GLOBAL

Heboh Anti China di Negara Tetangga RI, Ini Penyebabnya

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
Heboh Anti China di Negara Tetangga RI, Ini Penyebabnya

Heboh Anti China di Negara Tetangga RI, Ini Penyebabnya

DEMOCRAZY.ID - Negara tetangga RI, Filipina sebentar lagi akan melaksanakan pemilihan presiden. Meski Pilpres baru akan berlangsung 9 Mei 2022, namun dinamikanya sudah terlihat saat ini.


Mengutip CNBC International, sebuah laporan menunjukkan bahwa presiden berikutnya diharapkan menunjukkan sikap keras terhadap China. 


Ini merujuk ke ketidakpuasan pada Presiden Rodrigo Duterte, yang cenderung "ramah" ke Negeri Xi Jinping di tengah sejumlah sengketa wilayah.


"Harus menjauhi sikap kalah yang ditunjukkan kepemimpinan saat ini dan lebin tegas menantang kliar China," tulis laporan bulanan Asia Society Policy Institute yang memuat opini Peaches Lauren Vegara, kepala praktik intelijen di sebuah lembaga penelitian dan penasihat Amador Research Services.


China dan Filipina memang bersitegang soal Laut China Selatan (LCS) selama beberapa dekade. 


China hampir mengklaim seluruh lautan itu dengan konsep garis putus-putus yang membuatnya kerap ribut dengan negara ASEAN.


"Skenario yang paling menguntungkan bagi Filipina adalah perubahan pola pikir pemimpin terpilih pada Mei 2022," tulisnya lagi.


"Banyak orang di Filipina semakin skeptis terhadap pemulihan hubungan dengan China jika itu berarti menyerahkan klaim atas berbagai fitur maritim yang disengketakan," tulisnya di laporan itu lagi.


Ia juga menulis bagaimana aktivitas China akan berdampak serius pada ketahanan energi negeri itu. 


Mengingat LCS kaya sumber daya alam, di tengah ancaman habisnya gas alam di Malampaya.


Filipina sendiri telah mendapat kemenangan di 2016 ketika pengadilan internasional di Den Haag yang menolak klaim China. Namun hal tersebut tak membuat China pantang mundur.


Duterte sendiri bersikap lunak ke China akibat janji pinjaman yang akan diberikan Beijing melalui Belt and Road Initiative (BRI). 


Namun dalam beberapa bulan akhir kepemimpinannya, investasi infrastruktur yang dijanjikan disebut telah gagal memenuhi harapan.


Sementara itu, lembaga pemikir International Crisis Group mengatakan bahwa Presiden Filipina berikutnya harus memiliki arah diplomasi yang melibatkan tetangganya terkait konfrontasi teritorialnya dengan China. 


Hal ini untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan agresi militer yang sangat besar.


"Tidak satu pun dari langkah-langkah ini akan menyelesaikan sengketa maritim yang semakin mengakar, tetapi mereka dapat membantu menjaga risiko rendah bahwa insiden di laut akan meningkat menjadi konflik," tulis lembaga itu.


Sejauh ini ada beberapa calon yang mengikuti kontestasi Presiden Filipina, salah satunya adalah Ferdinand Marcos Jr. Putra diktator Ferdinand Marcos itu memimpin ajak pendapat terbaru tentang pemilihan presiden di mana ia disebut-sebut memiliki popularitas sebesar 53%. [Democrazy/cnbc]

Penulis blog