KRIMINAL

Terungkap 5 Praktik Pencucian Uang Paling Sering di Indonesia

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
KRIMINAL
Terungkap 5 Praktik Pencucian Uang Paling Sering di Indonesia


DEMOCRAZY.ID - Deputi Bidang Strategi dan Kerja sama PPATK Tuti Wahyuningsih mengungkapkan lima praktik pencucian uang yang paling banyak terjadi di Indonesia. 


Praktik tersebut dilakukan mulai dari transaksi atas nama pribadi hingga transaksi yang melibatkan artificial intelligent.


Menurut Tuti, sejak 20 tahun PPATK berdiri, bentuk praktik pencucian uang di Indonesia sudah berkembang dari hanya 1 tipe menjadi 5 tipe. 


Perkembangan tersebut baik dari sisi penempatan uang hasil kejahatan hingga lapisan transaksi yang membuat uang tersebut semakin jauh dari pelaku kejahatan.


Praktik pertama dilakukan dengan menggunakan identitas pribadi.


Praktik kedua yang umum terjadi yakni transaksi dengan melibatkan keluarga.


Ketiga, dilakukan dengan menyalahgunakan identitas orang lain.


"Jadi pada saat 0.1 itu basanya placement dan layeringnya itu sangat sederhana masih menggunakan nama sendiri. Pada tahapan selanjutnya mulai melibatkan misalnya keluarga, kemudian pada tahapan selanjutnya mulai melibatkan atau betul-betul menyalahgunakan identitas orang," jelasnya.


Keempat, praktik yang lebih licik lagi dilakukan dengan melintasi yuridiksi. Tuti mengatakan hal ini dilakukan pelaku guna memanfaatkan peraturan-peraturan di luar negeri yang lebih longgar dibandingkan di Indonesia.


"Dalam tahap selanjutnya itu juga ada lintas yuridiksi, jadi mereka juga mencoba memanfaatkan rezim-rezim yang mungkin jauh lebih longgar dari pada yang ada di Indonesia," lanjutnya.


Kelima, Tuti mengatakan kejahatan pencucian uang era sekarang semakin sulit terkendali. 


Pasalnya, para penjahat ini melakukan kejahatan dengan menyamarkan transaksi menggunakan financial technology (fintech), profesional money laundering hingga artificial intelligent.


"Dan semakin complicated, sekarang sudah ada crypto, kita agak lost gitu karena kan memang sangat bisa untuk menyamarkan terkait dengan transaksi tersebut. Sekarang ada profesional money laundering, kemudian ada keterlibatan-keterlibatan terkait robot trading ada fintech-fintechnya, ada artificial intelligent," jelasnya.


"Jadi challengenya memang makin luar biasa dan itu tantangan yang harus kita hadapi dan kalau kita bisa saling mendukung kita bisa mengatasi hal tersebut," katanya optimis.


Sebelumnya, Tuti mendefinisikan pencucian uang sebagai suatu perbuatan atas harta kekayaan yang diketahui dan patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lainnya atau biasa disebut tindak pidana asal.


Lebih lanjut Tuti menjelaskan terdapat 3 tahapan yang biasa dilakukan oleh orang-orang dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yakni placing (penempatan), layering (pelapisan), dan integrating (pengintegrasian).


Pada tahapan penempatan, pelaku menempatkan hasil tindak kejahatan mereka biasanya masuk melalui jasa keuangan perbankan, tabungan deposito, atau tempat sejenis lainnya.


Kemudian, pada tahapan pelapisan, pelaku melakukan transaksi berkali-kali ke berbagai penyedia jasa keuangan dengan tujuan untuk mengaburkan dan membuat semakin jauh dari sumber kejahatan tersebut.


"Layering sangat beragam modusnya semakin hari semakin canggih dan juga sekarang ini sudah ada bitcoin, crypto, dan lain-lain," ujar Tuti.


Tahap selanjutnya pelaku melakukan integrasi. Hal tersebut dilakuakn dimana uang-uang yang patut diduga hasil dari kejahatan itu kemudian masuk ke dalam suatu mekanisme yang legal, atau biasa diletakkan di usaha yang legal. 


Ini menyebabkan tercampurnya uang dari usaha legal tersebut dengan uang tidak legal yang bersumber dari kejahatan.


"Ini mereka berusaha mengitegrasikan dan pada akhirnya menyamarkan hasil kejahatan," ujarnya. [Democrazy/CNBC]

Penulis blog