HUKUM

[INVESTIGASI] Pesan Terakhir Brigadir Joshua Sebelum Dihujani Tembakan

DEMOCRAZY.ID
Juli 26, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
[INVESTIGASI] Pesan Terakhir Brigadir Joshua Sebelum Dihujani Tembakan

[INVESTIGASI] Pesan Terakhir Brigadir Joshua Sebelum Dihujani Tembakan

DEMOCRAZY.ID - Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mengirim pesan ke grup WhatsApp yang diberi nama Keluarga, disertai simbol pohon cemara, pada Sabtu (2/7/2022) pukul 14.46 WIB. 


Tim detikX mendapatkan tangkapan layar pesan tersebut. Yoshua pamit akan menuju ke Magelang dari Jakarta.


"Abang berangkat ke Magelang dulu ya," tulis Yoshua.


"Dalam acara apa, Bang?" respons ibunya.


"Mbak D (nama anak Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo) masuk sekolah, Ma. Di SMA Taruna Nusantara, Magelang."


"Hati-hati ya, Bang."


"Siap, Mama."


Begitupun pada Jumat (8/7/2022), setelah mengantarkan Irjen Sambo dan istrinya ke Magelang, Yoshua kembali mengabarkan akan segera menuju Jakarta. 


Pesan itu dikirim pada pukul 10.46 ke grup WhatsApp keluarga. 


Menurut pihak keluarga, itu adalah pesan terakhir dari Yoshua di grup keluarga sebelum dinyatakan meninggal dunia.


Meski begitu, pada pukul 13.02 WIB, Yoshua masih menerima dan membaca pesan yang dikirim ibunya ke grup keluarga. 


Kemudian, selepas pukul 17.00 WIB, komunikasi dengan keluarga terputus. Anggota keluarga tidak bisa lagi menghubungi nomor WhatsApp Yoshua. 


Saat anggota keluarga mengirim pesan di grup pukul 20.00 WIB, nomor Yoshua tercatat tidak lagi menerima ataupun membaca pesan tersebut.


Menurut salah satu kuasa hukum keluarga Yoshua, Martin Lukas, ada temuan yang memperlihatkan Yoshua terakhir membuka aplikasi WhatsApp pada pukul 17.06 WIB. 


Namun, dalam surat permintaan visum et repertum yang ditandatangani atas nama Kapolres Jakarta Selatan, disebutkan Yoshua meninggal pada pukul 17.00 WIB dengan luka lubang di bagian dada. 


Secara beriringan, kepolisian menyebut Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah yang memberondong tubuh Yoshua dengan senjata api genggam, Glock 17.


Dari perhitungan menggunakan Google Maps, jarak antara Magelang dan Jakarta Selatan adalah 521 kilometer. 


Jarak sepanjang itu dapat ditempuh selama delapan jam menggunakan mobil melalui jalan tol. 


Namun, jika tidak melalui jalan bebas hambatan itu, lama perjalanan mencapai 12 jam 25 menit.


Menurut Martin, sulit menempuh jarak sejauh itu kurang dari tujuh jam pada siang hari, walaupun dengan pengawalan. 


Oleh karena itu, pihaknya menduga adanya kemungkinan TKP lain selain yang telah disebutkan secara resmi oleh kepolisian di Kompleks Kepolisian Duren Tiga, Jakarta Selatan.


"Sangat mungkin pembunuhan itu terjadi antara Magelang dan rumah dinas di Duren Tiga," ujar Martin kepada reporter detikX, Kamis (21/7/2022).


Menurut sumber detikX yang mengetahui peristiwa tersebut, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu mengklaim mulanya rombongan Irjen Sambo dari Magelang langsung menuju rumah di Kompleks Pertambangan. Itu merupakan lokasi rumah pribadi keluarga Irjen Sambo. 


Setelah itu, rombongan melakukan tes PCR. Setelah melakukan tes, mereka baru bergeser ke rumah dinas Irjen Sambo di Kompleks Polri.


"Setelah PCR, mereka tiba di rumah yang TKP itu. Di rumah itu, si E ini dengar ada teriakan, lalu ya terjadi peristiwa itu," ujarnya kepada reporter detikX.


Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang juga sudah meminta kesaksian terhadap Richard, tidak membantah keterangan tersebut. 


