EKBIS

Jokowi Kesal Bukan Main, Ekspor Bahan Mentah Terjadi Sejak RI Dijajah

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Jokowi Kesal Bukan Main, Ekspor Bahan Mentah Terjadi Sejak RI Dijajah

Jokowi Kesal Bukan Main, Ekspor Bahan Mentah Terjadi Sejak RI Dijajah

DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melepas ekspor perdana tahun 2022 dari smelting grade alumina di Kabupaten Bintan. 


Dalam pidatonya Jokowi terlihat sangat emosi dari awal hingga penutupan pidato.


"Bulan lalu, saya datang ke Sulawesi, melihat bagaimana yang namanya hilirisasi nikel ore itu bisa ke barang jadi. Saya kaget bahwa kita memang sudah terlalu maju ke sana, banyak orang lain enggak tahu. Ini malah enggak apa-apa," tuturnya dilansir dari akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1/2022).


Jokowi menegaskan bahwa saat ini yang paling utama adalah hilirisasi dari produk-produk pertambangan. 


Sebab menurutnya sudah 350 tahun RI hanya bisa ekspor bahan mentah.


"Ini jangan sampai saya udah bolak balik saya sampaikan, kita ini sudah 350 tahun yang lalu, waktu dijajah, yang kita ekspor selalu bahan mentah. Kita ekspor selalu ekspor raw material, nggak berhenti sampai sekarang. Ini harganya harga bahan mentah. Harusnya bisa 15 kali lipat, hanya dijual 30 tadi. Padahal kalau jadi barang jadi bisa 700. Ini nggak bisa diteruskan," tegasnya.


Sejak 2020 Jokowi mengaku sudah berpesan kepada Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyetop ekspor bahan mentah nikel. Ekspor hanya diperbolehkan untuk barang setengah jadi atau barang jadi.


"Kemarin saya baru saja dari Muara Enim untuk peletakan batu pertama pembangunan industri DME. Yang itu dipakai untuk LPG. Ini juga sama kita ekspor batu bara, mentahan terus, mentahan, mentahan, mentahan. Padahal yang namanya batu bara itu bisa jadi metanol, DME," terangnya.


Jokowi mengaku tidak habis pikir, Indonesia memiliki bahan baku untuk industri DME yang begitu besar. 


Padahal itu bisa dimanfaatkan untuk pengganti LPG. Namun yang terjadi RI terus menerus impor LPG


"Kita punya bahan baku buanyak sekali, guede sekali. Kita malah impor LPG, Rp 80 triliun setiap tahun. Terlalu nyaman kita ini, terlalu enak kita ini. Orang lain yang dapat, dia dapat nilai tambahnya, dia dapat lapangan kerjanya, dia dapat pajaknya," ucapnya.


Padahal, lanjut Jokowi, jika itu bisa dilakukan di industri dalam negeri Indonesia bisa mendapatkan nilai tambah, pemasukan pajak hingga yang terpenting pembukaan lapangan pekerjaan baru. [Democrazy/dtk]

Penulis blog