HUKUM

TERUNGKAP Luka Jeratan di Leher Brigadir Joshua Ulah Dokter Forensik, Misteri Penyiksaan Terjawab

DEMOCRAZY.ID
September 19, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
TERUNGKAP Luka Jeratan di Leher Brigadir Joshua Ulah Dokter Forensik, Misteri Penyiksaan Terjawab

TERUNGKAP Luka Jeratan di Leher Brigadir Joshua Ulah Dokter Forensik, Misteri Penyiksaan Terjawab

DEMOCRAZY.ID - Terungkap sebab adanya sejumlah luka di tubuh Brigadir J yang diduga karena penyiksaan.


Misteri dugaan penyiksaan jadi pertanyaan yang selama ini dilontarkan Kamaruddin Simanjuntak, Kuasa Hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.


Selama ini Kamaruddin selalu berbicara tentang bekas luka di lingkar leher jenazah Brigadir J yang dituding sebagai bekas penganiayaan berupa penjeratan dengan tali.


Bekas luka di leher itu yang menjadi argumen Kamaruddin bahwa Brigadir J diduga tidak hanya dibunuh, tapi juga disiksa oleh Irjen Ferdy Sambo Cs

 

"Kami semakin mendapatkan bukti-bukti lain bahwa ternyata almarhum Brigadir Yosua ini sebelum ditembak kami mendapatkan lagi ada luka semacam lilitan di leher artinya ada dugaan bahwa almarhum Brigadir Yoshua ini dijerat dari belakang," kata Kamarudin di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).


"Jadi di dalam lehernya itu ada semacam goresan yang keliling dari ke kanan ke kiri seperti ditarik pakai tali dari belakang, dan meninggalkan luka memar," kata Kamarudin.


Karena itu, Kamarudin meyakini bahwa bukti-bukti itu menunjukkan adanya dugaan penganiayaan yang dialami Brigadir J sebelum tewas ditembak.


Namun fakta berbeda diungkap oleh Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati Kombes dr Sumy Hastry Purwanti, berdasarkan hasil autopsi yang pertama dan kedua bahwa di tubuh Brigadir J hanya ditemukan luka bekas tembakan.


“Saya yakin waktu itu, kita diskusi bareng, tidak ada luka lain selain luka tembak. (Luka penganiayaan) enggak ada,” tegas dr Hastry dilansir dari Youtube, Sabtu (17/9/2022).


Ia pun mengungkap, luka-luka yang disebut Kamaruddin Simanjuntak ada di leher Brigadir J merupakan ulah dokter forensik.


Namun yang dimaksud ulah ini bukan berarti sengaja melukai untuk menganiaya, melainkan luka untuk kepentingan memasukkan formalin.


Dengan kata lain, luka tersebut merupakan bekas proses autopsi.


"Karena ada tindakan untuk mengambil peluru yang di dalam tubuh, tindakan untuk memasukkan selang formalin, karena jenazah mau dibawa ke luar pulau harus diawetkan, itu aja,” tegasnya.


Kemudian dirinya pun mengakui diminta pendapat mengenai apakah perlu adanya autopsi kedua.


“Ya kalau untuk kebenaran, untuk memastikan karena memang tidak diragukan lagi ya gak apa-apa autopsi kedua,” jelas dia.


Dirinya juga meyakini bahwa sejak awal proses autopsi sudah dilakukan sesuai SOP.


“Saya juga pernah loh autopsi ulang waktu di Klaten sama timnya Komnas malah, yang teroris. Kita membuktikan ada tidak luka tembak, ternyata tidak ada. Waktu itu, kalau sekarang, ada gak penganiayaan, ternyata hanya luka tembak,” jelasnya.


Sebab kata dia, jika ada luka kekerasan karena penganiayaan maka bisa terlihat.


“Karena kan nanti bisa dibuka videonya, fotonya, saya bisa menilai luka-luka ini.  Kalau memang ada bisa tampak, misalnya ada kekerasan, bekas ikatan, bekas pukulan, bekas ditekan misalnya, pasti ada,” tuturnya.


Jika ada kekerasan dari benda tumpul atau benda tajam lainnya, kata dia, pasti akan dengan mudah diketahui.


“Dan kita meyakinkan waktu itu memang hanya ada luka tembak, tidak ada luka-luka kekerasan sama sekali yang diduga proses penganiayaan kata masyarakat,” bebernya.


Kemudian jika ada luka perlawanan, maka akan bisa terlihat. 


“Itu kelihatan, dan enggak ada juga,” lanjutnya.


Kemudian soal luka di leher Brigadir J, dr Hastry mengtakan bukan karena jeratan tali.


Menurutnya luka itu terjadi karena proses autopsi.


“Autopsi kan diiris di sini (leher), dibuka semua, kepalanya semua dibuka,” jelasnya.


Kemudian ia juga menegaskan bahwa semua organ tubuh Brigadir J masih ada.


“Jadi memang kebiasaan dan di dunia forensik itu kalau kita udah buka kepala, kita awetkan kan, itu kan kalau orang timur, kita mikirnya pasti dibuka kan wajahnya," ucap dr Hastry.


"Kalau ditaruh di rongga kepala kan ada formalin pedes semua, makanya kita taruh di bagian dada atau dikembalikan di situ, yang penting ada,” bebernya.


Hal itu dilakukan, kata dia, karena kepala akan dijahit lagi dan jika tidak bisa tertutup rapat bisa merembes formalinnya.


“Itu kan direndem formalin. Cuma untuk memudahkan keluarga untuk lihat. Karena yakin biasanya orang meninggal itu terakhir dibuka wajahnya,” jelas dia.


Ia pun mengatakan bahwa hasil autopsi pertama dan kedua hasilnya sama.


“Adanya luka tembak aja sama, tapi mungkin yang kedua lebih susah karena udah dijahit kan, ditutup luka-lukanya yang bekas luka tembak masuk dan keluar. Terus ada pembusukan, ada juga luka pasca autopsi untuk mungkin memasukkan formalin,” ungkap dr Hastry.


Kemudian soal perbedaan jumlah luka tembak, kata dia, yang penting kan bukan luka jumlahnya.


“Kan kalau yang pertama pasti bisa lihat luka tembak masuk dan keluar. Yang kedua karena sudah ditutup kan pasti ada kerancuan luka tembak masuknya yang mana, keluar yang mana," kata dr Hastry.


"Yang penting ada lubang luka tembak di situ. Pasti kan ada luka tembak yang mematikan yang membuat dia meninggal dunia,” tandas dia.


dr Hastry lalu mengaku prihatin saat jenazah Brigadir J dilakukan autopsi ulang.


Kemudian ia pun membeberkan alasan kenapa dia mengatakan hal tersebut.


“Maksudnya prihatin gini loh kasian, maksudnya kita itu, saya sama kolega saya apalagi yang di RS Polri, kasus Duren Tiga ini junior-junior ya,” kata dr Hastry.


Ia mengatakan, ahli forensik itu tidak bisa menunda autopsi, karena berburu dengan waktu kematian. 


“Kalau semakin lama semakin susah, semakin busuk, nanti semakin bingung ini dipukulin kah, ada kekerasan kah, ada memar kah, ada luka tembak apa, seperti itu, makanya segera dilakukan,” ungkap dr Hastry.


Dirinya pun meyakini bahwa para junior-juniornya yang mengerjakan autopsi itu sudah bekerja dengan baik dan benar, karena dasarnya semua pemeriksaan itu difoto dan direkam dalam bentuk video. [Democrazy/Tribun]

Penulis blog