DEMOCRAZY.ID - Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik menyebut Ferdy Sambo bukan orang sembarangan.
Karena itu, Taufan Damanik mengaku sudah mengingatkan penyidik Polri agar berhati-hati.
Sebab para saksi dan tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih berada di bawah kendali Ferdy Sambo.
Tidak menutup kemungkinan mereka bisa mencabut atau mengubah kesaksian di berita acara pemeriksaan (BAP) saat di persidangan nanti.
"Jangan lupa kecuali Bharada E, semuanya masih dalam lingkaran FS. Bayangkan jika mereka semua di pengadilan nanti cabut BAP. Pusing nggak jaksa sama hakimnya. Misalnya mereka bilang kami waktu itu membuatnya karena terpaksa. Sekarang kami tarik," kata Taufan Damanik dalam sebuah video yang diperoleh pada Sabtu, 3 September 2022.
Hal itu diucapkan Taufan Damanik uusai dialog Sumut belum ramah Disabilitas di kantor Yayasan Pusaka Indonesia di Medan, Sumatera Utara pada Jumat, 2 September 2022 kemarin.
Dia mengatakan para tersangka seperti Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, hingga Putri Candrawathi berpotensi mengubah keterangan di sidang dengan alasan tekanan.
Hanya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang sudah dipastikan tidak lagi dalam kendali Ferdy Sambo.
Saat ini, Bharada E dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Terlebih, Bharada E yang mengubah pengakuan usai ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus lalu.
Dengan pengakuan Bharada E itu, Mabes Polri akhirnya menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka.
Menurut Taufan Damanik, jika semua mencabut atau mengubah kesaksiannya, Ferdy Sambo dan tersangka lain bisa saja bebas dari jeratan hukuman.
Karena itu, penyidik Polri harus memiliki bukti-bukti kuat yang tak terbantahkan. Tujuannya untuk meyakinkan hakim di persidangan.
"Dia (Ferdy Sambo) punya duit yang banyak. Pengacara top Indonesia bisa dia bayar untuk membelanya. Jaksa bisa keteteran. Ini sudah saya sampaikan kepada penyidik. Hati-hati jangan berpuas diri. Seolah-olah sudah siap membawa ke pengadilan dan memenangkan dakwaan. Belum tentu," papar Taufan Damanik.
Dia mencontohkan kasus Marsinah pada tahun 1993 silam. Saat itu, ada 7 saksi yang sekaligus menjadi terdakwa.
"Di pengadilan mereka semua membatalkan kesaksiannya. Akhirnya 7 orang itu semuanya dibebaskan oleh hakim," imbuhnya.
Taufan Damanik juga menyinggung kasus pembunuhan aktivis Munir.
"Jangan lupa Muchdi PR. Polycarpus dihukum. Tapi Muchdi PR dibebaskan. Kenapa? Karena tidak ada satu alat bukti yang kuat. Satu-satunya alat bukti adalah Polycarpus sering telepon ke Muchdi PR. Hakimnya pun mikir. Kalau cuma sering telepon, Polycarpus juga sering telepon yang lain. Termasuk telepon ke istrinya," terangnya.
Alat bukti yang ada tersebut tidak bisa membuktikan keterlibatan Muchdi PR terlibat dalam pembunuhan berencana Munir.
"Nggak bisa. Karena itu demi hukum Muchdi PR akhirnya dibebaskan. Persepsi orang hakimnya takut atau hakim kena suap. Bukan karena itu. Tapi alat buktinya tidak bisa meyakinkan hakim," urainya.
Dikatakan, saat ini semua orang sudah sangat yakin bahwa Sambo akan dihukum berat.
"Saya sudah ingatkan. Hati-hati. Sambo bukan orang sembarangan. Puluhan tahun dia di reserse. Bukan tak tahu dia caranya. Sebagai bos mafia, dia tahulah caranya keluar," tutur Taufan Damanik.
Dia menceritakan saat bertemu Ferdy Sambo di tahanan Mako Brimob Kelapa Dua Depok.
"Waktu saya tanya segala macam. Ada saat FS menangis. Ada saat lain dia senyum. Kira-kira sebagai bahasa isyarat: Lu nggak tahu siapa gua. Gitu kali ya," kata Taufan Damanik seraya berkelakar.
Begitu juga saat Ferdy Sambo menjalani rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J beberapa waktu lalu.
"Nyantai saja dia. Jalan dengan gagah. Jumpa saya hai Pak. Apa kabar. Kayak nggak ada masalah. Dia kan dulu sering ke Komnas HAM kalau ada kasus," lanjutnya.
Taufan menilai kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan Ferdy Sambo merupakan kejahatan yang bisa disebut sempurna.
"Dia yang merencanakan pembunuhan. Kemudian dia menghilangkan semua jejaknya," pungkas Taufan Damanik. [Democrazy]
Sumber: FIN