Namun pimpinan LPSK Edwin Partogi enggan menjelaskan lebih lanjut. Dia hanya mengatakan tidak bisa menyampaikan kronologi peristiwa untuk saat ini.


Menurut Edwin, saat ini pihaknya masih mencoba melakukan wawancara dengan dua orang yang masuk dalam perlindungan LPSK terkait kasus tersebut. 


Dua orang itu adalah Bharada E dan istri Irjen Sambo yang berinisial P.


"Kami sudah wawancara E dua kali, sedangkan untuk P belum karena kondisinya belum memungkinkan," ujar Edwin kepada reporter detikX, Minggu (24/7/2022).


Membaca Penyebab Kematian dari Jenazah Yoshua


Kejanggalan pada luka di jenazah dan kronologi kematian Brigadir J membuat keluarga menduga ada upaya pembunuhan disertai penyiksaan. 


Salah satu pemicunya adalah adanya luka sayatan yang diduga bukan disebabkan oleh tembakan. 


Bahkan lebih jauh, keluarga menduga ada upaya pembunuhan berencana terhadap Yoshua.


Tim pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J menghadiri pragelar perkara yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri, Rabu (20/7/2022). 


Dalam forum tertutup itu, tim pengacara turut membeberkan sejumlah kejanggalan atas kematian Yoshua.


Sederet bukti itu disebut mengarah pada dugaan pembunuhan disertai penyiksaan terhadap Yoshua.


"Kami beberkan ke mereka, termasuk bukti foto-foto dari jenazah Yoshua. Aparat kepolisian yang hadir tidak menolak atau membantah bukti yang kami ajukan," ujar Martin Lukas, salah satu anggota tim pengacara, saat ditemui reporter detikX, Kamis (21/7/2022).


Sebanyak 14 foto dan satu video yang diterima tim detikX menunjukkan, selain luka tembak, terlihat ada beberapa jahitan di tubuh Yoshua. 


Berdasarkan keterangan pengacara Brigadir J, ada memar di bagian dada, luka di mata, dagu, hidung, kaki, dan leher, serta di belakang telinga. 


Yoshua bahkan disebut mengalami dislokasi rahang, telinga bengkak,


"Kalau kita bicara soal konstruksi kejadian di TKP, itu kan dia ditembak dari atas ke bawah, berarti kan harusnya ada luka yang sudutnya 45 derajat. Yang kami lihat sih tidak ada, ya," jelas Martin.


Dalam gelar perkara awal tersebut, kepolisian akhirnya juga menyetujui permohonan keluarga agar diadakan autopsi ulang terhadap jenazah Yoshua.


Adapun menurut versi Polres Jakarta Selatan dan Mabes Polri, Yoshua meninggal setelah beradu tembak dengan ajudan Ferdy Sambo lainnya, yaitu Bharada E. Yoshua mengalami tujuh luka dari lima tembakan Richard. 


Dua luka di antaranya karena ada peluru yang menembus. Sedangkan Richard tidak terkena satu pun peluru dari lima tembakan yang dilakukan Yoshua.


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelumnya memanggil beberapa ahli forensik independen untuk menilai sejumlah foto dan video jenazah Yoshua. 


Menurut Komnas HAM, hal itu merupakan langkah awal untuk menelusuri penyebab kematian Yoshua.


Komnas HAM, dengan bantuan para ahli tersebut, membandingkan foto jenazah yang diperoleh dari keluarga di Jambi dan foto jenazah yang diambil lebih awal di Jakarta. 


Dengan itu, mereka dapat menilai serta memilah antara luka di tubuh jenazah dan kondisi yang muncul karena perubahan alami pada jenazah.


Tidak berhenti di sana, pada Senin (25/7/2022), Komnas HAM memanggil tim Dokkes Polri untuk dimintai keterangan terkait proses autopsi Jenazah Yoshua. 


Setidaknya ada tiga dokter forensik RS Polri yang dihadirkan, termasuk Kepala Instalasi Forensik Arif Wahyono.


Menurut komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, ada dua hal utama yang dicoba digali dari tim Dokkes Polri. 


Pertama terkait kondisi dan luka jenazah, kedua terkait waktu dan kronologi penanganan jenazah.


