PERISTIWA

Terungkap Alasan Kenapa Soeharto Tak Diculik saat G30SPKI, Ini Jawaban Versi Profesor Salim Said

DEMOCRAZY.ID
September 29, 2022
0 Komentar
Beranda
PERISTIWA
Terungkap Alasan Kenapa Soeharto Tak Diculik saat G30SPKI, Ini Jawaban Versi Profesor Salim Said

Terungkap Alasan Kenapa Soeharto Tak Diculik saat G30SPKI, Ini Jawaban Versi Profesor Salim Said

DEMOCRAZY.ID - Banyak orang mungkin sudah mengetahu sejarah kelam dari Gerakan 30 September di masa lalu.


Setidaknya ada 6 jenderal dan satu perwira diculik dan dibunuh oleh PKI. Namun Soeharto yang pada waktu itu juga jenderal ternyata tidak diculik.


Mengapa Soeharto tidak diculik?


Profesor Salim Said mengemukakan pendapatnya. Videonya itu diunggah oleh akun TikTok @tentang_dunia07.


"Pada waktu itu Pak Harto pangkatnya Mayjen. Yang kena itu (yang diincar), walaupun jenderal ada juga yang cuma brigjen. Dan posisinya tidak lebih strategis dari Pak Harto.Kenapa Pak Harto nggak diincar, namun yang lain diincar?" tanya seorang penanya kepada Profesor Salim Said.


"Begini kalau tidak tahu sejarahnya juga orang susah mengerti," kata Prof. Salim.


"Soeharto itu di buku saya juga ada, hubungannya dengan Yani tidak bagus."


"Cerita ini bermula di Jawa Tengah ketika Soeharto Pangdam Diponegoro, salah satu anak buahnya Komandan Resimen atau apa, namanya Yani."


"Ketika Yani diangkat oleh Bung Karno menjadi KASAD, Menpangad Kasad, Menteri Panglima Angkatan Darat KASAD, Soeharto nggak seneng."


"Dia merasa dia yang lebih pantas, hubungannya dingin dengan Angkatan Darat."


"Di buku saya mengenai gestapu itu ada cerita pengakuan Jenderal Saidiman. Saidiman waktu itu kolonel di MBAD."


"Jadi dia tahu betul sikap dingin Soeharto kepada MBAD ini sebelum di-status."


"Artinya Soeharto bukan bagian dari klik Yani yang oleh PKI dianggap sebagai dewan jenderal. Ngerti nggak?"


"Dan juga Kostrad waktu itu barang baru, bukan kayak Kostrad sekarang sekarang punya divisi."


"Jadi seandainya terjadi perang waktu itu, pasukan Kostrad ada di batalyon. Itu tidak langsung di bawah Soeharto," ujar Prof. Salim Said.


Ratna Sari Dewi Jadi Kunci


Ratna Sari Dewi jadi saksi kunci bahwa Presiden Soekarno tak sembunyik saat pemberontakan G30S/PKI terjadi.


Keberadaan Presiden Soekarno saat pemberontakan G30S/PKI sempat sebelumnya disebut sengaja bersembunyi. Tapi pada kasus ini, ternyata Soekarno berada di lokasi ini


Bulan September selalu khas dengan peristiwa G30S/PKI yang terjadi di masa Presiden Soekarno yang kala itu telah memperistri Ratna Sari Dewi.


Peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu momen terburuk dalam sejarah Indonesia yang terjadi di masa Presiden Soekarno sebelum kemudian digantikan oleh Soeharto.


Bahkan peristiwa tragis itu sepertinya tidak akan pernah terlupa oleh Bangsa Indonesia terlebih setelah Soekarno tak jadi Presiden, Soeharto menggantikannya selama lebih dari 30 tahun lamanya.


Bagaimana tidak, enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat dan beberapa orang lainnya oleh PKI atau Partai Komunis Indonesia.


Ke 7 korban peristiwa G30S/PKI itu kini kita sebut sebagai Pahlawan Revolusi.


