EKBIS

Demokrat: Jokowi 8 Tahun Ngapain Aja? Orang Miskin Hampir Tak Berkurang, Korupsi Makin Masif, PHK Dimana-mana!

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Demokrat: Jokowi 8 Tahun Ngapain Aja? Orang Miskin Hampir Tak Berkurang, Korupsi Makin Masif, PHK Dimana-mana!


DEMOCRAZY.ID - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY dalam pidato politiknya hanya menyampaikan keresahan dan kegundahan rakyat yang sedang kesusahan dan kesulitan menghadapi beban hidup mereka sehari-hari.


Mereka merasa kebijakan pemerintah tak berdampak dan tidak memberikan manfaat untuk kehidupan sehari-hari mereka. Tak ada yang berani menyuarakannya selama ini, dan Ketum Partai Demokrat AHY menjadi yang pertama berani membela wong cilik atau rakyat kecil.


Kami meyayangkan para pendukung pemerintah malah sibuk membela diri,  defensif. Seharusnya meresapi masukan dan kritikan dengan seksama, melakukan introspeksi diri. 


Berupaya memikirkan, kebijakan mana yang perlu diperbaiki, agar benar-benar bisa memberikan manfaat untuk rakyat banyak. 


Bukan malah menyerang yang memberikan masukan di sana sini, bahkan menyerang yang mengkritik tanpa berdasar fakta.


Contohlah Pemerintahan SBY. Selama 10 tahun pemerintahan SBY dikritik, tetap tenang. Tak pernah defensif. Malah menjadikan masukan itu sebagai saran yang berharga. 


Meskipun dulu banyak kritikan yang tak berdasar fakta dan substansi. Pak SBY fokus kerja, sambil mengecek, di sektor atau daerah yang dikritik, apakah benar kritikan yang disampaikan masyarakat. Jika memang iya, langsung dilakukan pembenahan.


Pantas saja kemiskinan bisa turun drastis di era SBY, dari 16 persenan ketika diwarisi oleh Pemerintahan Megawati di 2004, menjadi tinggal 10 persenan di penghujung masa jabatan tahun 2014. 


Sedangkan era Jokowi, masih berkisar 9-10 persen saja. Tidak ada kemajuan dan perbaikan berarti selama 8 tahun ini.


Begitu pula di bidang pemberantasan korupsi. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya di angka 20 ketika Megawati menyudahi masa jabatannya di tahun 2004. 


Dalam sepuluh tahun, pemerintahan SBY menunjukkan komitmen seriusnya dalam memberantas dan mencegah korupsi. 


Di penghujung jabatan SBY, tahun 2014, indeks persepsi korupsi Indonesia membaik hampir dua kali lipat, mencapai angka 34.


Sekarang, setelah lewat 8 tahun Joko Widodo berkuasa, indeks korupsi Indonesia stagnan di angka 34. Jadi, 8 tahun ini pemerintahan Joko Widodo ngapain aja? Mengapa tidak ada perbaikan indeks korupsi?


Tak perlu reaktif jika dikritik. Kita  hidup di alam demokrasi. Pemerintah harus selalu siap mendengarkan masukan dan menerima kritikan. Kami hanya menjalankan tugas Konstitusi. Melakukan check and balances terhadap kinerja pemerintah. 


Siapa lagi yang memperjuangkan nasib rakyat kecil jika pemerintah tak berpihak kepada mereka, kalau kami ikut-ikutan diam dan tak peduli kepada nasib rakyat kecil? Tugas kamilah memperjuangkan rakyat kecil saat mereka tidak diperhatikan dan tidak dipedulikan pemerintah.


Jika tidak ada yang melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah dan menganggap semua baik-baik saja, padahal rakyat banyak yang kesusahan, pengangguran terus bertambah, PHK semakin mewabah, daya beli cenderung stagnan, lalu kebijakan pemerintah malah banyak yang berorientasi proyek, tak bermanfaat untuk rakyat banyak, bagaimana nasib rakyat dan negeri ini?


Lontaran fakta telah disampaikan Mas AHY. Seharusnya pemerintah mendengarkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Bukan malah berkomentar kritikannya tak berdasar fakta. 


Tanda pendukung pemerintah tak bisa memahami pemaparan data dan fakta yang disampaikan Ketum kami di pidato politiknya, atau memang tak mau peduli dengan nasib rakyat kecil?


Mari fokus membantu rakyat. Bukan sibuk membela diri.


MIRIS! Pemerintahan Jokowi Terburuk Atasi Kemiskinan Sejak 1970: "Rakyat Menangis"



RAKYAT Indonesia menangis, antara sedih dan senang. 


Rakyat menangis sedih karena pemerintah tidak mampu memperbaiki nasib mereka yang masih hidup dalam serba kemiskinan. Tingkat kemiskinan naik dari 9,22 persen (2019) menjadi 9,57 persen (2022).


