HUKUM

Kejagung Diminta Tangani Perkara Korupsi Besar, Apa Kabar KPK?

DEMOCRAZY.ID
Januari 15, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Kejagung Diminta Tangani Perkara Korupsi Besar, Apa Kabar KPK?

Kejagung Diminta Tangani Perkara Korupsi Besar, Apa Kabar KPK?

DEMOCRAZY.ID - Kejaksaan Agung kembali dipercaya untuk menangani perkara dugaan korupsi besar. 


Kali ini terkait dugaan korupsi dalam proyek satelit slot orbit 123 pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2015. 


Proyek ini diduga menyebabkan negara mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.


Pertanyaannya, kenapa ke Kejagung dan tidak ke KPK? lembaga yang disebut anak kandung reformasi yang dibentuk khusus untuk menangani perkara korupsi?


Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman, menilai ada dua kemungkinan mengapa Kejagung dipilih untuk mengusut kasus-kasus besar saat ini.


"Untuk laporan para pejabat kepada kejaksaan, saya melihat kemungkinannya ada dua. Pertama, memberi kredit kepada kejaksaan sebagai lembaga pemerintah. Kedua, memang saat ini KPK tidak bisa dipercaya," kata Zaenur saat dikonfirmasi, Sabtu (15/1).


"Saya melihat laporan para pejabat kepada kejaksaan sebagai keniscayaan bagi KPK untuk refleksi diri," sambung dia.


Zaenur mengkritik kinerja KPK saat ini. Pertama, menurut dia, di era kepemimpinan Firli Bahuri KPK tidak menangani kasus korupsi yang strategis, yakni yang merugikan keuangan negara yang besar; melibatkan penegak hukum atau pejabat tinggi negara; memengaruhi hajat hidup orang banyak. 


"KPK saat ini lebih sibuk bermain di liga kabupaten, dengan banyak memproses kepala daerah. Kontribusi KPK dalam pengembalian kerugian keuangan negara juga relatif kecil, apalagi dibandingkan dengan Kejaksaan," kata dia.


Menurut Zaenur, buruknya kinerja KPK ini terjadi karena dua hal. Pertama konfigurasi pimpinan KPK. 


Dia menilai, tidak semua pimpinan orang bebas. Bahkan ada yang terjerat pelanggaran etik dan dugaan pidana. 


"Sehingga tidak bisa diharapkan untuk punya kinerja baik, dengan menyasar semua pelaku dari kalangan mana pun," ucap dia.


Kedua, kepercayaan masyarakat telah turun drastis. Hal itu terlihat dari banyaknya survei yang menunjukkan hasil turunnya kepercayaan masyarakat. 


Sehingga, menurut Zaenur, wajar jika masyarakat mulai ragu untuk lapor kasus kepada KPK. 


Apakah akan ditangani secara profesional atau malah jadi alat politik.


"Agar kepercayaan publik kepada KPK naik, maka ada beberapa hal harus dibuktikan. Pertama, insan KPK khususnya pimpinan menegakkan nilai integritas. Kedua, menunjukkan sikap independen bebas dari kepentingan pihak mana pun," ungkap Zaenur.


Hal senada disampaikan oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman. 


Dia menilai Kejagung mendapatkan kepercayaan mengusut kasus korupsi karena telah membuktikan kinerjanya dalam mengusut kasus-kasus besar.


"Sukses tangani Kasus Asabri yang kerugiannya puluhan triliun, kemudian Jiwasraya yang kerugiannya juga puluhan triliun, nampak memang dirasa Kejagung mampu menangani kasus skala besar, tingkat kerumitannya tinggi dan kemudian tapi cepat," kata dia, terpisah. 


Kasus Satelit Kemhan 2015


Dugaan korupsi ini terkait penyewaan serta pembangunan satelit pada Kemhan tahun 2015. 


Diduga terdapat sejumlah penyimpangan dalam penyewaan tersebut. 


Penyimpangan itu berujung negara digugat di Pengadilan Arbitrase internasional.


JAMPidsus Kejagung Febrie Ardiansyah mengatakan, awal mula masalah ini terjadi pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda 1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). Sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.


Kemhan kemudian menyewa satelit kepada Avanti Communication Limited (Avanti), pada tanggal 6 Desember 2015 untuk mengisi sementara kekosongan. Padahal, Kemhan tidak mempunyai anggaran untuk itu.


Bahkan, Febrie menyebut penyewaan pun tidak perlu dilakukan. 


Sebab, negara mempunyai waktu tenggang paling lama 3 tahun untuk mengisi slot tersebut.


"Sehingga ada perbuatan melawan hukum," ucap Febrie.


Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. 


Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.


Namun, Kemhan tetap menyewa satelit kepada Avanti. Hal tersebut berujung gugatan arbitrase di London karena Kemhan disebut tidak membayar nilai sewa sesuai dengan kontrak yang ditandatangani.


Pada 9 Juli 2019, Pengadilan Arbitrase menjatuhkan putusan bahwa Negara harus membayar. 


Alhasil, Negara pun mengeluarkan pembayaran dengan nilai Rp 515 miliar. 


Uang itu kemudian dinilai sebagai kerugian negara oleh Kejagung.


Selain itu, penyimpangan diduga terjadi dalam pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kemhan tahun 2015. 


Untuk membangun Satkomhan, Kemhan menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu Tahun 2015-2016.


Anggarannya dalam Tahun 2015 juga belum tersedia. Sedangkan di Tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.


Kontrak itu pun berujung pada gugatan Navayo di Pengadilan Arbitrase Singapura. Nilainya hingga USD 20 juta atau sekitar hampir Rp 300 miliar.


Nilai Rp 515 miliar ditambah USD 20 juta atau sekira Rp 800 miliar yang harus dibayar negara itu masih mungkin bertambah. 


Sebab, negara masih berpotensi digugat sejumlah perusahaan lain yang menjalin kontrak dengan Kemhan terkait proyek satelit tersebut.


Pada saat gugatan Avanti mencuat, Menteri Pertahanan (Menhan) yang sedang menjabat, Ryamizard Ryacudu, sempat berkomentar. Ia menginginkan masalah ini diselesaikan baik-baik.


"Ya kita kalau bisa melalui apa namanya kan ada dua ada yang non (yudisial), diselesaikan dengan baik-baiklah," kata Ryamizard di Mako Marinir, Jakarta Pusat, Kamis 3 Mei 2018. [Democrazy/kmpr]

Penulis blog