Diketahui, sebelum membunuh para jenderal TNI itu, mereka diculik pada malam sebelumnya.


Nah, setelah peristiwa itu terjadi banyak yang bertanya di mana Jenderal Soeharto berada?


Sebagai salah satu Jenderal TNI, diduga Jenderal Soeharto akan menjadi salah satu korban penculikan.


Namun ternyata dia tidak menjadi korban penculikkan dan selamat.


Bahkan pada akhir peristiwa G30S/PKI, Soeharto muncul sebagai pahlawan. Karena dialah yang berakhir menyelesaikan kasus ini.


Lalu bagaimana dengan peran Soekarno?


Sebagai Presiden Indonesia pada saat itu, di mana Presiden Soekarno berada pada malam tragedi berdarah itu?


Dikutip dari TribunBatam.id, lokasi Presiden Soekarno pada malam tragedi G30S/PKI iti terungkap dalam buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno.


Dan ternyata pada malam itu, Bung Karno tengah begadang dan dia sama-sekali tidak tahu akan adanya penculikan para Jenderal TNI.


Pada malam itu, tanggal 29 September 1965, Bung Karno punya jadwal menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan, Jakarta.


Dan Munastek itu tersebut diprakarsai oleh pemimpin Angkatan Darat dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).


Beberapa orang yang juga hadir dalam acara itu adalah Brigjen Hartono Wirjodiprodjo yang kala itu menjabat sebagai Direktur Pelalatan AD.


Lalu Menteri Pengairan Dasar saat itu, Ir PC Harjo Sudirdjo.


Brigjen Hartono lalu menjemput Bung Karno di Istana Merdeka dan mengawalnya ke lokasi acara.


Keberangkatan Bung Karno juga didampingi oleh pengawal pribadinya Kolonel Maulwi Saelan dan ajudannya Kolonel Bambang Widjanarko.


Bahkan Soekarno sempat melambaikan tangan kepada orang-orang yang ada di sana.


Terdengar juga teriakan “Merdeka”, “Hidup Bung Karno”, dan “Viva Pemimpin Besar Revolusi” dari para hadirin.


Acara Munastek itu sendiri selesai sekitar pukul 23.00 WIB. Dan Bung Karno lantas kembali ke Istana Merdeka bersama pengawal pribadi dan ajudan.


Merasa tidak ada lagi tugas pengawalan, Maulwi kemudian melapor kepada Soekarno untuk pulang ke rumahnya.


Maulwi pun pulang ke rumahnya di Jalan Birah II No.81, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekitar pukul 24.00 WIB.


Namun Maulwi tidak pernah tahu bahwa Bung Karno pergi secara diam-diam dari istana.


Bahkan dia hanya dikawal Kompol Mangil dan timnya yang berpakaian preman.


Ternyata Bung Karno sedang menuju rumah istri termudanya, Ratna Sari Dewi di Jalan Gatot Subroto.


Akan tetapi Ratna Sari Dewi rupanya tengah menghadiri malam resepsi di Hotel Indonesia yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Irak di Jakarta.


Lantas Bung Karno pun menyusul ke Hotel Indonesia. Tapi dia tidak masuk.


Justru Bung Karno menunggu di parkiran hotel bersamaa Soeparto, sopir pribadi Presiden.


Lalu mereka menjemput Ratna Sari Dewi dengan dikawal anak buah Mangil, Ajun Inspektur II Sudiyo.


Setelah rombongan kembali ke rumah Ratna Sari Dewi.


Di saat yang sama, di timur Jakarta yang hanya berjarak sekitar 10 km dari rumah Ratna Sari Dewi, telah terjadi penculikan para Jenderal oleh PKI.


Presiden Soekarno sendiri baru mengetahui informasi pembantaian para jenderal itu pada keesokkan harinya, yaitu pada 1 Oktober 1965 jelang siang hari. [Democrazy/Tribun]

Penulis blog