Rakyat menangis senang karena pemerintahan Jokowi hampir selesai. Senang memimpikan sebentar lagi terbebas dari kebijakan yabg memiskinkan rakyat. Senang memimpikan sebentar lagi akan datang penyelamat bangsa Indonesia.


Pemerintahan Jokowi menjadi yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia (sejak 1970) dalam mengatasi masalah sosial kemiskinan.


Pemerintahan Jokowi selama 8 tahun hanya mampu mengurangi tingkat kemiskinan sebanyak 1,39 persen, yaitu dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,57 persen pada 2022. Jumlah ini sangat tidak signifikan, mungkin dapat dikatakan gagal total.


Tingkat kemiskinan turun 1,39 persen dibandingkan dengan posisi awal 10,96 persen, berarti setara dengan turun 12,7 persen (= 1,39 : 10,96 x 100 persen) selama 8 tahun.


Prestasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengatasi kemiskinan lebih baik dari pemerintahan Jokowi. 


Tingkat kemiskinan sepanjang periode 10 tahun pemerintahan SBY turun 5,7 persen, dari 16,66 persen (2004) menjadi 10,96 persen (2014).


Penurunan 5,7 persen dari 16,66 persen berarti turun 34,2 persen (= 5,7 : 16,66 x 100 persen)


Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih spektakuler lagi. Tingkat kemiskinan turun 4,29 persen hanya dalam satu tahun, yaitu dari 23,43 persen pada 1999 menjadi 19,14 persen pada 2000.


Secara keseluruhan, pemerintahan Gus Dur dan Megawati mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 6,77 persen hanya dalam 5 tahun, yaitu dari 23,43 persen (1999) menjadi 16,66 persen (2004).


Penurunan tingkat kemiskinan 6,77 persen dari 23,43 persen ini setara dengan 28,9 persen ( = 6,77 : 23,43 x 100 persen), selama periode 5 tahun


Pemerintahan Soharto yang menuai banyak kritik ternyata mempunyai prestasi mengagumkan dalam pengentasan kemiskinan. 


Pemerintahan Soeharto berhasil mengurangi kemiskinan lebih ekstrim lagi. 


Pemerintahan Soeharto berhasil memberantas kemiskinan turun 31,4 persen dalam sepuluh tahun periode 1970-1980.


Tingkat kemiskinan pada 1970 sebesar 60 persen dari populasi, kemudian turun menjadi 28,6 persen pada 1980.


Penurunan tingkat kemiskinan sebesar 31,4 persen dari 60 persen setara dengan penurunan 52,3 persen (= 31,4 : 60 x 100 persen).


Tingkat kemiskinan periode 10 tahun selanjutnya, 1980-1990, masih turun tajam, turun 13,5 persen, dari 28,6 persen (1980) menjadi 15,1 persen (1990).


Penurunan tingkat kemiskinan sebesar 13,5 persen dari 28,6 persen berarti setara dengan penurunan 47,2 persen (= 13,5 : 28,6 x 100 persen), selama periode 1980-1990.


Kenapa pemerintahan Jokowi gagal total dalam pemberantasan kemiskinan? 


Padahal, selama 8 tahun pemerintahan Jokowi (2014-2022), ekonomi dalam nilai nominal naik Rp9.450 triliun, naik 93,6 persen, dari Rp10.095 triliun (2014) menjadi Rp19.545 triliun (2022). 


Ya, ekonomi nilai nominal naik Rp9.450 triliun. Tetapi untuk siapa?


Yang pasti, kenaikan ekonomi nilai nominal yang sangat besar tersebut, yang cukup besar berasal dari kekayaan sumber daya alam Indonesia, termasuk mineral, batubara dan perkebunan, jelas tidak dinikmati oleh masyarakat miskin, dengan penghasilan di bawah Rp1,1 juta per orang per bulan, yang berjumlah 167,8 juta orang (pada 2021).


Jadi, untuk siapa? Untuk oligarki, pengusaha-penguasa, korup?


Kegagalan pemerintahan Jokowi dalam mengatasi kemiskinan ini harus bisa membuka mata seluruh rakyat Indonesia agar segera memperjuangkan nasibnya.


Rakyat Indonesia harus berjuang memilih pemimpin nasional yang mampu membela nasib rakyat, khususnya kelompok bawah, pada 2024 mendatang.


Rakyat Indonesia tidak bisa dan tidak ada waktu untuk kompromi lagi. Harus ada perbaikan nasib rakyat secepatnya dan secara ekstrim.


Kebijakan pemimpin yang akan datang harus antitesis dari Jokowi. Yaitu, kebijakan yang pro rakyat, bukan pro oligarki. [Democrazy]

Penulis blog