"Foto dari keluarga itu kan kami terima, kan itu foto jenazah ketika sudah lama dari waktu kematian. Ada banyak faktor (yang membedakan kedua foto), seperti kualitas dan jenis kamera, kualitas cetakan, termasuk sudut pengambilan foto. Kami yakin proses autopsi ulang nanti akan dapat memberi lebih banyak penjelasan," ujar Beka kepada detikX saat ditemui di ruangannya, Senin (25/7/2022).


Sementara itu, terkait sudut tembakan, Beka menyebut telah mengantongi sejumlah keterangan dari Polri. 


Namun temuan tersebut belum bisa disampaikan ke publik karena Komnas HAM mengaku perlu melihat TKP terlebih dahulu.


"Kami harus konfirmasi apakah keterangan terkait sudut tembakan itu sesuai dengan TKP, termasuk di mana posisi (Bharada) E," jelas Beka.


Adapun terkait TKP, Beka mengatakan, pihaknya masih membuka semua kemungkinan. Termasuk kemungkinan adanya TKP lain selain versi Polri. 


Sementara itu, hingga saat ini Polri secara resmi masih menyebut rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga sebagai tempat kejadian perkara meninggalnya Yoshua.


Di sisi lain, Beka mengakui adanya perbedaan keterangan dari Dokkes Polri dengan pengacara keluarga Yoshua terkait kondisi Jenazah. 


"Tentu beda, tapi apakah itu signifikan atau tidak, itu nunggu autopsi ulang," ucapnya.


Sementara itu, menurut sumber detikX yang mengetahui hasil autopsi, di jenazah Yoshua memang terdapat luka lain selain luka tembakan, yaitu luka sayatan. 


Namun luka tersebut diklaim dibuat oleh dokter untuk memasukkan formalin ke tubuh jenazah Brigadir J.


"Kepolisian menjelaskan luka sayatan itu untuk memasukkan cairan pengawet jenazah. Kalau sudah meninggal, darah beku dan susah mencari pembuluh darahnya untuk disuntik, jadi perlu disayat," ujar sumber tersebut kepada reporter detikX.


Kejanggalan Penanganan Kasus


Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan banyak prosedur pengurusan jenazah dan penanganan kasus yang dilakukan dengan kurang tepat. 


Hal itu dianggap menjadi salah satu pemicu munculnya banyak dugaan di sekitar kasus penembakan tersebut. Selain itu, juga menghambat proses pengusutan kasus.


"Misalnya waktu mengantar jenazah, itu perlakuan ke keluarga kurang tepat. Karo Paminal (Brigjen Hendra Kurniawan) dan anggota polisi masuk pakai sepatu. Saya saja lepas sepatu saat ke sana kemarin. Cara komunikasinya juga kurang baik dengan keluarga. Setiap ditanya malah disuruh tanya Jakarta, bikin bingung. Keluarga seharusnya juga tidak dihalangi melihat jenazah," ujar Benny kepada reporter detikX, Kamis (21/7/2022)


Brigjen Hendra Kurniawan telah dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Brigjen Anggoro Sukartono sebagai pelaksana harian.


Selain itu, menurut Benny, pencopotan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto juga bagian dari penegakan disiplin terkait penerapan standard operating procedure atau SOP penanganan perkara. 


Tim khusus, lanjut Benny, juga mempertanyakan sejumlah keputusan yang diambil Budhi terkait penanganan kasus.


"Kenapa baru rilis hari Senin? Seharusnya dia melapor segera ke Humas Polda. Penemuan awal, olah TKP, penanganan dan pengiriman jenazah, itu harusnya ditangani dengan benar oleh Kapolres. Itu mengapa banyak ketidaksesuaian," terangnya.


Dia mengatakan, saat kejadian, Irjen Sambo menghubungi Bareskrim Polri. Melalui rantai komando, Budhi ditugaskan untuk meluncur ke TKP.


"Mereka periksa juga apakah ini Kapolres datang ke TKP dengan tim yang sesuai prosedur untuk olah TKP atau tidak. Makanya dievaluasi dan dicopot," ucap Benny.


Selain itu, Benny menyayangkan pengiriman jenazah ke Jambi ditangani oleh Propam Polri. 


Terlebih, pengantar jenazah juga berasal dari Jakarta dan tidak melakukan koordinasi dengan Polda Jambi.


Sementara itu, pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis, hingga tenggat naskah ini, belum merespons permohonan wawancara yang diajukan tim detikX melalui pesan singkat dan telepon. [Democrazy]


Source: DetikX

Penulis blog