AGAMA

Rocky Gerung: Jangan Larang Orang-Orang Punya Aspirasi Negara Islam

DEMOCRAZY.ID
Juni 23, 2022
0 Komentar
Beranda
AGAMA
Rocky Gerung: Jangan Larang Orang-Orang Punya Aspirasi Negara Islam

Rocky Gerung: Jangan Larang Orang-Orang Punya Aspirasi Negara Islam

DEMOCRAZY.ID - HARI Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. 


Pada 22 Juni 1527 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Kota Jakarta berdasarkan waktu terjadinya penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah dan pasukannya.


Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief, selain ulang tahun Jakarta, hal yang sangat penting juga pada 22 Juni 1945, Tim 9 yang dibentuk oleh BPUPKI kemudian merumuskan dasar negara kita yang namanya Pancasila. Mengapa menjadi penting?


Ikuti dialog antara Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung, akademisi dan pengamat politik dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (22/6/2022).


Ini penting kita bahas sejarah, karena banyak sekali keluhan bahwa anak-anak sekarang ini tidak paham sejarah. 


Karena kalau kita tidak paham sejarah maka pemahamannya terhadap persoalan negara kita jadi bermasalah juga.


Oh iya, itu saya ingat bahwa tanggal 20 Juni itu perumusan naskah Piagam Jakarta. Selalu dianggap bahwa Pancasila itu pertama kali diucapkan dalam upaya untuk menghasilkan kemajemukan. Tapi kemajemukan itu adalah hasil perdebatan karena fakta antropologi kita betul-betul ini masyarakat majemuk.


Dan hasil perdebatan merumuskan apa yang disebut Piagam Jakarta, yaitu Pancasila, yang sila pertamanya berbunyi: “Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Di SD juga diajarin.


Jadi ini musti tahu, sejarah Pancasila itu ada sejarah Piagam Jakarta juga. Karena itu kalau sekarang masih ada Islamophobi itu ajaib karena justru bangsa ini didasarkan pada kesepakatan yang merupakan kelegaan hati dari mayoritas Muslim waktu itu, untuk tidak lagi mencantumkan tujuh kata itu, yaitu “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” itu dihapus dari naskah, tetapi tidak mungkin dihapus dari sejarah. Itu masalahnya.


Kemudian juga pada tanggal 22 Juni inilah Bung Karno yang menjadi ketua tim perumus menyampaikan soal rumusan Pancasila yang sebenarnya rumusan Pancasilanya tidak seperti yang sekarang.


Pak Karno itu menyebutkan antara yang sekarang coba dimunculkan oleh PDIP bisa diperas menjadi Trisila, lalu menjadi Ekasila. Kalau sekarang disepakati bahwa lahirnya Pancasila itu pada 6 Juni, di mana Bung Karno mengucapkan itu.


Saya kira kini kenapa menjadi perdebatan. Karena kalau kita baca-baca risalahnya dari BPUPKI itu, harusnya tanggal 18 Agustus yang disebutkan sebagai hari lahir Pancasila.


Iya, Pancasila ada dalam alam pikiran Bung Karno, alam pikiran Muhammad Yamin, macam-macam. Kan itu semua ide yang kompilasi sebetulnya, bahkan alam pikiran dunia itu. Karena nasionalisme itu bukan asli Indonesia itu. Itu pikiran Sujat Saint.


Demikian juga soal “kemanusiaan adil dan beradab” itu ada setelah revolusi Perancis baru kita tahu. Jadi mereka pada waktu itu founding parent kita, orang yang belajar sejarah dan tahu seluruh macam perkembangan di dunia. Dunia Islam terutama sedang bangkit karena itu ide Negara Islam muncul.


Jadi, adalah hasil kompilasi pikiran dunia, bukan pikiran Bung Karno sendiri. Bahkan Bung Karno bilang saya hanya menggali dari bumi Indonesia. Ya ada bagian yang digali dari bumi Indonesia karena Bung Karno itu juga mengerti bumi yang lain, sebutlah bumi Tiongkok, bumi Rusia, bumi Perancis, bumi Revolusi 1776 di Amerika.


Jadi, semua itu adalah hasil kompilasi. Nah itu yang seringkali dilupakan. Kalau disebut lahirnya Pancasila, ya lahir secara formil pada 18 Agustus. Kalau yang informal ya banyak tanggalnya. Semua orang yang berpidato dengan tema Pancasila itu bisa melahirkan Pancasila. Itu pentingnya kita pisahkan antara hari lahir formil dan hari lahir sebagai wacana.


Dan ini pentingnya memahami sejarah karena juga memang ada adagium yang sudah kita kenal cukup lama bahwa sejarah itu ditulis oleh para pemenang. Tapi sekarang ini kalau ‘45 masih terlalu banyak dokumen-dokumennya.


Jadi kalau muncul perdebatan sah-sah saja dan untuk memahaminya saya kira penting untuk buka-buka kembali. Tidak hanya baca Twitter yang 140 karakter dan kemudian berdebat di media sosial.


Saya kira itu yang penting, generasi baru ini tahu geneologi, asal-usul dari rumusan dasar negara kita. Bung Karno tidak pernah menyebut Pancasila itu ideologi. Dia menyebut sebagai landasan filosofi, filosofi grounds low.


Tapi semua ini kemudian seolah-olah dianggap Pancasila itu ideologi negara, bukan. Bahkan Pak Harto tidak pernah menyebut sebagai ideologi. Pak Harto bilang asas, walaupun dia tambahin asas tunggal.


Jadi pilihan kata itu bahkan di dalam undang-undang kita tidak ada ideologi Pancasila. Itu kesepakatan umum untuk mengatakan itu panduan, tapi bukan ideologi dalam pengertian setara dengan ideologi dunia komunisme, marxisme, liberalisme, sosialisme, Islamisme. Itu lain.


Karena itu Pancasila harus dianggap sebagai percakapan untuk menghasilkan kebersamaan, bukan suatu yang sudah final. Apalagi (telah) difinalkan dengan Ekasila. Itu kan berbahaya sekali. Jadi, pandangan itu yang memungkinkan kita justru lega dengan menyebut Pancasila adalah panduan kebudayaan.


Itu lebih tepat sebetulnya kalau tidak mau pakai istilah asas tunggal. Bagian ini yang Presiden Jokowi juga nggak paham. Seringkali dia bilang, ini ideologi negara. Nggak ada. Di mana ada keputusan bahwa Pancasila ideologi negara. Nggak ada. Dasar negara, asas tunggal, nggak ada.


Tapi hal-hal semacam ini seolah membuat kita berhenti, seolah-olah dengan adanya Pancasila semua soal selesai. Itu Pancasila panduan saja tuh. Kalau mau Pancasila ya 20% dihilangin dulu tuh. Kira-kira begitu kan, supaya sama rata.


Jadi banyak hal yang setiap kali tanggal 22 Juni itu kita sebut sebagai hari Piagam Jakarta, kita ingat asal-usul piagam Jakarta adalah kesepakatan, justru kelegaan masyarakat Muslim pada waktu itu untuk melihat Indonesia tumbuh sebagai negara kebangsaan. Jadi itu intinya.


Tetapi, sekali lagi, pikiran itu tetap hadir di kita. Karena itu, jangan larang orang-orang punya aspirasi negara Islam. Itu biasa saja. Jangan berupaya untuk menutupi sejarah. Apa yang pernah disebutkan, kalau disembunyikan justru dia akan masuk kembali dalam memori kita dan timbul sebagai sebuah harapan saja.


Dan seperti ketel yang dipanaskan, kalau tidak ada lubang keluar biasanya bisa menimbulkan ledakan. Jadi kalau dibiarkan, katalisnya aman sebenarnya.


Iya, jadi itulah pentingnya kalau musti ada katup volve, yang disebut katup pengaman. Ya mustinya dibuka. Jadi jangan ditutup dengan satu interpretasi tunggal bahwa Pancasila itu adalah apa yang diucapkan Bung Karno. Enggak. Itu sudah jauh dari itu.


Pancasila itu sudah berkembang dan kita musti mampu juga mengoneksikan pengertian dari Pancasila itu ke dalam konteks kekinian dan itu juga hak dari milenial untuk menafsirkannya. Kita musti pelajari sebetulnya cara pendiri bangsa ini berdebat, bukan cara membangun koalisi.


Cara berdebat dan cara bagaimana berkomunikasi antar sesama anak bangsa meskipun berbeda pilihan politik. Saya kira itu penting sekali.


Itu pentingnya. Karena Piagam Jakarta maupun Pancasila itu hasil perdebatan di antara orang-orang yang setara Tersebut. Tidak ada feodalisme. Tidak ada seseorang menghadap pada orang lain lalu manggut-manggut di situ. Itu hasil perdebatan.


Mungkin juga kalau kita masih bisa melihat beberapa arsipnya, itu masih ada berdebatnya keras betul. Bukan pakai Vlog atau TikTok. Ini betul-betul debat intelektual dari para pendiri bangsa. [Democrazy/FNN]

Penulis blog