GLOBAL

Pengakuan Komandan Polisi Soal Tembakan Gas Air ke Arah Tribun Penonton: Saya yang Perintahkan!

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
Pengakuan Komandan Polisi Soal Tembakan Gas Air ke Arah Tribun Penonton: Saya yang Perintahkan!

Pengakuan Komandan Polisi Soal Tembakan Gas Air ke Arah Tribun Penonton: Saya yang Perintahkan!

DEMOCRAZY.ID - Ia tak pernah membayangkan instruksi kepada anak buahnya menjadi penyebab ratusan orang meninggal dunia di tribun penonton. 


Si komandan polisi mengakui bahwa dirinya yang memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata ke arah suporter di tribun stadion. 


"Saya memerintahkan tabung gas air mata untuk ditembakkan ke tribun. Saya tidak mengatakan berapa banyak. Saya tidak pernah membayangkan konsekuensi yang menghancurkan itu," ucap Komandan Jorge de Azambuja mengutip dari revistalibero.com


Jorge de Azambuja ialah komandan polisi yang bertanggung jawab pada keamanan di Stadion Nacional, Peru, tempat pecahnya tragedi yang menewaskan 328 suporter pada 24 Mei 1964. 


Tragedi di Stadion Nacional Peru menjadi sejarah kelam dunia sepak bola internasional. 


Sampai saat ini tragedi tersebut jadi insiden berdarah dengan korban jiwa tertinggi dalam sejarah sepak bola dunia. 


Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang tewaskan 131 orang berada di tempat kedua. 


Kedua tragedi mengenaskan dari dunia sepak bola ini sama-sama disebabkan adanya tembakan gas air mata yang dilakukan polisi ke arah tribun penonton. 


de Azambuja beralasan perintahnya untuk tembakkan gas air mata ke arah penonton untuk mencegah suporter turun ke lapangan. 


Peristiwa berdarah di Estadio Nacional terjadi saat laga Peru vs Argentina pada babak kualifikasi kedua zona Conmebol Olimpiade Tokyo. 


Insiden berdarah di Peru itu berawal dari keputusan wasit untuk menganulir gol tim tuan rumah. Sebelum keputusan wasit tersebut, kedua tim bermain imbang tanpa gol di babak pertama.


Pada babak kedua, Argentina unggul 1-0 lewat gol Nestor Manfredi. 


Memasuki pertengahan babak kedua, Peru berhasil menyamakan kedudukan lewat gol Victor Lobaton. 


Namun gol itu kemudian dianulir oleh wasit asal Uruguay, Angel Eduardo Pazos. 


Pazos menganulir gol itu karena menganggap terjadi pelanggaran terlebih dahulu sebelum Lobaton merobek gawang Argentina. Putusan ini diprotes pemain dan suporter Peru. 


Suasan makin panas memasuki menit-menit akhir pertandingan. Puncaknya, pria bernama Víctor Vásquez yang kemudian dikenal dengan sebutan Negro Bomba turun ke lapangan. 


Víctor Vásquez berusaha menyerang wasit Pazos dengan pecahan botol. Namun usahanya dicegah aparat keamanan. 


Panitia pertandingan kemudian memutuskan untuk menghentikan laga karena merasa tidak ada jaminan keamanan. 


Putusan ini makin membuat kondisi tribun memanas. Botol, kursi serta kayu dilempar para suporter ke arah lapangan. Sejumlah suporter juga berhasil meringsek masuk ke dalam lapangan. 


Kepolisian Peru kemudian melepaskan anjing dan mulai menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. 


Kepanikan pecah, para suporter berusaha untuk keluar stadion. Nahas buar mereka pintu stadion tertutup rapat. 


Jika di Stadion Kanjuruhan, gate 13 menjadi tempat paling banyak jatuh korban jiwa maka di Estadio Nacional, area keluar tribun utara tepatnya di gate 10, 11 dan 17 menjadi kuburan bagi banyak suporter pada hari itu. 


"Banyak wanita dan anak-anak bergelimpangan kehabisan nafas dan terinjak-injak oleh para suporter lain yang panik. Teriakan minta tolong para korban sangat menyayat hati," tulis salah satu media lokal Peru. 


Pasca insiden itu, pemerintah Peru umumkan 7 hari masa berkabung nasional. Beberapa bulan setelah insiden, Komandan Azambuja mendapat hukuman 30 bulan penjara. 


Salah satu hakim yang bertugas menyelidiki tragedi ini, Benjamin Castaneda bertahun-tahun setelahnya mengungkap fakta lain bahwa jumlah korban jiwa lebih banyak dari catatan pemerintah Peru. 


Dalam laporan yudisial yang ia terbitkan bahwa pemerintah tidak mencantumkan atau menghilangkan jumlah korban tewas akibat tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian. 


Castaneda kemudian menunjuk bahwa orang yang paling bertanggung jawab pada tragedi ini ialah Juan Languasco, menteri dalam negeri Peru yang memiliki tanggung jawab penuh pada kepolisian. 


Sayangnya ofisial pertandingan pada tragedi itu sampai sekarang tidak pernah didakwa secara hukum. [Democrazy/suara]

Penulis blog