan]