POLITIK

Suarakan Perpanjangan Jabatan Presiden, Bahlil Jadi Jubir Oligarki?

DEMOCRAZY.ID
Januari 11, 2022
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Suarakan Perpanjangan Jabatan Presiden, Bahlil Jadi Jubir Oligarki?

Suarakan Perpanjangan Jabatan Presiden, Bahlil Jadi Jubir Oligarki?

DEMOCRAZY.ID - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia tiba-tiba menjadi topik pembicaraan. 


Bahlil, yang selama ini nyaris tak terdengar suaranya, secara tiba-tiba seolah menjadi juru bicara kaum oligarki.


Bahlil menyampaikan aspirasi kaum pengusaha yang ingin masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang. Dengan gagasan ini secara otomatis berarti menunda Pemilu 2024.


Mulanya, Bahlil mengaku tertarik mengomentari hasil survei Indikitor Politik Indonesia tentang perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027.


Bahlil kemudian mengungkapkan pandangan para pengusaha. Dalam konteks peralihan kepemimpinan, klaim Bahlil, para pengusaha berharap penundaan Pemilu 2024.


“Saya sedikit mengomentari begini, kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik,” klaim dia.


“Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik,” ujar mantan Ketua Umum HIPMI itu.


Sontak pernyataan Bahlil menuai reaksi dari banyak kalangan, terutama politisi dan aktivis. 


Bukan hanya politisi partai oposisi tetapi juga anggota koalisi pendukung Jokowi saat ini.


Tak Paham Konstitusi dan Inkonstitusional


Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan pernyataan Bahlil justru menunjukkan bahwa Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu tidak paham konstitusi negara ini.


“Praktik pemilu pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang digunakan Bahlil sebagai contoh yang bisa dilakukan saat ini, makin menunjukkan dia tidak pernah baca konstitusi, yakni UUD 1945,” kata Luqman kepada wartawan, Senin (10/1/2021).


Luqman mengingatkan bahwa menyoal masa jabatan presiden telah jelas diatur pada Pasal 7 UUD 1945.


Lebih lanjut, Luqman menyebut di dalam konstitusi tidak ada norma yang memungkinkan perpanjangan masa jabatan presiden/wakil presiden dengan alasan ekonomi untuk menunda pergantian presiden. Ia menyebut hal itu sangat tidak masuk akal dan mengada-ada.


Menurut Luqman penyelenggaraan pemilu untuk memilih presiden/wakil presiden justru bisa menjadi pemicu pergerakan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 


Bahkan, kata Luqman, dalam sejarahnya Pemilu di Indonesia tidak pernah menjadi aktor penyebab krisis ekonomi.


“Upaya menunda penyelenggaraan pemilu 2024 agar tidak terjadi pergantian presiden/wakil presiden, merupakan tindakan inkonstitusional, anti demokrasi dan melawan kedaulatan rakyat,” kata Luqman.


Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan, wacana yang disampaikan Bahlil selain tidak sesuai dengan ketentuan konstitusi, juga tak kondusif bagi iklim berusaha, karena usulan itu justru memantik polemik yang bisa menghadirkan ketidakpastian hukum yang tidak kondusif untuk berkembangnya gerak ekonomi dan investasi.


Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu mengatakan, ketentuan soal masa jabatan presiden itu bukanlah domainnya pengusaha, melainkan UUD NRI 1945. 


Aturan-aturannya pun sangat jelas dan tegas, yakni dalam pasal 7 UUD NRI 1945 yang hanya membolehkan presiden menjabat maksimal dua periode, dan pasal 22E mengamanatkan agar Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.


“Artinya sudah fixed, tidak ada alternatif konstitusional untuk perpanjangan menjadi tiga periode, maupun penambahan tiga tahun untuk periode kedua karena itu tidak sesuai dengan konstitusi,” jelas HNW.


Agar Proyek IKN Tak Mangkrak?


Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K. Harman, mempertanyakan motif pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda. 


Apakah harapan para pelaku usaha itu bertujuan untuk mengawal proyek pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur agar tidak mangkrak.


“Kepala BKPM Sebut Dunia Usaha Ingin Pemilu 2024 Diundur. Betulkah? Motifnya apa? Apa mereka inginnya tidak ada Pemilu agar proyek IKN tidak mangkrak di tengah jalan? Atau apa kira2 motif mereka meminta Pemilu ditunda?” kata Benny lewat akun Twitter miliknya, @BennyHarmanID, Senin (10/01).


Benny mengatakan, harapan menunda pemilu agar Presiden Joko Widodo bisa mengawal proyek pemindahan IKN sampai selesai merupakan hal yang sesat.


Pasalnya, ia mengingatkan, menunda penyelenggaraan Pemilu 2024 bukan berarti memperpanjang masa jabatan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Mereka akan tetap berakhir di 2024.


Menurutnya, tugas presiden dan wapres selanjutnya akan dijalankan oleh pelaksana tugas (Plt) yang hanya bisa dijabat oleh menteri luar negeri (menlu), menteri pertahanan (menhan), atau menteri dalam negeri (mendagri) sampai ada pasangan presiden dan wapres terpilih hasil pemilu.


“Jika ada niat kelompok tertentu menunda Pilpres agar Presiden Jokowi mengawal proyek IKN sampai selesai, jelas itu sesat. Sebab jika ditunda, DPR dan DPD tetap. Presiden berhenti dan PLT presiden dipegang triumvirat: Menlu, Menhan, dan Mendagri hingga Pemilu berikutnya,” katanya.


Jubir Oligarki?


Dari kalangan aktivis, Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Yosef Sampurna Nggarang (Yos Nggarang) malah menyindir Bahlil dengan mengatakan kalau menteri asal Indonesia Timur itu kini semakin terlihat seperti juru bicara (jubir) oligarki.


“@bahlillahadalia, pemilu dilakasanakn tiap 5 thn itu amanat konstitusi. Kok, bung semakin kelihatan sbg jubir oligarki?,” ujar Yos Nggarang.


Yos Nggarang mengingatkan, kekuasaan itu telah diatur oleh hukum, dan hukumlah yang mengatur kekuasaan, bukan pengusaha.


“Kekuasaan itu diatur olh hukum.Hukumlah yg mengatur kekuasaan,bukan oleh pengusaha,” kata Yos Nggarang melalui akun Twitter @yosnggarang. [Democrazy/SuaraIslam]

Penulis blog